Jumat, 30 Desember 2011

MUHASABAH DI AKHIR TAHUN



waktu demi waktu berganti, siang dan malam silih berganti menjadi hitungan minggu, bulan, dan tahun. Pergantian waktu tersebut sejalan dengan perputaran bumi pada porosnya serta pergerakan matahari mengelilingi bumi tiada hentinya sesuai dengan sunatullah.

Karena perputaran matahari mengitari bumi tersebut maka terjadilah pergantian dan perhitungan waktu sebagaimana yang telah digariskan Allah subahanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :

فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al An’am: 96 )

Dengan silih bergantinya malam dan siang yang secara terus menerus secara rutin, dewasa ini kita telah berada dipenghujung tahun 2011 Masehi yang mendasarkan perhitungannya pada rotasi matahari. Dan sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2012 sebagai tahun yang harus dilalui sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Begitu cepat rasanya waktu berlalu, tahun 2011 sebentar lagi akan ditinggalkan dan tahun 2012 telah berada diambang pintu, begitu pula menurut perhitungan angka umur manusia semakin meningkat. Bayi tumbuh berkembanmg menjadi balita, balita menjadi menjadi anak-anak, anak-anak menjadi remaja, remaja menjadi pemuda selanjutnya menjadi dewasa dan dewasa semakin mendekati lanjut usia (lansia) atau mendekati umur diambang senja.

Kondisi sedemikian telah secara tegas dinyatakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاء وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”(QS. Ar Ruum : 54 )

Meskipun menurut perhitungan angka perubahan waktu umur umur manusia semakin meningkat, namun pada hakekatnya dalam perhitungan batas umur yang telah digariskan oleh Sang Maha Pencipta secara pasti manusia semakin mendekati garis limit dari umurnya. Selanjutnya kelak kita akan menuju alam barzah (alam kubur ) sebagai alam peralihan (transisi) untuk dibangkitkan kembali di alam akhirat , sesuai dengan Firman Allah subahanahu wa ta’ala :

وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَن فِي الْقُبُورِ

dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” ( QS. Al Hajj : 7 )

Apa Yang Telah Diperbuat

Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah sabda beliau menyebutkan :

Tidak akan bergeser kaki seseorang pada hari kiamat sebelum dipertanyakan tentang 4 hal selama yang bersangkutan hidup didunia, yaitu mengenai umurnya selama hayat dikemanakan dan apa yang telah diperbuat, mengenai hartanya dari mana diperoleh dan dipergunakan untuk apa, mengenai ilmunya untuk apa diamalkannya dan mengenai anggota badannya digunakan untuk apa ( apakah untuk maksiat atau kebaikan ) “ ( al-Hadits )

Sejalan dengan hadits diatas maka berketepatan dengan berakhirnya tahun 2011 dan dimasukinya sejarah barun tahun 2012 , seyogyanya kita semua kembali merenungi sejarah hari-hari berlalu yang telah kita jalani, apa saja yang kita perbuat sepanjang waktu satu tahun berlalu. Sebagai invidu manusia perlu untuk melakukan perhitungan atas dirinya sendiri ( muhasabah) . Hal itu sejalan dengan apa yang dimaksud dalam hadits berikut ini“;

سنن الترمذي ٢٣٨٣: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ قَالَ وَمَعْنَى قَوْلِهِ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ يَقُولُ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا قَبْلَ أَنْ يُحَاسَبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُرْوَى عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا وَيُرْوَى عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ قَالَ لَا يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ

Sunan Tirmidzi 2383: Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waqi' telah menceritakan kepada kami 'Isa bin Yunus dari Abu Bakar bin Abu Maryam, dan telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman telah mengkhabarkan kepada kami 'Amru bin 'Aun telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Al Mubarak dari Abu Bakar bin Abu Maryam dari Dlamrah bin Habib dari Syaddad bin Aus dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam beliau bersabda: "Orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan angan kepada Allah." Dia berkata: Hadits ini hasan, dia berkata: Maksud sabda Nabi "Orang yang mempersiapkan diri" dia berkata: Yaitu orang yang selalu mengoreksi dirinya pada waktu di dunia sebelum di hisab pada hari Kiamat. Dan telah diriwayatkan dari Umar bin Al Khottob dia berkata: hisablah (hitunglah) diri kalian sebelum kalian dihitung dan persiapkanlah untuk hari semua dihadapkan (kepada Rabb Yang Maha Agung), hisab (perhitungan) akan ringan pada hari kiamat bagi orang yang selalu menghisab dirinya ketika di dunia." Dan telah diriwayatkan dari Maimun bin Mihran dia berkata: Seorang hamba tidak akan bertakwa hingga dia menghisab dirinya sebagaimana dia menghisab temannya dari mana dia mendapatkan makan dan pakaiannya."

Kita sebagai individu manusia dalam kehidupan sehari-hari bertindak dan menjalankan fungsi dan perang masing-masing yang berbeda-beda, baik bagai seorang pemuda, selaku suami/isteri, seorang ayah dan kepala rumah tangga, sebagai isteri dan ibu rumah tangga, sebagai karyawan/karyawati atau pegawai negeri dan segala macam profesi tentunya telah menjalankan peran dan fungsinya masing-masing sesuai dengan eksistensinya.

