Selasa, 28 Februari 2012

PEMBERIAN SESAJI (SESAJEN) PERBUATAN MENYEKUTUKAN ALLAH



Tradisi Memberikan Sesaji Warisan Leluhur

Menyediakan sesaji atau yang juga dikenal dengan sebutan sesajen sudah sangat melekat dan akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat muslim di Indonesia . Di mana-mana dari pelosok sampai di kota-kota besar, tidak saja terbatas dikalangan masyarakat bawah, masyarakat kalangan atas dan berpendidikanpun telah terbiasa menyiapkan sesaji berkaitan dengan waktu-waktu atau kegiatan-kegiatan tertentu yang mereka selenggarakan. Kebanyakan orang merasa belumlah lengkap di dalam sesuatu pelaksanaan acara tanpa disiapkannya sesaji. Sehingga tidak ada satu acarapun yang diselenggarakan orang tanpa mempersiapkan pula sesaji. Baik acara yang bersifat sederhana lagi-lagi acara hajatan yang melibatkan banyak orang seperti perkawinan. Mereka-mereka yang sudah terbiasa dengan sesaji merasa kurang percaya diri, mereka sering merasa was-was akan kemungkinan tidak lancarnya atau kemungkinan akan datangnya gangguan atas acara hajatan yang mereka lakukan apabila tidak menyediakan sesaji terhadap sesuatu yang mereka takuti.

Sesaji yang disiapkan orang selain kelengkapan dalam suatu upacara, juga dipersiapan sebagai bentuk persembahan mereka kepada pohon-pohon besar, kubur-kubur yang dikeramatkan, batu-batu besar dan gunung sungai dan laut yang dianggap tempat bersemayamnya para jin .
Secara priodik setahun sekali diselenggarakan pemberian sesaji yang melibatkan seluruh penduduk suatu kampung dengan hajatan dalam bentuk melarungkan sesaji ketengah sungai atau laut dalam upacara sedekah laut , oleh masyarakat nelayan di pesisir, sedangkan para petani biasanya secara bersama-sama menyelenggarakan hajatan sedekah bumi.
Menyiapkan sesaji yang dilakukan oleh sebagian masyarakat disebut-sebut sebagai tradisi warisan para leluhur yang patut dilestarikan disebabkan adanya keyakinan di dalam pemberian sesaji tersebut dinilai mengandung nilai-nilai yang sakral yang terkait dengan ibadah dan kepercayaan.

Pemberian sesaji ada pula yang terkait dengan penyembuhan penyakit. Selain itu pula yang memberikan sesaji terhadap benda-benda pusaka yang dikeramatkan, sebagai bentuk pemberian makan kepada benda-benda pusaka dan keramat . Sebab mereka berkeyakinan apabila benda-benda pusaka tersebut tidak diberi makan akan menjadikan mereka kualat, menjadi celaka dan mendapatkan kutukan.

Beberapa kegiatan yang biasanya dilengkapi dengan menyediakan sesaji antara lain :

1. Sesaji pada saat mendirikan tarub atau tenda pengantin
2. Sesaji untuk upacara memandikan calon pengantin
3. Sesaji untuk merias pengantin
4. Sesaji pada saat pengantin bersanding
5. Sesaji sewaktu upacara memandikan wanita hamil ( mandi-mandi)
6. Sesaji waktu syukuran kelahiran ( pada saat pemberian nama )
7. Sesaji untuk memulai pembangunan rumah
8. Sesaji untuk menempati rumah baru
9. Sesaji untuk memulai mengerjakan sawah/ladang
10.Sesaji untuk memulai panen
11. Sesajin untuk mengusir syaitan dan jin

Pemberian sesaji yang dilakukan oleh sebagian orang-orang adalah dimaksud sebagai bentuk persembahan kepada para makhluk atau roh-roh halus dan para jin, agar para makhluk halus/jin tersebut dapat memberikan perlindungan, memberikan pertolongan dan tidak mengganggu kepada manusia.

Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul dan Labuhan gunung untuk memberi sajian kepada para roh halus dan dedemit penghuni gunung.

Tradisi Leluhur Yang Syirik


Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa pemberian sesaji merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).
Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme serta dari agama Hindu dan Budha ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/fitrah meyakini adanya penguasa yang maha besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh, berlindung, berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia terus mencari Penguasa yang maha besar? Pada akhirnya ada yang menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-benda kuno dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebut. Pengagungan itu antara lain diekspresikan dalam bentuk sesajen yang tak terlepas dari unsur-unsur berikut: menghinakan diri, rasa takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yang biasa disebut dalam islam sebagai ibadah.
Sesungguhnya seorang muslim telah mempunyai tuntunan syari’at yang bersumber dan al-Qur’;an dan as-Sunnah, yang mewajibkan kepada seluruh hamba Allah hanya tunduk, ta’at dan sujud kepada Allah melalui ibadah yang telah digariskan yang hanya boleh ditujukan kepada Allah yang Maha Esa yang Tidak ada Sekutu bagi-Nya, sehingga apabila seorang muslim masih mempunyai rasa takut kepada selain Allah, meminta pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah yang diwujudkan dengan memberikan persembahan berupa sesaji, maka berarti yang bersangkutan telah menyekutukan ( mensyarikatkan ) Allah dengan selain Dia, ini namanya syirik dan pelakunya disebut sebagai musyrik.
Ritual mempersembahkan tum sesaji kepada makhuk halus/jin yang dianggap sebagai penunggu atau penguasa tempat keramat tertentu adalah kebiasaan syirik (menyekutukan AllahSubhanahu wa Ta’ala dengan makhluk) yang sudah berlangsung turun-temurun di masyarakat. Mereka meyakini makhluk halus tersebut punya kemampuan untuk memberikan kebaikan atau menimpakan malapetaka kepada siapa saja, sehingga dengan mempersembahkan sesajen tersebut mereka berharap dapat meredam kemarahan makhluk halus itu dan agar segala permohonan mereka dipenuhinya.
Kebiasan ini sudah ada sejak zaman Jahiliyah sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nyashallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan tauhid (peribadatan/penghambaan diri kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala semata) dan memerangi syirik dalam segala bentuknya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Qs. al-Jin: 6).

Artinya, orang-orang di zaman Jahiliyah meminta perlindungan kepada para jin dengan mempersembahkan ibadah dan penghambaan diri kepada para jin tersebut, seperti menyembelih hewan kurban (sebagai tumbal), bernadzar, meminta pertolongan dan lain-lain.
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ، وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا، قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia berfirman), ‘Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia,’ lalu berkatalah teman-teman dekat mereka dari golongan manusia (para dukun dan tukang sihir), ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.’ Allah berfirman, ‘Neraka itulah tempat tinggal kalian, sedang kalian kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain).’ Sesungguhnya Rabb-mu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS al-An’aam:128).

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Jin (syaitan) mendapatkan kesenangan dengan manusia menaatinya, menyembahnya, mengagungkannya dan berlindung kepadanya (berbuat syirik dan kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala). Sedangkan manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya keinginannya dengan sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka, orang yang menghambakan diri pada jin, (sebagai imbalannya) jin tersebut akan membantunya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.”[2]

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَجَعَلُواْ لِلّهِ مِمِّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُواْ هَـذَا لِلّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَـذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَ يَصِلُ إِلَى اللّهِ وَمَا كَانَ لِلّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ سَاء مَا يَحْكُمُونَ

Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka [508]. Amat buruklah ketetapan mereka itu
. ( QS.Al An’am : 136 )
________________________________________
[508] Menurut yang diriwayatkan bahwa hasil tanaman dan binatang ternak yang mereka peruntukkan bagi Allah, mereka pergunakan untuk memberi makanan orang-orang fakir, orang-orang miskin, dan berbagai amal sosial, dan yang diperuntukkan bagi berhala-berhala diberikan kepada penjaga berhala itu. Apa yang disediakan untuk berhala-berhala tidak dapat diberikan kepada fakir miskin, dan amal sosial sedang sebahagian yang disediakan untuk Allah (fakir miskin dan amal sosial) dapat diberikan kepada berhala-berhala itu. Kebiasaan yang seperti ini amat dikutuk Allah.

Keterangan-keterangan diatas menunjukkan bahwa acara ritualis memberikan sesaji ( sesajen ) bertentangan dengan syariat Islam yang murni. Sebab didalamnya mengandung pengagungan, penghambaan, pengharapan, takut yang semestinya hanya diperuntukkan kepada Allah semata. Mudah-mudahan Allah jauhkan kita dari segala bentuk kesyirikan.

Hukum Mempersembahkan Sesaji ( Sesajen ) Dalam Islam

Mempersembahkan sesaji yang berarti mengeluarkan sebagian harta dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala[3], adalah suatu bentuk ibadah besar dan agung yang hanya pantas ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam firman-Nya,

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah, ‘Sesungguhnya embelihanku (kurbanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’” (Qs. al-An’aam: 162-163).

Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka, dirikanlah shalat karena Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan berkurbanlah” (Qs. al-Kautsar: 2).

Kedua ayat ini menunjukkan agungnya keutamaan ibadah shalat dan berkurban, karena melakukan dua ibadah ini merupakan bukti kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pemurnian agama bagi-Nya semata-mata, serta pendekatan diri kepada-Nya dengan hati, lisan dan anggota badan, juga dengan menyembelih kurban yang merupakan pengorbanan harta yang dicintai jiwa kepada Dzat yang lebih dicintainya, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, maka mempersembahkan ibadah ini kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala (baik itu jin, makhluk halus ataupun manusia) dengan tujuan untuk mengagungkan dan mendekatkan diri kepadanya, yang dikenal dengan istilah sesajen, adalah perbuatan dosa yang sangat besar, bahkan merupakan perbuatan syirik besar yang bisa menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam (menjadi kafir).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang dipersembahkan kepada selain Allah.” (Qs. al-Baqarah: 173)
.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Artinya, sembelihan yang dipersembahkan kepada sembahan (selain Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan berhala, yang disebut nama selain-Nya (ketika disembelih), atau diperuntukkan kepada sembahan-sembahan selain-Nya.”
Dalam sebuah hadits shahih, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:

“Allah melaknat orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya.”