Peran dan fungsi sebagai amanah dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada segenap insan tentunya harus dijalankan sesuai dengan norma-norma dan hukum yang berlaku, baik norma-norma dan hukum yang digariskan dalam syari’at agama berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, juga norma-normat dalam kemasyarakatan serta undang-undang permerin tah yang berlaku.

Selaku remaja atau anak muda generasi penerus apakah yang telah kalian lakukan sepanjang tahun ini, apakah pergaulan kalian telah sejalan dengan tuntunan syari’at, terlibatkah kalian dalam mabuk-mabukan dengan minuman keras, obat-obatan terlarang ( narkotika), perkelahian antar remaja dan tindak-tindakan kemaksiatan serta tidak senonoh lainnya ?

Bagi seorang suami, ayah dari anak-anak dan kepala rumah tangga sudahkah dijalankan sdengan benar, bagaimana menjadi suami yang baik bagi isteri, apakah kita sudah menjadi seorang ayah dan seorang kepala rumah tangga yang baik, yang patut diteladani oleh anggota keluarga , sudahkah kita melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh syari’at agama kita dan meninggalkan segala bentuk larangan agama, atau kita melakukan hal-hal yang sebaliknya, apa yang kita berikan kepada keluarga, apakah bersumber dari yang halal atau haram?

Selanjutnya bagi seorang pegawai negeri dan karyawan sudahkah kita berdisiplin sebagaimana yang diharapkan, sudahkah kita melakukan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada kita, sudahkan kita jauhkan tindakan-tindakan yang tercela yang tidak boleh dilakukan. Begitu pula selaku seorang pemimpin, apakah kita telah menjauhi tindakan yang hanya menguntungkan kepentingan pribadi dengan menimbulkan kerugian berbagai pihak.

Dan yang paling utama kita sebagai individu-individu muslim, perlu merenungi diri kita sendiri tentang apakah kita sudah melakukan perbuatan amal shalih yang diperintahkan oleh syari’at, menjauhkan segala bentuk larangan, sudahkah kita menjauhi segala bentuk perbuatan maksiat yang berbuah dosa, apakah kita pernah melakukanperbuatan zalim terhadap sesama manusia atau melakukan kezaliman atas diri kita sendiri.

Lembaran-lembaran masa lalu merupakan sejarah hidup kita secara amat rinci dan itulah yang kelak akan disodorkan kepada kita untuk dibaca di hadapan Allah pada hari perhitungan nanti. Allah subahanahu wa ta’ala berfirman :

اقْرَأْ كَتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا

"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu" (QS. Al Israa’ : 14).

Firman Allah subhanahu wa ta’ala tersebut lebih dipertegas lagi dengan firman-Nya :

وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. “ ( QS. Al Jaatsiyah : 28)

Justeru itu lebih tepat apabila sebelum tibanya hari panggilan akhirat kelak kita semua mau mengadili diri sendiri

Dengan merenungi sejarah hidup tahun yang telah berlalu sebagai intropeksi atau evaluasi yang dalam Islam dinamakan muhasabah

Bagaimanakah Hari Esok

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS. Al Hasyr: 18 )

Ibnu Qaiyim Al Jauzi rahimahumullah dalam menadisrkan ayat tersebut berkata : Maksud “ memperhatikan” dalam ayat tersebut diatas ialah memperhatikan kelengkapan persiapan untuk ,menmyongsong hari akhirat, menmdahulukan apa yangb bisa menyelamatkannya dari siksa Allah, agar wajahnya menjadi bersih di sisi Allah.Umar Ibnu Khattab radhyallahu’anhum pernah berkata : “ Hisapblah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang dan berhiaslah kalian untuk menghadapi hari penampakan yang agung “


Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda

Orang yang hari ini sama dengan hari kemarin, atau orang yang hari esok sama dengan hari ini, orang itu akan merugi. Orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin orang itu sungguh celaka, tetapi apa bila hari ini lebih b aik dari kemarin, atau hari esok lebih baik dari hari ini, maka orang itu akan beruntung” ( al-Hadits )

Dari hadits yang dikutip di atas nyatalah bagi kita, bahwa sebagai manusia di dalam melakoni hidup ini kita dituntut dalam setiap gerak kehidupan berbuat yang lebih baik dari hari kemarin , begitu pula tentunya hari esok harus dibuat menjadi lebih baik daripada hari ini. Sehingga kita termasuk dalam golongan orang yang beruntung.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

مَّنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدي لِنَفْسِهِ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”(QS. Al Isra : 15 )

Apabila diantara dan kita sementara ini termasuk golongan yang merugi ataupun termasuk golongan yang celaka maka harus diusahakan untuk mendekatkan diri dan meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Cobalah untuk mengubah cara dan pola hidup yang lebih mendekatkan kita kepada perbuatan-perbuatan yang berbakitan dengan kebaikan dan melupakan perbuatan-perbuatan yang kurang atau tidak terpuji dan tidak bermoral. Kerjakanlah segala bentuk perintah syari’at agama berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, tinggalkan dan jauhkan segala apa saja yang dilarang. Meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan perbuatan munkar. Insya Allah kita akan menjadi orang-orang yang tergolong dalam kelompok orang-orang yang beruntung.