Hadits ini menunjukkan ancaman besar bagi orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya, dengan laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu dijauhkan dari rahmat-Nya. Karena perbuatan ini termasuk dosa yang sangat besar, bahkan termasuk perbuatan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga pelakunya pantas untuk mandapatkan laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dijauhkan dari rahmat-Nya.

Penting sekali untuk diingatkan dalam pembahasan ini, bahwa faktor utama yang menjadikan besarnya keburukan perbuatan ini, bukanlah semata-mata karena besar atau kecilnya kurban yang dipersembahkan kepada selain-Nya, tetapi karena besarnya pengagungan dan ketakutan dalam hati orang yang mempersembahkan tersebut kepada selain-Nya, yang semua ini merupakan ibadah hati yang agung yang hanya pantas ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata.
Oleh karena itu, meskipun kurban yang dipersembahkan sangat kecil dan remeh, bahkan seekor lalat sekalipun, jika disertai dengan pengagungan dan ketakutan dalam hati kepada selain-Nya, maka ini juga termasuk perbuatan syirik besar.

Dalam sebuah atsar dari sahabat Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu beliau berkata, “Ada orang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor lalat, ada dua orang yang melewati (daerah) suatu kaum yang sedang bersemedi (menyembah) berhala mereka dan mereka mengatakan, ‘Tidak ada seorangpun yang boleh melewati (daerah) kita hari ini kecuali setelah dia mempersembahkan sesuatu (sebagai kurban/tumbal untuk berhala kita).’ Maka, mereka berkata kepada orang yang pertama, ‘Kurbankanlah sesuatu (untuk berhala kami)!’ Tapi, orang itu enggan –dalam riwayat lain: orang itu berkata, ‘Aku tidak akan berkurban kepada siapapun selain Allah Subhanahu wa Ta’ala’–, maka diapun dibunuh (kemudian dia masuk surga). Lalu, mereka berkata kepada orang yang kedua, ‘Kurbankanlah sesuatu (untuk berhala kami)!’, -dalam riwayat lain: orang itu berkata, ‘Aku tidak mempenyai sesuatu untuk dikurbankan.’ Maka mereka berkata lagi, ‘Kurbankanlah sesuatu meskipun (hanya) seekor lalat!’, orang itu berkata (dengan meremehkan), ‘Apalah artinya seekor lalat,’, lalu diapun berkurban dengan seekor lalat, –dalam riwayat lain: maka merekapun mengizinkannya lewat– kemudian (di akhirat) dia masuk neraka.’”

Hukum Berpartisipasi dan Membantu dalam Acara Tumbal dan Sesajen

Setelah kita mengetahui bahwa melakukan ritual jahiliyyah ini adalah dosa yang sangat besar, bahkan termasuk perbuatan syirik kepada Allah, yang berarti terkena ancaman dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni (dosa) perbuatan syirik (menyekutukan-Nya), dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang sangat besar.” (Qs an-Nisaa’: 48).

Maka sejalan dengan itu bagi orang-orang yang ikut berpartisipasi dan membantu terselenggaranya acara ritual pemberian sesaji pada sedekah laut atau sedekah bumi dalam segala bentuknya, adalah termasuk dosa yang sangat besar, karena termasuk tolong-menolong dalam perbuatan maksiat yang sangat besar kepada Allah, yaitu perbuatan syirik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Ny
a.” (Qs. al-Maaidah: 2).

Imam Ibnu Katsir berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk saling tolong-menolong dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, yang ini adalah al-birr (kebajikan), dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mungkar, yang ini adalah ketakwaan, serta melarang mereka dari (perbuatan) saling membantu dalam kebatilan dan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan maksiat.”
Dan dalam hadits shahih tentang haramnya perbuatan riba dan haramnya ikut membantu serta mendukung perbuatan ini, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba, orang yang mengusahakannya, orang yang menulis (transaksinya), dan dua orang yang menjadi saksinya, mereka semua sama (dalam perbuatan dosa).” Imam an-Nawawi berkata, “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) diharamkannya menolong/mendukung (terselenggaranya perbuatan) batil (maksiat).”

Islam Adalah Agama Tauhid Menghapus Syirik.

Tauhid menurut ulama salafus shalih (dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah penting,seorang muslim wajib meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang keagungan tauhid sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah subahanahu
Wa Ta'aalaa:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul
). ( QS. An Nahl : 36 )

Firman Allah subhanahu wa ta’alan :

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
(QS.At Taubah : 31 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quraan) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. ( QS. Az-Zumar : 2-3 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus [dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus ( QS. Al Bayyinah : 98 ).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)

Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)

Tauhid Rububiyah adalah beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu
. ( QS. Az-Zumar : 62 )

Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah :

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَل لَّا يُوقِنُونَ

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).(QS.Ath-Thuur : 35-36 )

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, :

قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

Tauhid Uluhiyah/Ibadah ialah Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah subhanahu wa ta’ala

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

" (Al Imran: 18).
Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu . Allah azza wa jalla berfirman
:
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan
. ( QS. Shaad : 5 )


Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

Islam yang dibawa oleh Rasululluh shalallahu’alaihi wa sallam datang untuk menegakkan tauhid dan menghapus semua praktek-praktek jahiliyah dalam beraqidah, karena perilaku masyarakat jahiliyah dalam beraqidah lebih bersifat syirik,
Berkaitan dengan itu maka untuk tegaknya tauhid wajib bagi setiap muslim untuk mengingkari dan meninggalkan kebiasaan memberikan sesaji ( sesajen ) sebagaimana kelaziman yang banyak dilakukan orang-orang. Tidaklah sepatutnya seorang muslim untuk melestarikan tradisi warisan leluhur yang syirik dan bertentangan dengan aqidah.
( Wallaahu’alam bish-shawab)
Sumber :
1.Al-Qur’an dan Terjemah, software Salafi-DB
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, software LidwaPusaka
3.Artikel ://www.darussalaf.or.i
4.Artikel ://www.muslim.or.id

Diselesaikan ba’da ashar, Selasa, 5 Rabi’ul Akhir 1433 H / 28 Pebruari 2011
( Disusun oleh : Musni Japrie )

Senin, 27 Februari 2012

HARAMNYA DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA


( Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas )

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Kitabul Adab dari jalan Abi Bakrah Shallallahu 'alaihi wa sallam , telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

صحيح البخاري ٥٥٢٠: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَبَائِرَ أَوْ سُئِلَ عَنْ الْكَبَائِرِ فَقَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ فَقَالَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ قَالَ قَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ شَهَادَةُ الزُّورِ قَالَ شُعْبَةُ وَأَكْثَرُ ظَنِّي أَنَّهُ قَالَ شَهَادَةُ الزُّورِ

Shahih Bukhari 5520: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Walid telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dia berkata; telah menceritakan kepadaku 'Ubaidullah bin Abu Bakr dia berkata; saya mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan tentang dosa besar atau beliau ditanya tentang dosa besar, lalu beliau menjawab: "Menyekutukan Allah, membunuh jiwa dan durhaka kepada kedua orang tua." Lalu beliau bersabda: "Maukah aku beritahukan kepada kalian yang termasuk dari dosa besar?" beliau bersabda: "Perkataan dusta atau beliau bersabda: "Kesaksian palsu." Syu'bah mengatakan; "Dan saya menyangka bahwa beliau mengatakan; "Kesaksian palsu."


Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa dosa besar yang paling besar setelah syirik adalah uququl walidain (durhaka kepda kedua orang tua). Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwa diantara dosa-dosa besar yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh diri, dan sumpah palsu sebagaimana sabda beliau shalallahu’alaihi wa sallam:

صحيح البخاري ٥٥١٩: حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْوَاسِطِيُّ عَنْ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ فَمَا زَالَ يَقُولُهَا حَتَّى قُلْتُ لَا يَسْكُتُ

Shahih Bukhari 5519: Telah menceritakan kepadaku Ishaq telah menceritakan kepada kami Khalid Al Wasithi dari Al Jurairi dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari Ayahnya radliallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang termasuk dari dosa besar? Kami menjawab; "Tentu wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua." -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan sabdanya: "Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu." Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira beliau tidak akan berhenti."

Dari Mughirah bin Syu'bah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

صحيح البخاري ٥٥١٨: حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ الْمُسَيَّبِ عَنْ وَرَّادٍ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ وَمَنْعًا وَهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَكَرِهَ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
Shahih Bukhari 5518: Telah menceritakan kepada kami Sa'd bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Syaiban dari Manshur dari Al Musayyib dari Warrad dari Al Mughirah bin Syu'bah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada kedua orang tua, tidak suka memberi namun suka meminta-minta dan mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan membenci atas kalian tiga perkara, yaitu; suka desas-desus, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta."

Hadits ini adalah salah satu hadits yang melarang seorang anak berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya. Seorang anak yang berbuat durhaka berarti dia tidak masuk surga dengan sebab durhaka kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
مسند أحمد ٥٩٠٤: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ يَعْنِي ابْنَ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ أَخِيهِ عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَسَارٍ مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَشْهَدُ لَقَدْ سَمِعْتُ سَالِمًا يَقُولُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ وَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ الْمُتَشَبِّهَةُ بِالرِّجَالِ وَالدَّيُّوثُ وَثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ وَالِدَيْهِ وَالْمُدْمِنُ الْخَمْرَ وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى

Musnad Ahmad 5904: dari Abdullah bin Yasar (budak Ibnu Umar) saya menyaksikan, saya mendengar Salim berkata, Abdullah Radliyallahu'anhuma berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Ada tiga golongan yang tidak masuk surga dan Allah tidak melihat mereka kelak pada hari kiamat yaitu, seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, seorang wanita yang menyerupai laki-laki dan Dayyuts. Dan tiga golongan yang Allah tidak melihat mereka kelak pada hari kiamat yaitu, seorang yang durhaka kepada kepada kedua orangtuanya, pecandu khamer dan orang yang mengungkit-ngungkit pemberian."



Diantara bentuk durhaka (uquq) adalah :

[1] Menimbulkan gangguan terhadap orang tua baik berupa perkataan (ucapan) ataupun perbuatan yang membuat orang tua sedih dan sakit hati.

[2] Berkata 'ah' dan tidak memenuhi panggilan orang tua.

[3] Membentak atau menghardik orang tua.

[4] Bakhil, tidak mengurusi orang tuanya bahkan lebih mementingkan yang lain dari pada mengurusi orang tuanya padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.

[5] Bermuka masam dan cemberut dihadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, 'kolot' dan lain-lain.

[6] Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua atau lemah. Tetapi jika 'Si Ibu" melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri maka tidak mengapa dan karena itu anak harus berterima kasih.

[7] Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.

[8] Memasukkan kemungkaran kedalam rumah misalnya alat musik, mengisap rokok, dll.

[9] Mendahulukan taat kepada istri dari pada orang tua. Bahkan ada sebagian orang dengan teganya mengusir ibunya demi menuruti kemauan istrinya. Na'udzubillah.

[10] Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggalnya ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam ini adalah sikap yang amat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.

Semuanya itu termasuk bentuk-bentuk kedurhakaan kepada kedua orang tua. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan membedakan dalam berkata dan berbuat kepada kedua orang tua dengan kepada orang lain.

Akibat dari durhaka kepada kedua orang tua akan dirasakan di dunia. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Daud dan Tirmidzi dari sahabat Abi Bakrah dikatakan.


سنن الترمذي ٢٤٣٥: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عُيَيْنَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ

قَالَ

هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 2435: dari Abu Bakrah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Tidak ada suatu dosa yang lebih layak dipercepat hukumannya didunia oleh Allah kepada pelakunya di samping (adzab) yang disimpan baginya di akhirat daripada zina dan memutus silaturrahim. Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih.

Dalam hadits lain dikatakan.

"Artinya : Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan al'uquq (durhaka kepada orang tua)" [Hadits Riwayat Hakim 4/177 dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu ] [1]

Keridlaan orang tua harus kita dahulukan dari pada keridlaan istri dan anak. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan anak yang durhaka akan diadzab di dunia dan di akhirat serta tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.

Sedangkan dalam lafadz yang lain diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, Hakim, Ahmad dan juga yang lainnya, dikatakan :

مسند أحمد ٥٩٠٤: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ يَعْنِي ابْنَ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ أَخِيهِ عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَسَارٍ مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَشْهَدُ لَقَدْ سَمِعْتُ سَالِمًا يَقُولُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ وَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ الْمُتَشَبِّهَةُ بِالرِّجَالِ وَالدَّيُّوثُ وَثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ وَالِدَيْهِ وَالْمُدْمِنُ الْخَمْرَ وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى
Musnad Ahmad 5904: dari Abdullah bin Yasar (budak Ibnu Umar) saya menyaksikan, saya mendengar Salim berkata, Abdullah Radliyallahu'anhuma berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Ada tiga golongan yang tidak masuk surga dan Allah tidak melihat mereka kelak pada hari kiamat yaitu, seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, seorang wanita yang menyerupai laki-laki dan Dayyuts. Dan tiga golongan yang Allah tidak melihat mereka kelak pada hari kiamat yaitu, seorang yang durhaka kepada kepada kedua orangtuanya, pecandu khamer dan orang yang mengungkit-ngungkit pemberian."

Jadi, salah satu yang menyebabkan seseorang tidak masuk surga adalah durhaka kepada kedua orang tuanya.

Dapat kita lihat bahwa orang yang durhaka kepada orang tuanya hidupnya tidak berkah dan selalu mengalami berbagai macam kesulitan. Kalaupun orang tersebut kaya maka kekayaannya tidak akan menjadikannya bahagia.

Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya kemudian kedua orang tuanya tersebut mendo'akan kejelekan, maka do'a kedua orang tua tersebut bisa dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Sebab dalam hadits yang shahih Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

سنن أبي داوود ١٣١٣: حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ الدَّسْتُوَائِيُّ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Sunan Abu Daud 1313: dari Yahya dari Abu Ja'far dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga doa yang akan dikabulkan, dan tidak diragukan padanya, yaitu: doa orang tua, doa orang yang bersafar, dan doa orang yang dizhalimi."

" [2]

Banyak sekali riwayat yang shahih yang menjelaskan tentang akibat buruk dari durhaka kepada orang tua di dunia maupun di akhirat. Ada juga kisah-kisah nyata tentang adzab (siksa) dari anak yang durhaka, dari kisah tersebut ada yang shahih ada juga yang dla'if (lemah). Diantara kisah yang dla'if yang sering dibawakan oleh para khatib (penceramah) yaitu kisah Al-Qamah yang durhaka kepada ibunya sampai mau dibakar oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga ibunya mema'afkannya. Akan tetapi kisah ini dla'if dilemahkan oleh para ulama ahli hadits [3].

[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta]
_________
Foote Note.
[1] Hadits Riwayat Bukhari dalam tarikh dan Thabrani dalam Mu'jam Kabir dari Abu Bakrah. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Kitabnya Al-Mustadrak dari sahabat Anas. Lihat Silsilah Shahihah No. 1120 dan Shahih Jami'us Shagir No. 137 dan 2810.
[2] Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (Shahih Adabul Mufrad No. 24, 372), Abu Dawud 1536, Tirmidzi 1905, 3448, Ibnu Majah 3826, Ibnu Hibban 2406, At-Thayalishi 2517 dan Ahmad 2/258, 348, 478, 517, 523. Lihat . Hadits As-Shahihah No. 596
[3] Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Ahmad dengan ringkas dalam sanadnya ada Fayid Abul Warqa' dia matruk (Majmuz Zawaaid 8/148), kata Ibnul Jauzi, "Hadits ini tidak shah dari Rasulullah karena dalam sanadnya ada Fayid Abu Warqa" Imam Ahmad berkata, "Ia matrukul hadits", Ibnu Hibban berkata, "Tidak boleh berhujjah dengannya". Kata Imam Abu Hatim, "Ia sering dusta" [Lihat Al-Maudluu'at, Ibnul Jauzi juz 3 hal 87]

Kategori: Birrul Walidain
Sumber: http://
www.almanhaj.or.id

Di copas dari http://www. Salafi-db , dengan penambahan teks arab

Sabtu, 25 Februari 2012

TRADISI MELARUNG SESAJI DITINJAU DARI KACAMATA ISLAM




Dinegeri yang dikenal dengan pemeluk Islam terbesar di dunia ini, memiliki tradisi turun temurun yang diwarisi dari leluhurnya dan tetap dipertahankan oleh sebagian masyarakatnya dengan menyelenggarakan secara tetap agenda tahunan berupa ritual pesta laut dengan melarung sesaji terutama dilakukan oleh masyarakat nelayan yang berdomisili di pantai. Salah satu acara ritual tersebut diselenggarakan di Makasar Sulawesi Selatan, sebagaimana yang dimuat dalam berita sebuah surat kabar harian terbesar di ibukota Jakarta.
Dalam artikel kali ini kami mencoba untuk membahas secara singkat bagaimana tradisi pesta laut tersebut ditinjau dari kacamata aqidah Islam, aqidah yang jadi anutan masyarakat yang melestarikan tradisi tersebut.
Melarung Sesaji, Mengharap Berkah
Di beberapa daerah pantai pesisir Pulau Jawa, banyak ditemukan tradisi masyarakat nelayan melarung sesaji di laut. Isi sesaji yang dilarung pun beragam. Ada yang melarung kepala kerbau, berbagai jenis panganan dan sebagainya.
Namun melihat makna dari tradisi ritual tersebut rata-rata memiliki kesamaan. Para nelayan melarung sesaji dengan tujuan agar dalam melaut untuk menangkap ikan, penguasa alam dapat memberikan rezeki berkelimpahan dan menjauhkan murka alam atau bahaya laut dari nelayan.
Warga nelayan di Pulau Makassar, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), memiliki tradisi melarung sesaji yang disebut "tuturangiana andala". Tradisi ini digelar warga Pulau Makassar, sekali setahun pada setiap kali musim paceklik ikan.
Warga Pulau Makassar kembali menggelar tradisi ritual ’tuturangiana andala’ atau melarung sesaji di tengah laut.
Gubernur Sultra, H Nur Alam dan Wali Kota Baubau Amirul Tamim serta puluhan turis asal Amerika Serikat ikut menyaksikan prosesi pelaksanaan tradisi ritual warga nelayan tersebut yang berlangsung beberapa hari lalu.
Tetuah adat Pulau Makassar, Abdul Hamid (55), memulai ritual tersebut dengan ’batata’ atau permohonan kepada penguasa alam ghaib sekitar wilayah pesisir agar dapat menerima persembahan masyarakat nelayan pulau itu.
Mendahului acara ritual ’batata’ tersebut, para tokoh adat menyiapkan sesaji berisi berbagai jenis hasil pangan khas daerah setempat seperti cucur, onde-onde, sanggara (dari pisang), waje (beras ketan), nasi, telu ayam serta daun sirih, pinag dan sebagainya dalam empat tempat rakit bambu ukuran setengah meter persegi.
Usai ’batata’ tetuah adat dibantu beberapa tokoh adat melanjutkan ritual dengan menyembelih kambing yang telah disiapkan tersebut, dibawa ke tengah laut dengan diiringi pukulan gong dan gendang.
Tiba di tengah laut, sesaji tersebut dilarung di empat titik atau tempat di tengah laut yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.
"Tuturangiana andala ini merupakan tradisi peninggalan nenek moyang kami. Tradisi ini digelar sekali dalam setahun, biasanya pada setiap kali terjadi musim paceklik ikan," kata Abdul Hamid, seusai memimpin ritual tersebut.