Setelah kita merenung dengan ber-muhasabah dan berhasil mendapatkan kelemahan-kelemahan diri sendiri selama kurun waktu satu tahun yang lalu, maka berjanjilah pada diri kita sendiri dan bertaubat untuk tidak melakukan kembali kesalahan-kesalahan dimasa lampau. Niscaya kita akan mendapatkan hari esok yang lebih baik dari hari ini. Songsonglah hari esok yang lebih cerah dengan rasa optimisme dan berserah diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Insya Allah, Allah akan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan akan memberikan bimbingan kepada kita kejalan yang diridhai-Nya.

( Wallaahu’alam bishawab )

Samarinda, ba’da dhuha, Sabtu, 6 Shafar 1433 H / 31 Desember 2011

(Musni Japrie )

Kamis, 29 Desember 2011

BAGAIMANAKAH KITA MENYIKAPI TAHUN BARU MASEHI




Diantara kebiasaan orang dalam memasuki tahun baru di berbagai belahan dunia adalah dengan merayakannya, seperti begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru, wayang semalam suntuk bahkan tidak ketinggalan dan sudah mulai ngetrend di beberapa tempat diadakan dzikir berjama’ah menyongsong tahun baru. Sebenarnya bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru?

Bolehkah Merayakannya?

Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim.

Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. (Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.

Keburukan yang Ditimbulkan

Seorang muslim yang ikut-ikutan merayakan tahun baru akan tertimpa banyak keburukan, diantaranya:

1. Merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir yang telah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.

2. Melakukan amal ketaatan seperti dzikir, membaca Al Qur’an, dan sebagainya yang dikhususkan menyambut malam tahun baru adalah pebuatan bid’ah yang menyesatkan.

3. Ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat pada hampir seluruh perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina, Na’udzubillahi min dzaalika…

4. Pemborosan harta kaum muslimin, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya (membeli makanan, bagi-bagi kado, meniup terompet dan lain sebagainya) adalah sia-sia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Serta masih banyak keburukan lainnya baik berupa kemaksiatan bahkan kesyirikan kepada Allah. Wallahu a’lam…

***

Penulis: A. Akadhinta
Artikel www.muslimah.or.id

Selasa, 27 Desember 2011

" BERHIJRAH MENUJU AMPUNAN '



Tanpa disadari secara perlahan-lahan namun pasti, waktu demi waktu berganti, siang dan malam silih berganti menjadi hitungan minggu, bulan, dan tahun. Pergantian waktu tersebut sejalan dengan perputaran bumi pada porosnya serta pergerakan matahari mengelilingi bumi tiada hentinya sesuai dengan sunatullah.Karena perputaran matahari mengitari bumi tersebut maka terjadilah pergantian dan perhitungan waktu sebagaimana yang telah digariskan Allah subahanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :

فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al An’am: 96 )

Dengan silih bergantinya malam dan siang yang secara terus menerus secara rutin, dewasa ini kita telah berada dipenghujung awal tahun 1433 Hijriyah yang mendasarkan perhitungannya pada rotasi bulan.

Sebagaimana umat lain seperti Hindu, Budha, Nasrani yang mempunyai perhitungan kalender masing-masing, maka umat Islam juga memiliki tarikh ( kalender ) tersendiri yang dikenal dengan kalender tahun Hijriyah .

Kita kalangan umat Islam patut berterimakasih dan menyampaikan salut yang setinggi-tingginya kepada Umar Ibnu Khattab Radhyallaahu anhum khalifat Islam kedua atas jasa beliau yang menetapkan hari pertama terjadinya peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam dan sahabat beliau Abu Bakar As shidiq Radhyallaahu’anhum yang merupakan suatu peristiwa besar dan sangat istimewa, sebagai dasar perhitungan awal kalender Islam Hijriyah sebagai tarikh kaum muslimin.

Dijadikannya hari dan tanggal berlangsungnya hijrahnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam sebagai awal dari perhitungan kalender Islam karena Khalifah Umar Ibnu Khattab Radhyalaahu’anhum memandang bahwa hijrahnya Rasulullahu’alaihi wa Sallam penuh dengan kandungan makna, yang ternyata apa yang dinilai oleh beliau Umar Ibnu Khattab Radhyallaahu’anhum tersebut belakangan dicatat sebagai satu peristiwa besar dalam sejarah dunia yang tidak pernah dilupakan sepanjang masa. Karena dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam tersebut dimulainya langkah baru beliau dalam upaya mentauhidkan kaum musyrikin di jazirah semenanjung Arabia. Setelah hijrahnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam mengislamkan masyarakat Arab yang musyrik semakin menunjukkan titik terang dan keberhasilan dan terbukti sekarang Islam telah dipeluk oleh sebagian terbesar penduduk dunia.

Hijrah Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam

Menurut Ensiklopedi Indonesia, hijrah ( bahasa Arab) berarti berpindah, meninggalkan, berpaling, tidak mempedulikan lagi dan juga berarti sebagai permulaan tarikh Islam. Sedangkan di kalangan umat Islam sebutan hijrah lebih dikenal sebagai saat kejadian atau peristiwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam yang didampingi oleh sahabat dekat beliau tercinta Abu Bakar as Shidiq Radhyallaahu’anhum meninggalkan kota kelahiran beliau Makkah menuju Yatsrib ( sekarang dikenal sebagai kota Madinah Munawarah ).

Sebagaimana yang telah banyak dikenal oleh umat Islam berdasarkan catatan sejarah bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alahi wa Sallam sebagai Rasulullah yang diberikan tugas untuk memperbaiki akhlak dan mentauhidkan warga Arab musyrikin di kota Makkah, beliau mendapatkan tantangan keras dari masyarakat Arab yang ada dibawah pimpinan dedengkotnya kaum musyrikin Arab seperti Abu Jahal, Abu Sofyan dan yang lainnya.