Ungkapan pada pencipta

Keterangan serupa juga diungkapkan Masudin (45), tokoh adat Pulau Makassar lainnya. Menurutnya, ritual ’tuturangiana andala’ itu sebagai ungkapan permohonan masyarakat nelayan kepada penguasa alam laut agar melimpahkan rezeki dan menjauhkan marabahaya dari para nelayan setempat dalam berlayar menangkap ikan.
Isi sesaji berbagai jenis panangan khas daerah disertai daun sirih dan pinang, sebagai bentuk rasa syukur warga kepada penguasa laut yang telah memberikan kehidupan bagi keluarga para nelayan.
Leluhur masyarakat Pulau Makassar kata Masudin, memaknai musim paceklik ikan sebagai kemarahan penguasa alam laut kepada para nelayan yang hanya menangkap ikan di laut tanpa memberikan sesuatu kepada alam laut.
Demikian pula dengan bahaya gelombang laut disertai tiupan angin kecang yang sering menenggelamkan perahu para nelayan, sebagai bentuk murka penguasa laut kepada para nelayan yang menggantung hidup dari hasil laut.
"Sesajen itu dibuat dalam empat tempat dan dilarung di empat lokasi karena masyarakat Pulau Makassar meyakini penguasa alam berada di empat penjuru arah mata angin, barat, timur, utara dan selatan. Diharapkan, setelah sesajen itu dilarung, penguasa alam laut di empat penjuru mata angin segera melimpahkan rezeki dan menghilangkan bahaya gelombang laut," katanya.
Biasanya ujar Masudin, setelah warga nelayan menyelenggarakan ritual ’tuturangiana andala’ tersebut, hasil tangkapan ikan para nelayan mulai melimpah dan bahaya gelombang laut disertai tiupan angin kencang segera berkurang.
Makanya, masyarakat nelayan Pulau Makassar, hingga saat ini masih terus menyelenggarakan tradisi ritual ’tuturangiana andala’ peninggalan para leluhur itu.

Islam Adalah Agama Tauhid Menghapus Syirik


Menurut Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam Wikipedia Bahasa Ibdonesia bahwa Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid menurut ulama salafus shalih (dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah penting,seorang muslim wajib meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang keagungan tauhid sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah subahanahu
Wa Ta'aalaa:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). ( QS. An Nahl : 36 )

Firman Allah subhanahu wa ta’alan :

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS.At Taubah : 31 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quraan) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. ( QS. Az-Zumar : 2-3 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus [dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus ( QS. Al Bayyinah : 98 ).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)

Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)

Tauhid Rububiyah adalah Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. ( QS. Az-Zumar : 62 )

Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah :

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَل لَّا يُوقِنُونَ

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).(QS.Ath-Thuur : 35-36 )

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, :

قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
Tauhid Uluhiyah/Ibadah ialah Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana
" (Al Imran: 18).

Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu . Allah azza wa jalla berfirman :

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. ( QS. Shaad : 5 )

Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
Sedangkan tauhid Asma wa Sifat adalah beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.
Islam yang dibawa oleh Rasululluh shalallahu’alaihi wa sallam datang untuk menegakkan tauhid dan menghapus semua praktek-praktek jahiliyah dalam beraqidah, karena perilaku masyarakat jahiliyah dalam beraqidah lebih bersifat syirik, menyekutukan Allah dengan selain-nya

Tradisi Melarung Sesaji Kelaut Perbuatan Menyekutukan Allah


Pada bagian muka dari artikel ini telah digambarkan bagaimana Tradisi masyarakat nelayan melarung sesaji di laut. Isi sesaji yang dilarung pun beragam. Ada yang melarung kepala kerbau, berbagai jenis panganan dan sebagainya. . Para nelayan melarung sesaji dengan tujuan agar dalam melaut untuk menangkap ikan, penguasa alam dapat memberikan rezeki berkelimpahan dan menjauhkan murka alam atau bahaya laut dari nelayan.
Tradisi ini digelar warga, sekali setahun pada setiap kali musim paceklik ikan. .
Biasanya seseorang yang ditokohkan memulai ritual tersebut dengan memohon kepada penguasa alam ghaib sekitar wilayah pesisir agar dapat menerima persembahan masyarakat.
Mendahului acara ritual ’ tersebut, para tokoh adat menyiapkan sesaji berisi berbagai jenis hasil pangan khas daerah setempat seperti cucur, onde-onde, pisang goring, wajik (beras ketan), nasi, telur ayam serta daun sirih, pinang dan sebagainya dalam empat tempat rakit bambu ukuran setengah meter persegi.
Selanjutnya ritual dilanjutkan dengan menyembelih kambing yang telah disiapkan , dibawa ke tengah laut dengan diiringi pukulan gong dan gendang.
Tiba di tengah laut, sesaji tersebut dilarung di empat titik atau tempat di tengah laut yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat. . Tradisi ini digelar sekali dalam setahun, biasanya pada setiap kali terjadi musim paceklik ikan," seusai memimpin ritual tersebut.

Ritual pemberian sesaji adalah sebagai bentuk ungkapan permohonan masyarakat nelayan kepada penguasa alam laut agar melimpahkan rezeki dan menjauhkan marabahaya dari para nelayan setempat dalam berlayar menangkap ikan.
Isi sesaji berbagai jenis panangan khas daerah disertai daun sirih dan pinang, sebagai bentuk rasa syukur warga kepada penguasa laut yang telah memberikan kehidupan bagi keluarga para nelayan.
Leluhur masyarakat nelayan, memaknai musim paceklik ikan sebagai kemarahan penguasa alam laut kepada para nelayan yang hanya menangkap ikan di laut tanpa memberikan sesuatu kepada alam laut.
Demikian pula dengan bahaya gelombang laut disertai tiupan angin kecang yang sering menenggelamkan perahu para nelayan, sebagai bentuk murka penguasa laut kepada para nelayan yang menggantung hidup dari hasil laut.
"Sesajen itu dibuat dalam empat tempat dan dilarung di empat lokasi karena masyarakat Pulau Makassar meyakini penguasa alam berada di empat penjuru arah mata angin, barat, timur, utara dan selatan. Diharapkan, setelah sesajen itu dilarung, penguasa alam laut di empat penjuru mata angin segera melimpahkan rezeki dan menghilangkan bahaya gelombang laut,". , hasil tangkapan ikan para nelayan mulai melimpah dan bahaya gelombang laut disertai tiupan angin kencang segera berkurang.
Keyakinan sebagian masyarakat nelayan melakoni tradisi memberikan sesaji dalam ritual pesta laut sebagai ungkapan rasa syukur kepada penguasa laut sebagaimana yang diungkapkan diatas sangatlah jauh dari tuntunan syari’at islam. Siapakah yang dimaksudkan mereka dengan penguasa laut yang memberikan rezeki berupa tangkapan ikan dan meredakan gelombang ? Nampak sekali disini bahwa masyarakat nelayan yang menyelenggarakan ritual tersebut mengakui adanya eksentensi penguasa laut selain Allah. Pengakuan yang ditunjukkan dengan pemberian sesaji tersebut secara terang-terangan mereka mengakui bahwa selain Allah ada zat lain yang menguasai laut yang memberikan mereka rezeki. Keyakinan dan perbuatan seperti ini sesungguhnya adalah merupakan sebuah kesyirikan yang sangat dimurkai Allah.
Masyarakat yang membiasakan diri dengan ritual-ritual tradisi dari leluhur berupa pemberian sesaji sebagai sesembahan kepada penguasa laut , sesungguhnya mereka secara sadar telah melakukan perbuatan menyembah selain Allah sedangkan disisi lain juga mempercayai adanya Allah, namun keyakinan tersebut mereka cederai sendiri dengan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang mereka anggap sebagai penguasa laut. Seorang muslim wajib hanya berloyalitas kepada Allah dengan melakukan ketundukan dan sujud serta taat kepada-Nya, tidak ada toleransi dalam Islam untuk takut dan tunduk kepada selain Allah. Karena sesungguhnya hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang satu-satu pemberi rezeki, hanya Allah sajalah yang menggerakkan/menghembuskan dan mengarahkan angin sehingga laut bergelombang sesuai dengan besar dan kecepatan angin yang berhembus.
Allah Yang Maha Pemberi Rezeki kepada para nelayan dengan memberikan hasil tangkapan ikan banyak atau sedikit, tidak pernah memerintahkan atau meminta kepada nelayan agar memberikan sesaji yang dilarungkan kelaut. Allah subhanahu wa ta’ala hanya memerintahkan kepada hamba-hambanya agar hanya takut kepada Allah dan tunduk dan sujud kepada-Nya dalam bentuk sholat.
Apabila para nelayan percaya bahwa penguasa laut tersebut dalam bentuk jin, maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.(QS. Al Jin : 6 )

Kemudian apabila mereka para nelayan tersebut menyembah meminta atau berdoa kepada selain Allah, maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'a) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka? (QS.Al Ahqaaf : 5 )

Perbuatan masyarakat nelayan dalam ritual melarung sesaji dengan menyembelih hewan seperti yang digambarkan diatas merupakan penyembelihan yang bukan ditujukan kepada Allah, perbuatan seperti ini sangatlah terlarang, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
(QS.Al Maidah : 90)

( Wallaahu’alam )
Diselesaikan, ba’da dhuha, Sabtu 3 Rabi’ul Akhir 1433 H/ 26 Pebruari 2012.
Sumber :
1.Al-Qur’an dan Terjemah , software Salafi DB
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, software Lidwa Pusaka
3.Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at Tamimi
4.Wikipedia Bahasa Indonesia
5.Tauhid, Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas, artikel al-Manhaj or.id
6.Permalink

Jumat, 24 Februari 2012

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA


( Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

Di Antara Fadhilah (Keutamaan) Berbakti Kepada Kedua Orang Tua.