Tantatangan yang didapatkan oleh Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam bersama sahabat-sahabat dan pemeluk Islam lainnya dalam menda’wahkan tauhid kepada masyarakat musyrikin Makkah tidak hanya bersifat tekanan moral tetapi telah mengarah kepada tekanan yang bersifat fisik bahkan ancaman pembunuhan terhadap pribadi langsung Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam . Sehingga dilatarbelakangi kondisi lingkungan yang sudah tidak kondusip terhadap perkembangan da’wah tauhid maka atas petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dilaksanakanlah hijrah kedaerah yang memberikan jaminan dan janji terhadap berkembangnya Islam.

Berdasarkan catatan akhli sejarah Islam, pada tanggal 8 Rabiul Awal yang bertepatan dengan tanggal 20 September 622 Masehi Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam didampingi oleh sahabat setia beliau Abu Bakar as Shidiq Radhiyallaahu’anhu serta seorang penunjuk jalan maka dimulailah perjalanan hijrah. Keberangkatan beliau tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan bahkan sebelum perjalanan lebih lanjut dilakukan, beliau terlebih dahulu bersembunyi di sebuah goa di bukit Tsuur yang terletak diselatan Makkah.

Setelah melakukan perjalanan panjang dan maha berat dengan menggunakan lintasan yang tidak pernah dilalui seorangpun sebelumnya dengan hambatan dan beratnya medan yang dilalui dibawah kondisi teriknya matahari dan ganasnya iklim padang pasir serta bukit-bukit terjal bebatuan, maka pada tanggal 12 Rabiul Awal Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam tiba di Quba dan langsung memimpin pembuatan masjid sederhana yang sekarang dikenal dengan nama masjid Quba.

Beberapa hari kemudian setelah masjid selesai dibangun Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam dengan diikuti sejumlah kaum muslimin meneruskan perjalanan ke Yatsrib untuk menetap selamanya di sama membangun dan mengembangkan da’wah tauhid hingga wafatnya.

Hijrah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersama Sahabat bdelikau Abu Bakar As Shiddiq Radhyallaahu’anhum secara bertahap diikuti oleh kelompok demi kelompok para sahabat-sahabat lainnya serta kaum muslimin dari Makkah yang dikenal dengan nama kaum muhajirin. Keberangkatan rombonganm demi rombongan meninggalkan kota Makkah menyusul Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam nabi kecintaan dikarenakan adanya dorongan dan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam al-Qur’an :

وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللّهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلى اللّهِ وَكَانَ اللّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ( QS. An Nisaa : 100 )

Dipilihnya kota Madinah sebagai kota tujuan hijrah oleh Rasulullah Shalalahu’alahi wa Sallam tentunya didasarkan atas beberapa pertimbangan yang matang untuk keberhasilan dakwah Islam, yaitu antara lain adanya dukungan dan solidaritas yang tinggi dalam perjuangan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam untuk menegakkan panji-panji kalimah Allah di muka bumi.

Hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersama sahabat sahabat dan kaum muhajirin pengikut beliau berdimensi sangat luas, yaitu tidak hanya sekedar untuk mengalihkan pusat dakwah, melainkan juga dalam rangka meninggalkan segala bentuk kemaksiatan yang meraja lela di Makkah sehingga aqidah dan akhlak kaum muslimin perlu diselamatkan agar tidak terjangkiti.

Hijrahnya Umat Islam Dalam Pola Hidup

Mengingat luasnya ruang lingkup pengertian hijrah yaitu antara lain meninggalkan, berpaling dan tidak mempedulikan lagi, maka pacra Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam , hijrah perlu untuk selalu mendapatkan perhatian dan dilakukan oleh setiap individu umat Islam selaku pengikut Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam. Berkaitan dengan itu Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda :

وعن عائشة رضي الله عنها قالت قال النبي صلى الله عليه وسلم‏:‏ ‏"‏ لا هجرة بعد الفتح، ولكن جهاد ونية، وإذا استفرتم فانفروا‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏ ‏‏ومعناه‏:‏ لا هجرة من مكه لأنها صارت دار إسلام ‏ ‏

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah - tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar - oleh imam untuk berjihad, - maka keluarlah – yakni berangkatlah." (Muttafaq 'alaih)

Hijrahnya kaum muslimin pasca Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam pada zaman sekarang ini dilakukan dalam rangka merubah pola tingkah laku hidup dengan meninggalkan, berpaling dan tidak mempedulikan pola dan tingkah laku yang tidak sejalan dengan tuntunan syari’at islam sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Perhatikanlah dimana-mana sekarang tampak secara terbuka bagaimana kondisi prilaku kehidupan sehari-hari sebagian besar umat Islam dewasa ini yang penuh kefasikan meninggalkan keta’atannya kepada Allah Yang Maha Pencipta, mereka abaikan dan tinggalkan segala macam perintah, juga mereka melakukan berbagai bentuk pelanggaran dan mereka juga melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang. Pelanggaran yang dilakukan didasarkan atas berbagai macam motif, baik yang hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga yang bermotif untuk memuaskan kepentingan nafsu untuk mereguk nikmat dunia yang tidak pernah terpuaskan.

Pengabaian perintah-perintah agama dan pelanggaran larangan oleh sebagian besar umat Islam, sesungguhnya melibatkan berbagai banyak kalangan, orang tua, anak muda maupun remaja, juga melibatkan berbagai kalangan status sosial, tidak memandang apakah mereka termasuk orang-orang miskin dari kalangan masyarakat bawah, tetapi juga melibatkan kalngan masyarakat kelas atas. Kebanyakan mereka telah melupakan keta’atannya kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan ta’at kepada Allah dan Rasul sudah menjadi kewajiban setiap hamb Allah sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( QS. Ali Imran : 32 )

Sebagian umat islam masih banyak yang cenderung melakukan berbagai kemaksiatan, yang mana akan hal ini telah diingatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya :

بَلْ يُرِيدُ الْإِنسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ

Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus. (QS. Al Qiyaamah : 5 )

Berkaitan dengan dimasukinya tahun baru Hijriyah maupun masehi maka momentum tersebut perlu dimanfaatkan oleh kalangan umat islam untuk melakukan hijrah dengan meninggalkan dan berpaling serta tidak mempedulikan lagi akhlak yang selama ini menjadikan manusia lupa kepada syari’at agama mereka sebagai akibat nikmat dunia sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. ( QS. Al Munaafiqu : 9 )

Semestinya setiap hamba Allah harus menyadari bahwa keberadaannya didunia itu sesungguhnya hanyalah bersifat sementara, sehingga mereka seharusnya mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhirat yang pasti datang menjelang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan agar para hamba-Nya memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Allah berfirman tentang hal ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr : 18 )

Hijrah meninggalkan pola hidup yang berseberangan dengan syari’at oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah diingatkan-Nya kepada seluruh umat Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam sesuai dengan firman-Nya :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أُوْلَـئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللّهِ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah : 218 )

Salah satu cara untuk melakukan hijrah adalah memulainya dengan melakukan meminta ampun dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ini merupakan terobosan untuk berhijrah dari kondisi kehidupan yang tidak diridhai Allah kejalan yang penuh dengan magfirah. Dimana kepada hamba yang bertaubat Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya menyebutkan :

-

وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan,”( QS. Asy Syuura : 25 )

Mereka-mereka yang bertaubat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala akan diberikan balasan sesuai dengan janji-Nya yang tercantum dalam al-Qur’an :

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.”(QS. Huud:3)

Hijrah Kepada Allah dan Rasulnya

Abu Mushlih Ari WahyudiArtikel www.muslim.or.id ((Disadur dari majalah As Sunnah edisi 11/VI/1423 H) mengemukankan bahwa :Di dalam Risalah Tabukiyah, Imam Ibnul Qoyyim membagi hijrah menjadi 2 macam. Pertama, hijrah dengan hati menuju Alloh dan Rosul-Nya. Hijrah ini hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap orang di setiap waktu. Macam yang kedua yaitu hijrah dengan badan dari negeri kafir menuju negeri Islam. Diantara kedua macam hijrah ini hijrah dengan hati kepada Alloh dan Rosul-Nya adalah yang paling pokok.

Allah berfirman:

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ

“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu”( QS. Adz-Dzaariya : 50).

Inti hijrah kepada Alloh ialah dengan meninggalkan apa yang dibenci Alloh menuju apa yang dicintai-Nya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim ialah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Alloh.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hijrah ini meliputi ‘dari’ dan ‘menuju’: Dari kecintaan kepada selain Alloh menuju kecintaan kepada-Nya, dari peribadahan kepada selain-Nya menuju peribadahan kepada-Nya, dari takut kepada selain Allah menuju takut kepada-Nya. Dari berharap kepada selain Alloh menuju berharap kepada-Nya. Dari tawakal kepada selain Allah menuju tawakal kepada-Nya. Dari berdo’a kepada selain Allah menuju berdo’a kepada-Nya. Dari tunduk kepada selain Allah menuju tunduk kepada-Nya. Inilah makna Alloh, “Maka segeralah kembali pada Alloh.” (Adz Dzariyaat: 50). Hijrah ini merupakan tuntutan syahadat Laa ilaha illalloh.

Hijrah Dengan Hati Kepada Rasulullah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا

Maka demi Rabbmu (pada hakikatnya) mereka tidak beriman hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan di dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa’: 65)

Hijrah ini sangat berat. Orang yang menitinya dianggap orang yang asing diantara manusia sendirian walaupun tetangganya banyak. Dia meninggalkan seluruh pendapat manusia dan menjadikan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam sebagai hakim di dalam segala perkara yang diperselisihkan dalam seluruh perkara agama. Hijrah ini merupakan tuntutan syahadat Muhammad Rasulullah.

Pilihan Allah dan Rasul-Nya itulah satu-satunya pilihan

Allah berfirman,:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” ( QS. Al Ahzab : 36 ).

Dengan demikian seorang muslim yang menginginkan kecintaan Allah dan Rasul-Nya tidak ragu-ragu bahkan merasa mantap meninggalkan segala perkara yang melalaikan dirinya dari mengingat Alloh. Dia rela meninggalkan pendapat kebanyakan manusia yang menyelisihi ketetapan Allah dan Rasul-Nya walaupun harus dikucilkan manusia.

Seorang ulama’ salaf berkata, “Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan janganlah sedih karena sedikitnya pengikutnya. Dan jauhilah jalan-jalan kesesatan dan janganlah gentar karena banyaknya orang-orang binasa (yang mengikuti mereka).