Pertama.
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama. Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu .

"Artinya : Dari Abdullah bin Mas'ud katanya, "Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah" [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9]

Dengan demikian jika ingin kebajikan harus didahulukan amal-amal yang paling utama di antaranya adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua).

Kedua.
Bahwa ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan.

"Artinya : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu 'anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua" [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]

Ketiga.
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shahih tersebut. Dengan dasar hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Ibnu Umar.
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yang lain, 'Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan'. Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anaku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah. "Maka batu yang menutupi pintu gua itupun bergeser" [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil A'mal]

Ini menunjukkan bahwa perbuatan berbakti kepada kedua orang tua yang pernah kita lakukan, dapat digunakan untuk bertawassul kepada Allah ketika kita mengalami kesulitan, Insya Allah kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yang dialami seseorang saat ini diantaranya karena perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya.

Kalau kita mengetahui, bagaimana beratnya orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka perbuatan 'Si Anak' yang 'bergadang' untuk memerah susu tersebut belum sebanding dengan jasa orang tuanya ketika mengurusnya sewaktu kecil.

'Si Anak' melakukan pekerjaan tersebut tiap hari dengan tidak ada perasaan bosan dan lelah atau yang lainnya. Bahkan ketika kedua orang tuanya sudah tidur, dia rela menunggu keduanya bangun di pagi hari meskipun anaknya menangis. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan kedua orang tua harus didahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri dalam rangka berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan berbakti kepada orang tua harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada istri sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika diperintahkan oleh bapaknya (Umar bin Khaththab) untuk menceraikan istrinya, ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Ceraikan istrimuu" [Hadits Riwayat Abu Dawud No. 5138, Tirimidzi No. 1189 beliau berkata, "Hadits Hasan Shahih"]

Dalam riwayat Abdullah bin Mas'ud yang disampaikan sebelumnya disebutkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua harus didahulukan daripada jihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala .

Begitu besarnya jasa kedua orang tua kita, sehingga apapun yang kita lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tua tidak akan dapat membalas jasa keduanya. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Subhanahu Wa Ta'ala melihat seorang menggendong ibunya untuk tawaf di Ka'bah dan ke mana saja 'Si Ibu' menginginkan, orang tersebut bertanya kepada, "Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?" Jawab Abdullah bin Umar Subhanahu Wa Ta'ala , "Belum, setetespun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu" [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]

Orang tua kita telah megurusi kita mulai dari kandungan dengan beban yang dirasakannya sangat berat dan susah payah. Demikian juga ketika melahirkan, ibu kita mempertaruhkan jiwanya antara hidup dan mati. Ketika kita lahir, ibu lah yang menyusui kita kemudian membersihkan kotoran kita. Semuanya dilakukan oleh ibu kita, bukan oleh orang lain. Ibu kita selalu menemani ketika kita terjaga dan menangis baik di pagi, siang atau malam hari. Apabila kita sakit tidak ada yang bisa menangis kecuali ibu kita. Sementara bapak kita juga berusaha agar kita segera sembuh dengan membawa ke dokter atau yang lain. Sehingga kalau ditawarkan antara hidup dan mati, ibu kita akan memilih mati agar kita tetap hidup. Itulah jasa seorang ibu terhadap anaknya.

Keempat.
Dengan berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Anas Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi" [Hadits Riwayat Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693]

Dalam ayat-ayat Al-Qur'an atau hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dianjurkan untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan silaturahmi kepada kedua orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak diantara saudara-saudara kita yang sering ziarah kepada teman-temannya tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama ibu dan bapaknya. Tapi setelah dewasa, seakan-akan dia tidak pernah berkumpul bahkan tidak kenal dengan kedua orang tuanya. Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada keduanya insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa dengan silaturahmi akan diakhirkannya ajal dan umur seseorang.[1] walaupun masih terdapat perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah ini, namun pendapat yang lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir hadits ini bahwa umurnya memang benar-benar akan dipanjangkan.

Kelima.
Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Di dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan bahwa anak yang durhaka tidak akan masuk surga. Maka kebalikan dari hadits tersebut yaitu anak yang berbuat baik kepada kedua orang tua akan dimasukkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala ke jannah (surga).

Dosa-dosa yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala segerakan adzabnya di dunia diantaranya adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah.

Foote Note.
[1] Riyadlush Shalihin, hadits No. 319

Sumber: http://www.almanhaj.or.id

Dicopas dari : http://www.salafidb.com


AKHLAK, PERILAKU DAN TRADISI JAHILIYAH YANG SYIRIK


Sepintas Kilas Tentang Jahiliyah

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia jahiliyah (bahasa Arab: جاهلية, jahiliyyah) adalah konsep dalam agama Islam yang berarti "ketidaktahuan akan petunjuk ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan". Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab sendiri, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diturunkannya al-Qur'an. Pengertian khusus kata jahiliyah ialah keadaan seseorang yang tidak memperoleh bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.

Kehidupan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasulullah berada dalam kekacauan yang luar biasa. Mereka menyekutukan Allah, banyak berbuat maksiat, tidak memiliki norma, percaya kepada khurafat, dan berbagai bentuk kebobrokan moral lain.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir, diutus di saat tiadanya para Rasul. Vakumnya masa itu dari para pembawa risalah dikarenakan Allah murka kepada penduduk bumi baik orang Arab dan selainnya, kecuali sisa-sisa dari ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mereka telah meninggal. Dalam sebuah riwayat, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :

Sesungguhnya Allah melihat kepada penduduk bumi. Lalu murka kepada mereka, Arab atau ajamnya, kecuali sisa-sisa dari ahlul kitab. (HR Muslim)

Saat itu, memang hanya satu di antara dua orang ahlul kitab yang berpegang dengan kitab yang sudah dirubah dan/atau dihapus, atau dengan agama yang punah, baik bangsa Arab atau lainnya. Sebagiannya tidak diketahui dan sebagian yang lain sudah ditinggalkan. Akibatnya, seorang yang umi (tidak bisa baca tulis) hanya bisa bersemangat beribadah namun dengan apa yang ia anggap baik dan disangka memberi manfaat baik berupa bintang, berhala, kubur, benda keramat, atau yang lainnya.

Manusia saat itu benar-benar dalam kebodohan yang sangat akan ucapan-ucapan yang mereka sangka baik padahal bukan, serta amalan yang disangka baik padahal rusak. Paling mahirnya mereka adalah yang mendapat ilmu dari warisan para Nabi terdahulu namun telah samar bagi mereka antara haq dan batil. Atau yang sibuk dengan sedikit amalan meski kebanyakannnya mengamalkan bid’ah yang dibuat-buat. Walhasil, kebatilannya berlipat-lipat kali dari kebenarannya. (Iqtidha’ Sirathal Mustaqim 1/74-75)

Inilah gambaran ringkas keadaan manusia yang sangat parah saat itu, khususnya di kota Makkah dan sekitarnya. Keadaan tersebut mulai terlihat sejak munculnya Amr bin Luhay Al-Khuza’iy. Ia dikenal sebagai orang yang gemar ibadah dan beramal baik sehingga masyarakat waktu itu menempatkannya sebagai seorang ulama.

Sampai suatu saat, Amr pergi ke daerah Syam. Ketika mendapati para penduduknya beribadah kepada berhala-berhala, Amr menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dan benar. Apalagi, Syam dikenal sebagai tempat turunnya kitab-kitab Samawi (kitab-kitab dari langit).

Ketika pulang, Amr membawa oleh-oleh berhala dari Syam yang bernama Hubal. Ia kemudian meletakkannya di dalam Ka’bah dan menyeru penduduk Makkah untuk menjadikannya sebagai sekutu bagi Allah dengan beribadah kepadanya. Disambutlah seruan itu oleh masyarakat Hijaz, Makkah, Madinah dan sekitarnya karena disangka sebagai hal yang benar. (Mukhtasor Sirah Rasul hal. 23 & 73).

Sejak itulah, berhala tersebar di setiap kabilah. Di samping Hubal yang menjadi berhala terbesar di Ka’bah dan sekitarnya dan juga menjadi sanjungan orang-orang Makkah, terdapat pula berhala Manat di antara Makkah dan Madinah. Manat merupakan sesembahan orang-orang Aus dan Khazraj dan qabilah dari Madinah. Juga ada Latta di Thaif dan Uzza. Ketiga berhala ini merupakan yang terbesar dari yang ada. (lihat Mukhtasor Siroh Rasul 75-76 Rahiqul Makhtar :35).

Akibatnya, peribadatan kepada berhala menjadi pemandangan yang sangat mencolok. Apalagi, kesyirikan tersebut disangka masyarakat waktu itu sebagai agama Ibrahim ‘alaihis salam. Padahal, tradisi menyembah berhala-berhala itu kebanyakannya adalah hasil rekayasa Amr bin Luhay yang kemudian dianggap bid’ah hasanah.

Dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tentang perbuatan Amr ini:

صحيح البخاري ٤٢٥٧: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ الْبَحِيرَةُ الَّتِي يُمْنَعُ دَرُّهَا لِلطَّوَاغِيتِ فَلَا يَحْلُبُهَا أَحَدٌ مِنْ النَّاسِ وَالسَّائِبَةُ كَانُوا يُسَيِّبُونَهَا لِآلِهَتِهِمْ لَا يُحْمَلُ عَلَيْهَا شَيْءٌ قَالَ وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ عَامِرٍ الْخُزَاعِيَّ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ وَالْوَصِيلَةُ النَّاقَةُ الْبِكْرُ تُبَكِّرُ فِي أَوَّلِ نِتَاجِ الْإِبِلِ ثُمَّ تُثَنِّي بَعْدُ بِأُنْثَى وَكَانُوا يُسَيِّبُونَهَا لِطَوَاغِيتِهِمْ إِنْ وَصَلَتْ إِحْدَاهُمَا بِالْأُخْرَى لَيْسَ بَيْنَهُمَا ذَكَرٌ وَالْحَامِ فَحْلُ الْإِبِلِ يَضْرِبُ الضِّرَابَ الْمَعْدُودَ فَإِذَا قَضَى ضِرَابَهُ وَدَعُوهُ لِلطَّوَاغِيتِ وَأَعْفَوْهُ مِنْ الْحَمْلِ فَلَمْ يُحْمَلْ عَلَيْهِ شَيْءٌ وَسَمَّوْهُ الْحَامِيَ

و قَالَ لِي أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ سَمِعْتُ سَعِيدًا قَالَ يُخْبِرُهُ بِهَذَا قَالَ وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ وَرَوَاهُ ابْنُ الْهَادِ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Shahih Bukhari 4257: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari Shalih bin Kaisan dari Ibnu Syihab dari Sa'id bin Al Musayyab dia berkata; Bahirah adalah unta yang kantong susunya ditahan untuk berhala-berhala hingga tidak boleh bagi seorang pun memerasnya, sedangkan sa`ibah adalah unta yang mereka sebut untuk tuhan-tuhan mereka tidak boleh diberi beban tunggangan apa pun diatasnya. Ibnu Al Musayyib berkata: Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku melihat Amru bin Amir Al Khuza'i menyeret ususnya dineraka." Ia adalah orang pertama yang membuat unta sa`ibah. Sedangkan Al Washilah adalah unta yang masih perawan. Unta itu sengaja dibikin perawan semenjak diperanakan. Setelah itu dijodohkan dengan unta betina lagi. Unta itu mereka suguhkan untuk berhala-berhala mereka. hingga salah satunya bisa menyentuh yang lainnya tanpa ada unta jantan. Sedangkan Unta Haam adalah unta subur, mereka membiarkannya beranak hingga bilangan tertentu. Apabila telah selesai, ia tinggalkan untuk berhala-berhala mereka dan dijaga dari beban apapun hingga tidak boleh ada tunggangan apapun diatasnya. Mereka menamakannya Al Haami. Dan Abul Yaman berkata kepadaku; Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri; Aku mendengar Sa'id berkata; dia mengabarkan hal ini. perawi berkata; dan Abu Hurairah berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dengan Hadits yang serupa. Diriwayatkan oleh Ibnu Al Had dari Ibnu Syihab dari Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu; Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Diantara tradisi syirik masyarakat waktu itu adalah menginap di sekitar berhala itu, memohonnya, mencari berkah darinya karena diyakini dapat memberi manfaat, thawaf, tunduk dan sujud kepadanya, menghidangkan sembelihan dan sesaji kepadanya, dan lain-lain. Mereka melakukan hal itu karena meyakini bahwa itu akan mendekatkan kepada Allah dan memberi syafaat sebagaimana Allah kisahkan dalam Al Qur’an. Mereka mengatakan:

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.(QS.Az-Zumar : 3 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi [?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).( QS. Yunus: 18)

Selain kesyirikan, kebiasaan jelek yang mereka lakukan adalah perjudian dan mengundi nasib dengan 3 anak panah. Caranya dengan menuliskan “ya”, “tidak” dan dikosongkan pada ketiga anak panah itu. Ketika ingin bepergian misalnya, mereka mengundinya. Jika yang keluar “ya”, mereka pergi dan jika “tidak”, tidak jadi pergi. Jika yang kosong maka diundi lagi.Mereka juga mempercayai berita-berita ahli nujum, peramal dan dukun, serta menggantungkan nasib melalui burung-burung. Ketika ingin melakukan sesuatu, mereka mengusir burung. Jika terbang ke arah kanan berarti terus, jika ke arah kiri berarti harus diurungkan. Selain itu, mereka juga pesimis dengan bulan-bulan tertentu. Misalnya karena pesimis dengan bulan safar, mereka kemudian merubah aturan haji sehingga tidak mengijinkan orang luar Makkah untuk haji kecuali dengan memakai pakaian dari mereka. Jika tidak mendapatkan, maka melakukan thawaf dengan telanjang.

Kehidupan sosial kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan lain jenis pun sangat rendah, khususnya di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sampai-sampai pada salah satu cara pernikahan mereka, seorang wanita menancapkan bendera di depan rumah. Ini merupakan tanda untuk mempersilahkan bagi laki-laki siapa saja yang ingin ‘mendatanginya’. Jika sampai melahirkan, maka semua yang pernah melakukan hubungan dikumpulkan dan diundang seorang ahli nasab untuk menentukan siapa bapaknya, kemudian sang bapak harus menerimanya.

Poligami saat itu juga tidak terbatas, sehingga seorang laki-laki bisa menikahi wanita sebanyak mungkin. Bahkan sudah menjadi hal yang biasa seorang anak menikahi bekas istri ayahnya dengan mahar semau laki-laki. Jika perempuan itu tidak mau, maka laki-laki itu akan memaksa wanita itu untuk menikah kecuali dengan siapa yang diizinkan olehnya. Sehingga dalam banyak hal, wanita terdzalimi. Sampai yang tidak berdosapun merasakan kedzaliman itu,yaitu bayi-bayi wanita yang ditanam hidup-hidup karena takut miskin dan hina.

Tentunya, kenyataan yang ada lebih dari yang tergambar di atas. Meski tidak dipungkiri di sisi lain mereka memiliki sifat atau perilaku yang baik, namun itu semua lebur dalam kerusakan agama, moral yang bejat, yang di kemudian hari seluruhnya ditentang oleh Islam dengan diutusnya Rasullallah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai pelita yang sangat terang bagi umat ini.

Sebutan Arab jahiliyah adalah sebagai gambaran terhadap masyarakat yang jauh dari etika kemanusiaan. Zaman jahiliyah juga disebut sebagai zaman kebodohan dan keterbelakangan. Sementara orang lainnya lagi menyebut zaman itu sebagai zaman kegelapan, karena masyarakatnya tidak menghargai nilai-nilai luhur.

Masyarakat Arab ketika itu terdiri atas kabilah-kabilah atau suku-suku yang selalu berebut pengaruh atau kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi. Peperangan antar suku dianggap hal biasa. Manusia dijadikan komuditas yang bisa dijual belikan. Bahkan para isteri dianggap sebagai harta kekayaan yang kemudian tatkala suaminya meninggal boleh diwariskan kepada anak-anaknya
.
Demikian pula perbudakan adalah hal biasa. Budak-budak itu dijual belikan di pasar dan bahkan ada pasar yang khusus memperjual belikan manusia lemah itu. Selain itu membunuh, termasuk membunuh anaknya sendiri dilakukan, hanya untuk mempertahankan harkat dan martabatnya sendiri. Seseorang yang memiliki anak perempuan merasa malu dan hina. Oleh karena itu, untuk menghindari perasaan malu dan hina itu, maka orang tua sampai hati membunuh anak perempuannya

Jahiliyah itu erat berkait dengan penyembahan patung, pembunuhan terhadap anak perempuan yang tak berdosa, dll. Sehingga kita akan langsung saja berkesimpulan bahwa jahiliyah adalah masa dimana Rasulullah saw belum mendapatkan wahyu dari Allah SWT. Padahal, jahiliyah bukanlah sematan untuk masa tertentu, namun ia adalah kondisi masyarakat atau peradaban yang jauh dari visi tauhid dan ketaatan terhadap syari’at atau aturan-aturan Allah subhananu wa ta’ala Jahiliyah pada masa Musa as terwujud dalam pengakuan Fir’aun sebagai tuhan bagi bangsa Mesir. Jahiliyah pada era Isa as tampil dalam bentuk pembangkangan Bani Israil juga ulamanya terhadap kerasulan Isa as yang membawa aturan hidup penyempurna dari aturan hidup Musa as sebelumnya

Kehidupan sosial kemasyarakatan dalam kaitannya dengan hubungan lain jenis pun sangat rendah, khususnya di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sampai-sampai pada salah satu cara pernikahan mereka, seorang wanita menancapkan bendera di depan rumah. Ini merupakan tanda untuk mempersilahkan bagi laki-laki siapa saja yang ingin ‘mendatanginya’. Jika sampai melahirkan, maka semua yang pernah melakukan hubungan dikumpulkan dan diundang seorang ahli nasab untuk menentukan siapa bapaknya, kemudian sang bapak harus menerimanya.

Poligami saat itu juga tidak terbatas, sehingga seorang laki-laki bisa menikahi wanita sebanyak mungkin. Bahkan sudah menjadi hal yang biasa seorang anak menikahi bekas istri ayahnya dengan mahar semau laki-laki. Jika perempuan itu tidak mau, maka laki-laki itu akan memaksa wanita itu untuk menikah kecuali dengan siapa yang diizinkan olehnya. Sehingga dalam banyak hal, wanita terdzalimi. Sampai yang tidak berdosapun merasakan kedzaliman itu,yaitu bayi-bayi wanita yang ditanam hidup-hidup karena takut miskin dan hina.

Tentunya, kenyataan yang ada lebih dari yang tergambar di atas. Meski tidak dipungkiri di sisi lain mereka memiliki sifat atau perilaku yang baik, namun itu semua lebur dalam kerusakan agama, moral yang bejat, yang di kemudian hari seluruhnya ditentang oleh Islam dengan diutusnya Rasullallah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai pelita yang sangat terang bagi umat ini.