K h a t i m a h

Ketahuilah sesungguhnya bahwa hijrah itu tidak saja dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam dan para sahabat radhyallaahu’anhu dari Makkah ke Madinah untuk meninggalkan segala bentuk kemusyrikan kaum Arab jahiliyah pada fase awal Islam, tetapi hijrah pasca Rasulullah mutlak harus dilakukan oleh setiap hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meninggalkan segala macam kemaksiatan dan kemunkaran yang pernah dilakukannya menuju kepada ampunan untuk mempersiapkan hari akhirat yang dijanjikan penuh dengan kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada taranya. Karena bersegeralah berhijrah menuju magfirah Allah. ( Wallaahu’alam bishawab )

Sumber : Berbagai sumber.

Diselesaikan Salasa, ba’da ashar 2 Shafar 1433 H / 27 Desember 2011

( Musni Japrie )

" BERHIJRAH MENUJU AMPUNAN '



Tanpa disadari secara perlahan-lahan namun pasti, waktu demi waktu berganti, siang dan malam silih berganti menjadi hitungan minggu, bulan, dan tahun. Pergantian waktu tersebut sejalan dengan perputaran bumi pada porosnya serta pergerakan matahari mengelilingi bumi tiada hentinya sesuai dengan sunatullah.Karena perputaran matahari mengitari bumi tersebut maka terjadilah pergantian dan perhitungan waktu sebagaimana yang telah digariskan Allah subahanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :

فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al An’am: 96 )

Dengan silih bergantinya malam dan siang yang secara terus menerus secara rutin, dewasa ini kita telah berada dipenghujung awal tahun 1433 Hijriyah yang mendasarkan perhitungannya pada rotasi bulan.

Sebagaimana umat lain seperti Hindu, Budha, Nasrani yang mempunyai perhitungan kalender masing-masing, maka umat Islam juga memiliki tarikh ( kalender ) tersendiri yang dikenal dengan kalender tahun Hijriyah .

Kita kalangan umat Islam patut berterimakasih dan menyampaikan salut yang setinggi-tingginya kepada Umar Ibnu Khattab Radhyallaahu anhum khalifat Islam kedua atas jasa beliau yang menetapkan hari pertama terjadinya peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam dan sahabat beliau Abu Bakar As shidiq Radhyallaahu’anhum yang merupakan suatu peristiwa besar dan sangat istimewa, sebagai dasar perhitungan awal kalender Islam Hijriyah sebagai tarikh kaum muslimin.

Dijadikannya hari dan tanggal berlangsungnya hijrahnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam sebagai awal dari perhitungan kalender Islam karena Khalifah Umar Ibnu Khattab Radhyalaahu’anhum memandang bahwa hijrahnya Rasulullahu’alaihi wa Sallam penuh dengan kandungan makna, yang ternyata apa yang dinilai oleh beliau Umar Ibnu Khattab Radhyallaahu’anhum tersebut belakangan dicatat sebagai satu peristiwa besar dalam sejarah dunia yang tidak pernah dilupakan sepanjang masa. Karena dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam tersebut dimulainya langkah baru beliau dalam upaya mentauhidkan kaum musyrikin di jazirah semenanjung Arabia. Setelah hijrahnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam mengislamkan masyarakat Arab yang musyrik semakin menunjukkan titik terang dan keberhasilan dan terbukti sekarang Islam telah dipeluk oleh sebagian terbesar penduduk dunia.

Hijrah Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam

Menurut Ensiklopedi Indonesia, hijrah ( bahasa Arab) berarti berpindah, meninggalkan, berpaling, tidak mempedulikan lagi dan juga berarti sebagai permulaan tarikh Islam. Sedangkan di kalangan umat Islam sebutan hijrah lebih dikenal sebagai saat kejadian atau peristiwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam yang didampingi oleh sahabat dekat beliau tercinta Abu Bakar as Shidiq Radhyallaahu’anhum meninggalkan kota kelahiran beliau Makkah menuju Yatsrib ( sekarang dikenal sebagai kota Madinah Munawarah ).

Sebagaimana yang telah banyak dikenal oleh umat Islam berdasarkan catatan sejarah bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alahi wa Sallam sebagai Rasulullah yang diberikan tugas untuk memperbaiki akhlak dan mentauhidkan warga Arab musyrikin di kota Makkah, beliau mendapatkan tantangan keras dari masyarakat Arab yang ada dibawah pimpinan dedengkotnya kaum musyrikin Arab seperti Abu Jahal, Abu Sofyan dan yang lainnya.

Tantatangan yang didapatkan oleh Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam bersama sahabat-sahabat dan pemeluk Islam lainnya dalam menda’wahkan tauhid kepada masyarakat musyrikin Makkah tidak hanya bersifat tekanan moral tetapi telah mengarah kepada tekanan yang bersifat fisik bahkan ancaman pembunuhan terhadap pribadi langsung Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam . Sehingga dilatarbelakangi kondisi lingkungan yang sudah tidak kondusip terhadap perkembangan da’wah tauhid maka atas petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dilaksanakanlah hijrah kedaerah yang memberikan jaminan dan janji terhadap berkembangnya Islam.

Berdasarkan catatan akhli sejarah Islam, pada tanggal 8 Rabiul Awal yang bertepatan dengan tanggal 20 September 622 Masehi Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam didampingi oleh sahabat setia beliau Abu Bakar as Shidiq Radhiyallaahu’anhu serta seorang penunjuk jalan maka dimulailah perjalanan hijrah. Keberangkatan beliau tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan bahkan sebelum perjalanan lebih lanjut dilakukan, beliau terlebih dahulu bersembunyi di sebuah goa di bukit Tsuur yang terletak diselatan Makkah.

Setelah melakukan perjalanan panjang dan maha berat dengan menggunakan lintasan yang tidak pernah dilalui seorangpun sebelumnya dengan hambatan dan beratnya medan yang dilalui dibawah kondisi teriknya matahari dan ganasnya iklim padang pasir serta bukit-bukit terjal bebatuan, maka pada tanggal 12 Rabiul Awal Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam tiba di Quba dan langsung memimpin pembuatan masjid sederhana yang sekarang dikenal dengan nama masjid Quba.

Beberapa hari kemudian setelah masjid selesai dibangun Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam dengan diikuti sejumlah kaum muslimin meneruskan perjalanan ke Yatsrib untuk menetap selamanya di sama membangun dan mengembangkan da’wah tauhid hingga wafatnya.

Hijrah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersama Sahabat bdelikau Abu Bakar As Shiddiq Radhyallaahu’anhum secara bertahap diikuti oleh kelompok demi kelompok para sahabat-sahabat lainnya serta kaum muslimin dari Makkah yang dikenal dengan nama kaum muhajirin. Keberangkatan rombonganm demi rombongan meninggalkan kota Makkah menyusul Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam nabi kecintaan dikarenakan adanya dorongan dan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam al-Qur’an :

وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللّهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلى اللّهِ وَكَانَ اللّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ( QS. An Nisaa : 100 )

Dipilihnya kota Madinah sebagai kota tujuan hijrah oleh Rasulullah Shalalahu’alahi wa Sallam tentunya didasarkan atas beberapa pertimbangan yang matang untuk keberhasilan dakwah Islam, yaitu antara lain adanya dukungan dan solidaritas yang tinggi dalam perjuangan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam untuk menegakkan panji-panji kalimah Allah di muka bumi.

Hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersama sahabat sahabat dan kaum muhajirin pengikut beliau berdimensi sangat luas, yaitu tidak hanya sekedar untuk mengalihkan pusat dakwah, melainkan juga dalam rangka meninggalkan segala bentuk kemaksiatan yang meraja lela di Makkah sehingga aqidah dan akhlak kaum muslimin perlu diselamatkan agar tidak terjangkiti.

Hijrahnya Umat Islam Dalam Pola Hidup

Mengingat luasnya ruang lingkup pengertian hijrah yaitu antara lain meninggalkan, berpaling dan tidak mempedulikan lagi, maka pacra Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam , hijrah perlu untuk selalu mendapatkan perhatian dan dilakukan oleh setiap individu umat Islam selaku pengikut Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam. Berkaitan dengan itu Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda :

وعن عائشة رضي الله عنها قالت قال النبي صلى الله عليه وسلم‏:‏ ‏"‏ لا هجرة بعد الفتح، ولكن جهاد ونية، وإذا استفرتم فانفروا‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏ ‏‏ومعناه‏:‏ لا هجرة من مكه لأنها صارت دار إسلام ‏ ‏

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah - tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar - oleh imam untuk berjihad, - maka keluarlah – yakni berangkatlah." (Muttafaq 'alaih)

Hijrahnya kaum muslimin pasca Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam pada zaman sekarang ini dilakukan dalam rangka merubah pola tingkah laku hidup dengan meninggalkan, berpaling dan tidak mempedulikan pola dan tingkah laku yang tidak sejalan dengan tuntunan syari’at islam sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Perhatikanlah dimana-mana sekarang tampak secara terbuka bagaimana kondisi prilaku kehidupan sehari-hari sebagian besar umat Islam dewasa ini yang penuh kefasikan meninggalkan keta’atannya kepada Allah Yang Maha Pencipta, mereka abaikan dan tinggalkan segala macam perintah, juga mereka melakukan berbagai bentuk pelanggaran dan mereka juga melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang. Pelanggaran yang dilakukan didasarkan atas berbagai macam motif, baik yang hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga yang bermotif untuk memuaskan kepentingan nafsu untuk mereguk nikmat dunia yang tidak pernah terpuaskan.

Pengabaian perintah-perintah agama dan pelanggaran larangan oleh sebagian besar umat Islam, sesungguhnya melibatkan berbagai banyak kalangan, orang tua, anak muda maupun remaja, juga melibatkan berbagai kalangan status sosial, tidak memandang apakah mereka termasuk orang-orang miskin dari kalangan masyarakat bawah, tetapi juga melibatkan kalngan masyarakat kelas atas. Kebanyakan mereka telah melupakan keta’atannya kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan ta’at kepada Allah dan Rasul sudah menjadi kewajiban setiap hamb Allah sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( QS. Ali Imran : 32 )

Sebagian umat islam masih banyak yang cenderung melakukan berbagai kemaksiatan, yang mana akan hal ini telah diingatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya :

بَلْ يُرِيدُ الْإِنسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ

Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus. (QS. Al Qiyaamah : 5 )