Sebutan Arab jahiliyah adalah sebagai gambaran terhadap masyarakat yang jauh dari etika kemanusiaan. Zaman jahiliyah juga disebut sebagai zaman kebodohan dan keterbelakangan. Sementara orang lainnya lagi menyebut zaman itu sebagai zaman kegelapan, karena masyarakatnya tidak menghargai nilai-nilai luhur.

Masyarakat Arab ketika itu terdiri atas kabilah-kabilah atau suku-suku yang selalu berebut pengaruh atau kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi. Peperangan antar suku dianggap hal biasa. Manusia dijadikan komuditas yang bisa dijual belikan. Bahkan para isteri dianggap sebagai harta kekayaan yang kemudian tatkala suaminya meninggal boleh diwariskan kepada anak-anaknya
.
Demikian pula perbudakan adalah hal biasa. Budak-budak itu dijual belikan di pasar dan bahkan ada pasar yang khusus memperjual belikan manusia lemah itu. Selain itu membunuh, termasuk membunuh anaknya sendiri dilakukan, hanya untuk mempertahankan harkat dan martabatnya sendiri. Seseorang yang memiliki anak perempuan merasa malu dan hina. Oleh karena itu, untuk menghindari perasaan malu dan hina itu, maka orang tua sampai hati membunuh anak perempuannya

Jahiliyah itu erat berkait dengan penyembahan patung, pembunuhan terhadap anak perempuan yang tak berdosa, dll. Sehingga kita akan langsung saja berkesimpulan bahwa jahiliyah adalah masa dimana Rasulullah saw belum mendapatkan wahyu dari Allah SWT. Padahal, jahiliyah bukanlah sematan untuk masa tertentu, namun ia adalah kondisi masyarakat atau peradaban yang jauh dari visi tauhid dan ketaatan terhadap syari’at atau aturan-aturan Allah subhananu wa ta’ala Jahiliyah pada masa Musa as terwujud dalam pengakuan Fir’aun sebagai tuhan bagi bangsa Mesir. Jahiliyah pada era Isa as tampil dalam bentuk pembangkangan Bani Israil juga ulamanya terhadap kerasulan Isa as yang membawa aturan hidup penyempurna dari aturan hidup Musa as sebelumnya

Sejalan dengan itu di negeri inipun sebelum Islam datang, masyarakatnya hidup dengan penuh kegelapan karena kebodohannya akan agama, sehingga mereka hidup dalam kepercayaan animesme dan dinamisme, mereka melakukan penyembahan kepada selain Allah dan sangat mempercayai adanya kekuatan dari roh dan benda-benda yang mereka dewa-dewakan.

Syirik Ciri Utama Kepercayaan Masyarakat Jahiliyah

Ciri utama kepercayaan masyarakat jahiliyah adalah berbuat syirik dengan melakukan berbagai ibadah dan ketundukan kepada selain Allah, karena mereka beranggapan bahwa selain Allah subhanahu wa ta’ala ada kekuatan dan kekuasaan lain yang mampu memberikan perlindungan sehingga patut untuk dimintakan pertolongan. Perilaku masyarakat jahiliyah yang syirik tersebut antara lain :

1.Melakukan ibadah kepada selain Allah, seperti menyembah berhala

2.Memohon perlindungan kepada selain Allah dengan melakukan ibadah-ibadah yang berseberangan dengan syari’at dan tidak ada tuntutunannya, seperti memberikan sesajen kepada sesuatu yang diagungkan dan ditakuti.

3.Meminta pertolongan kepada roh-roh orang-orang yang sudah meninggal seperti kepada roh-roh orang-orang shalih yang sudah meninggal sebagai perantara atas hajatnya kepada Allah dengan mendatangi kuburnya dan melakukan berbagai ibadah diatasnya.

4.Beristighosatsah dengan selain Allah atau berdoa kepada selain Allah

5.Sikap berlebih-lebihan kepada orang-orang shalih ( pengkultusan )

6. Menyembelih hewan yang diperuntukkan kepada selain Allah

7. Bernazar kepada selain Allah

8.Bersumpah dengan nama selain Allah

9.Mengharap berkah pada pohon atau batu atau lainnya

10. Mempercayai ramalan tukang sihir dan dukun

11. Meyakini bahwa sesuatu benda mengandung kekuatan magis seperti benda-benda pusaka yang dapat mendatangkan keberkahan.

12. Meyakini sesuatu benda yang dijadikan jimat dapat memberikan perlindungan dari penyakit, menjauhkan berbagai bala dan mendatangkan rezeki

13. Mempercayai khurapat dan tahayul

14.Bertathoyyur kepada sesuatu yang dianggap mendatangkan kesialan, seperti menjadikan suara burung sebagai pertanda akan terjadinya suatu peristiwa

Islam Agama Tauhid Menghapus Syirik

Menurut Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas dalam Wikipedia Bahasa Ibdonesia bahwa Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.

Tauhid menurut ulama salafus shalih (dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.

Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah penting,seorang muslim wajib meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang keagungan tauhid sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah subahanahu

Wa Ta'aalaa:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). ( QS. An Nahl : 36 )

Firman Allah subhanahu wa ta’alan :

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS.At Taubah : 31 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quraan) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. ( QS. Az-Zumar : 2-3 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus [dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus ( QS. Al Bayyinah : 98 ).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)

Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.

Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)

Tauhid Rububiyah adalahBeriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. ( QS. Az-Zumar : 62 )

Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah :

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَل لَّا يُوقِنُونَ

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).(QS.Ath-Thuur : 35-36 )

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, :

قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

Tauhid Uluhiyah/Ibadah ialah Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah subhanahu wa ta’ala

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18).

Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu . Allah azza wa jalla berfirman :

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. ( QS. Shaad : 5 )

Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

Sedangkan tauhid Asma wa Sifat adalah beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.

Islam yang dibawa oleh Rasululluh shalallahu’alaihi wa sallam datang untuk menegakkan tauhid dan menghapus semua praktek-praktek jahiliyah dalam beraqidah, karena perilaku masyarakat jahiliyah dalam beraqidah lebih bersifat syirik, menyekutukan Allah dengan selain-nya

Perbuatan Syirik Warisan Sisa-sisa Peninggalan Jahiliyah

Meskipun Islam di Indonesia merupakan agama yang paling terbanyak dipeluk oleh masyarakat nya sejak beberapa abad yang silam, namun sangat disayangkan sisa-sisa peninggalan jahiliyah berupa tradisi adat dan budaya yang syirik masih dijadikan sebagai warisan dari leluhur oleh sebagian masyarakat . Hal ini dikarenakan mereka masih jahil dari ilmu syari’at.

Tradisi adat dan budaya yang merupakan sisa-sisa peninggalan para leluhur di masa jahiliyah yang masih dipertahankan meskipun sebenarnya nampak sekali kesyirikan di dalamnya antara lain adalah :

1.Memberikan sesembahan berupa sesajen kepada selain Allah yang disebut oleh para pelakunya sebagai penguasa bumi, laut dan gunung sebagai bentuk syukur dan terimakasih atas rezeki yang diberikan, selain itu sesembahan sesajen itu dimaksudkan pula agar para penguasa bumi, laut dan gunung tersebut tidak murka.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.(QS. Al Jin : 6 )

2.Meminta pertolongan kepada roh-roh orang-orang yang sudah meninggal seperti kepada roh-roh orang-orang shalih atau para wali yang sudah meninggal sebagai perantara atas hajatnya kepada Allah dengan mendatangi kuburnya dan melakukan berbagai ibadah diatasnya.Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabdsa :

صحيح مسلم ٨٢٧: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِأَبِي بَكْرٍ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ النَّجْرَانِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي جُنْدَبٌ قَالَ

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ

عَنْ ذَلِكَ

Shahih Muslim 827: dari Abdullah bin al-Harits an-Najrani dia berkata, telah menceritakan kepadaku Jundab dia berkata, "Lima hari menjelang Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam wafat, aku mendengar beliau bersabda, 'Aku berlepas diri kepada Allah dari mengambil salah seorang di antara kalian sebagai kekasih, karena Allah Ta'ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sungguh aku melarang kalian dari hal itu".

3.Beristighosatsah dengan selain Allah atau berdoa kepada selain Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'a) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka? (QS.Al Ahqaaf : 5 )

4.Sikap berlebih-lebihan kepada orang-orang shalih ( pengkultusan ).

Rasulullah shalallhu’alahi wa sallam bersabda :

صحيح البخاري ٣١٨٩: حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Shahih Bukhari 3189: dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhua bahwa dia mendengar 'Umar radliallahu 'anhum berkata di atas mimbar, "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan 'Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah 'abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya").

5. Menyembelih hewan yang diperuntukkan kepada selain Allah, seperti menyembelih kambing sebagai syarat untuk dimulainya pekerjaan besar seperti membuka tambang, menyembelih kerbau pada saat pemancangan pondasi atau dimulainya proyek dengan menanam kepala kerbau. Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam bersabda :

صحيح مسلم ٣٦٥٧: حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَسُرَيْجُ بْنُ يُونُسَ كِلَاهُمَا عَنْ مَرْوَانَ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْفَزَارِيُّ حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ حَيَّانَ حَدَّثَنَا أَبُو الطُّفَيْلِ عَامِرُ بْنُ وَاثِلَةَ قَالَ

كُنْتُ عِنْدَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسِرُّ إِلَيْكَ قَالَ فَغَضِبَ وَقَالَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسِرُّ إِلَيَّ شَيْئًا يَكْتُمُهُ النَّاسَ غَيْرَ أَنَّهُ قَدْ حَدَّثَنِي بِكَلِمَاتٍ أَرْبَعٍ قَالَ فَقَالَ مَا هُنَّ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ قَالَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَهُ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الْأَرْضِ

Shahih Muslim 3657: dari Abu At Thufail 'Amir bin Wastilah dia berkata, "Saya berada di samping Ali bin Abu Thalib, tiba-tiba seorang laki-laki datang menemuinya seraya berkata, "Apakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyampaikan suatu rahasia kepadamu (yang tidak diberitahukan kepada manusia)?" Abu Thufail berkata, "Ali pun marah seraya berkata, "Tidaklah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan suatu rahasia kepadaku dan tidak menyampaikannya kepada manusia, kecuali bahwa beliau pernah menyampaikan empat hal kepadaku." Abu Thufail berkata, "Laki-laki tersebut bertanya, "Apakah empat perkara itu wahai Amirul Mukminin?" Abu Thufail melanjutkan, "Ali lalu menjawab, "Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya, melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, melaknat orang yang menyembunyikan penjahat dan melaknat orang yang memindah batas tanah."