Berkaitan dengan dimasukinya tahun baru Hijriyah maupun masehi maka momentum tersebut perlu dimanfaatkan oleh kalangan umat islam untuk melakukan hijrah dengan meninggalkan dan berpaling serta tidak mempedulikan lagi akhlak yang selama ini menjadikan manusia lupa kepada syari’at agama mereka sebagai akibat nikmat dunia sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. ( QS. Al Munaafiqu : 9 )

Semestinya setiap hamba Allah harus menyadari bahwa keberadaannya didunia itu sesungguhnya hanyalah bersifat sementara, sehingga mereka seharusnya mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhirat yang pasti datang menjelang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan agar para hamba-Nya memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Allah berfirman tentang hal ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr : 18 )

Hijrah meninggalkan pola hidup yang berseberangan dengan syari’at oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah diingatkan-Nya kepada seluruh umat Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam sesuai dengan firman-Nya :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أُوْلَـئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللّهِ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah : 218 )

Salah satu cara untuk melakukan hijrah adalah memulainya dengan melakukan meminta ampun dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ini merupakan terobosan untuk berhijrah dari kondisi kehidupan yang tidak diridhai Allah kejalan yang penuh dengan magfirah. Dimana kepada hamba yang bertaubat Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya menyebutkan :

-

وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan,”( QS. Asy Syuura : 25 )

Mereka-mereka yang bertaubat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala akan diberikan balasan sesuai dengan janji-Nya yang tercantum dalam al-Qur’an :

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.”(QS. Huud:3)

Hijrah Kepada Allah dan Rasulnya

Abu Mushlih Ari WahyudiArtikel www.muslim.or.id ((Disadur dari majalah As Sunnah edisi 11/VI/1423 H) mengemukankan bahwa :Di dalam Risalah Tabukiyah, Imam Ibnul Qoyyim membagi hijrah menjadi 2 macam. Pertama, hijrah dengan hati menuju Alloh dan Rosul-Nya. Hijrah ini hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap orang di setiap waktu. Macam yang kedua yaitu hijrah dengan badan dari negeri kafir menuju negeri Islam. Diantara kedua macam hijrah ini hijrah dengan hati kepada Alloh dan Rosul-Nya adalah yang paling pokok.

Allah berfirman:

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ

“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu”( QS. Adz-Dzaariya : 50).

Inti hijrah kepada Alloh ialah dengan meninggalkan apa yang dibenci Alloh menuju apa yang dicintai-Nya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim ialah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Alloh.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hijrah ini meliputi ‘dari’ dan ‘menuju’: Dari kecintaan kepada selain Alloh menuju kecintaan kepada-Nya, dari peribadahan kepada selain-Nya menuju peribadahan kepada-Nya, dari takut kepada selain Allah menuju takut kepada-Nya. Dari berharap kepada selain Alloh menuju berharap kepada-Nya. Dari tawakal kepada selain Allah menuju tawakal kepada-Nya. Dari berdo’a kepada selain Allah menuju berdo’a kepada-Nya. Dari tunduk kepada selain Allah menuju tunduk kepada-Nya. Inilah makna Alloh, “Maka segeralah kembali pada Alloh.” (Adz Dzariyaat: 50). Hijrah ini merupakan tuntutan syahadat Laa ilaha illalloh.

Hijrah Dengan Hati Kepada Rasulullah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا

Maka demi Rabbmu (pada hakikatnya) mereka tidak beriman hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan di dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa’: 65)

Hijrah ini sangat berat. Orang yang menitinya dianggap orang yang asing diantara manusia sendirian walaupun tetangganya banyak. Dia meninggalkan seluruh pendapat manusia dan menjadikan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam sebagai hakim di dalam segala perkara yang diperselisihkan dalam seluruh perkara agama. Hijrah ini merupakan tuntutan syahadat Muhammad Rasulullah.

Pilihan Allah dan Rasul-Nya itulah satu-satunya pilihan

Allah berfirman,:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” ( QS. Al Ahzab : 36 ).

Dengan demikian seorang muslim yang menginginkan kecintaan Allah dan Rasul-Nya tidak ragu-ragu bahkan merasa mantap meninggalkan segala perkara yang melalaikan dirinya dari mengingat Alloh. Dia rela meninggalkan pendapat kebanyakan manusia yang menyelisihi ketetapan Allah dan Rasul-Nya walaupun harus dikucilkan manusia.

Seorang ulama’ salaf berkata, “Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan janganlah sedih karena sedikitnya pengikutnya. Dan jauhilah jalan-jalan kesesatan dan janganlah gentar karena banyaknya orang-orang binasa (yang mengikuti mereka).

K h a t i m a h

Ketahuilah sesungguhnya bahwa hijrah itu tidak saja dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam dan para sahabat radhyallaahu’anhu dari Makkah ke Madinah untuk meninggalkan segala bentuk kemusyrikan kaum Arab jahiliyah pada fase awal Islam, tetapi hijrah pasca Rasulullah mutlak harus dilakukan oleh setiap hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meninggalkan segala macam kemaksiatan dan kemunkaran yang pernah dilakukannya menuju kepada ampunan untuk mempersiapkan hari akhirat yang dijanjikan penuh dengan kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada taranya. Karena bersegeralah berhijrah menuju magfirah Allah. ( Wallaahu’alam bishawab )

Sumber : Berbagai sumber.

Diselesaikan Salasa, ba’da ashar 2 Shafar 1433 H / 27 Desember 2011

( Musni Japrie )