6.Mengharap berkah pada pohon atau batu atau lainnya dengan mendatanginya dengan menaburkan bunga-bungaan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَلاَ يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا وَلاَ أَنفُسَهُمْ يَنصُرُونَ

Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.(QS.Al A’raf : 192 )

7. Mendatangi dan mempercayai ramalan tukang sihir dan dukun untuk meminta sesuatu seperti kesembuhan dari penyakit, meminta pelaris, meminta dan mencari jodoh, memperoleh jabatan dan lain sebagainya.Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :

سنن أبي داوود ٣٤٠٥: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ ح و حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ حَكِيمٍ الْأَثْرَمِ عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى كَاهِنًا قَالَ مُوسَى فِي حَدِيثِهِ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ ثُمَّ اتَّفَقَا أَوْ أَتَى امْرَأَةً قَالَ مُسَدَّدٌ امْرَأَتَهُ حَائِضًا أَوْ أَتَى امْرَأَةً قَالَ مُسَدَّدٌ امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Sunan Abu Daud 3405: dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mendatangi seorang dukun kemudian membenarkan apa yang ia katakana, mendatangi isterinya saat haid, atau mendatangi istrinya lewat dubur-, maka ia telah berlepas diri dari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad."

8. Meyakini bahwa sesuatu benda mengandung kekuatan magis seperti benda-benda pusaka yang dapat mendatangkan keberkahan, batu cincin, keris

9.Menggunakan kalung, gelang dan yang semacamnya sebagai jimat karena meyakini benda yang dijadikan jimat tersebut dapat memberikan perlindungan dari penyakit, menjauhkan berbagai bala dan mendatangkan rezeki. Diriwayatkan dari ‘Imran bin Hushain radliyahu,anhu bahwasanya Nabi shalallahu’alaihi wa sallam melihat seseorang laki-laki yang ditangannya terdapat gelang dari kuningan, maka beliau bersabda :

سنن أبي داوود ٣٤٠٥: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ ح و حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ حَكِيمٍ الْأَثْرَمِ عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى كَاهِنًا قَالَ مُوسَى فِي حَدِيثِهِ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ ثُمَّ اتَّفَقَا أَوْ أَتَى امْرَأَةً قَالَ مُسَدَّدٌ امْرَأَتَهُ حَائِضًا أَوْ أَتَى امْرَأَةً قَالَ مُسَدَّدٌ امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Musnad Ahmad 19149: dari Imran bin Hushain bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat lengan seorang lelaki yang memakai gelang -menurut pendapatku ia mengatakan; (gelang) dari kuningan- Lalu beliau bersabda: "Celakalah kamu, apa maksud dari gelang ini?" Orang tersbut menjawab; "Ini untuk mengobati penyakit wahinah! Beliau bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya benda ini tidak akan menambahmu melainkan kesengsaraan, lepaskanlah ia darimu! Sebab kalau kamu mati dan benda itu masih melekat padamu, maka kamu tidak akan beruntung selamanya."

13. Mempercayai khurapat dan tahayul

14.Bertathoyyur kepada sesuatu yang dianggap mendatangkan kesialan, seperti menjadikan suara burung sebagai pertanda akan terjadinya suatu peristiwa, meyakini adanya waktu-waktu tertentu yang mengandung kesialan seperti bulan shafar. Allah ‘azza wa jalla berfirman :

فَإِذَا جَاءتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُواْ لَنَا هَـذِهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُواْ بِمُوسَى وَمَن مَّعَهُ أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ

Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang- orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al A’raf : 131 )

Firman AZllah subhanahu wa ta’ala :

قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِن ذُكِّرْتُم بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ

Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas". ( QS. Yaa Siin : 19 )

15. Didalam setiap ada upacara atau hajatan seperti pesta perkawinan selalu disediakan sesajen untuk roh-roh yang dipercaya akan mendatangkan kemudharatan apabila tidak diberikan sesajen.

16. Percaya kepada ramalan bintang-bintang.

Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :

صحيح البخاري ٣٨٣٢: حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي صَالِحُ بْنُ كَيْسَانَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ فَأَصَابَنَا مَطَرٌ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَقَالَ أَتَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَقَالَ قَالَ اللَّهُ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِي فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَبِرِزْقِ اللَّهِ وَبِفَضْلِ اللَّهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَجْمِ كَذَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ كَافِرٌ بِي

Shahih Bukhari 3832: dari Zaid bin Khalid radliallahu 'anhu ia berkata; "Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat perang Hudaibiyyah, suatu malam hujan turun. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memimpin kami shalat Shubuh, beliau menghadapkan wajahnya kepada orang-orang seraya bersabda: "Tahukah kalian apa yang sudah difirmankan oleh Rabb kalian?". Para sahabat menjawab; "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Allah berfirman: "Di pagi ini ada hamba-hambaKu yang mukmin kepadaKu dan ada pula yang kafir kepadaKu. Orang yang berkata; "Hujan turun karena karunia Allah dan rahmatNya, berarti dia telah beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang-bintang, sedangkan orang yang berkata; "Hujan turun disebabkan bintang ini atau itu, maka dia telah beriman kepada bintang-bintang dan kafir kepadaKu."

Banyak diantara kaum muslimin di negeri ini yang melakukan berbagai macam tindakan atau perbuatan sebagaimana yang dikemukakan diatas sebagai upaya untuk melestarikan radisi adat dan budaya warisan para leluhur, padahal sebenarnya mereka tiada lain hanyalah melanggengkan kesyirikan ditengah-tengah masyarakat Islam yang mengedepankan tauhid.

Orang-orang jahiliyah melakukan syirik atau penyekutuan di dalam beribadah dan berdoa kepada Allah subhanahu wata'ala. Di samping memohon kepada Allah subhanahu wata'ala mereka juga memohon kepada orang orang shaleh yang telah mati, mereka meminta syafaatnya di sisi Allah dengan persangkaan bahwa Allah dan orang-orang shalih tersebut menyintai hal itu. Perilaku orang-orang jahiliyah seperti itulah yang dipertahankan sebagai warisan oleh sebagian orang-orang yang mengaku sebagai seorang muslim.Allah subhanahu wata'ala telah berfirman:

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (QS.Yunus : 18 )

Az-Zumar (39)

-Verse 3-

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az-Zumar : 3 )

Kemusyrikan semacam ini merupakan masalah paling besar yang diingkari oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau mengajarkan keikhlasan (pemurnian/tauhid) dalam beribadah hanya kepada Allah subhanahu wata'ala semata. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberitahukan bahwa agama yang beliau bawa adalah agama seluruh rasul, dan Allah subhanahu wata'ala tidak akan menerima kecuali orang yang ikhlas. Juga menjelaskan bahwa siapa saja yang melakukan kesyirikan dengan dasar istihsan (menganggap baik) maka Allah subhanahu wata'ala mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka

Syirik sebagai menyamakan selain Allah dengan Allah dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Umumnya menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah, yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah disamping berdo'a kepada Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya.

Karena itu, barangsiapa menyembah selain Allah berarti ia meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(QS.Luqman : 13 )

Terhadap orang yang melakukan syirik terhadap Allah subhanahu wa ta’ala maka Allah tidak akan mengampuninya, jika orang tersebut meninggal dunia dalam kemusyrikannya.Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(QS.An Nisaa : 48 )


Surga-pun diharamkan atas orang musyrik.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman.

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS.Al Maidah : 72 )

Perbuatan syirik menghapuskan pahala segala amal kebaikan.
Allah Azza wa Jalla berfirman.

ذَلِكَ هُدَى اللّهِ يَهْدِي بِهِ مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.(QS.Al An’aam : 88 )

Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS.Az-Zumar:65)


Syirik adalah dosa besar yang paling besar, kezhaliman yang paling zhalim dan kemungkaran yang paling mungkar.

Kesimpulan Dan Penutup

Sesungguhnya penamaan masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Islam tidak saja terbatas pada masyarakat Arab saja, tetapi meliputi seluruh negeri termasuk di Indonesia, dimana sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam masuk ke Indonesia penduduk dinegeri ini hidup dalam alam kegelapan dan jauh dari tauhid. Setelah Islam masuk dan berkembang dengan menegakkan tauhid maka segala bentuk kesyirikan menjadi hapus. Tetapi sangat disayangkan ternyata masih ada diantara sebagian orang-orang yang tetap melestarikan tradisi, adat dan budaya yang penuh kesyirikan sebagai warisan dari para leluhur. Kondisi sedemikian masih cukup banyak terlihat dari perilaku keseharian diberbagai tempat, seperti dilakukannya upacara ritual memberikan sesajen kepada penguasa laut dalam pesta laut, pesta bumi dan berbagai ritual pemberian sesajen, mendatangi dukun dan tukang ramal, memakai jimat dll.

Perilaku syirik yang dilakukan oleh sebagian orang tersebut sesungguhnya dikarenakan oleh jahilnya mereka dengan syari’at Islam yang mengharamkan segala bentuk perbuatan yang menciderai dan bertentangan dengan tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah. ( Wallahu’alam )

Sumber :

1. Al-Qur’an dan Terjemah , software Salafi DB

2. Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, software Lidwa Pusaka

3. Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at Tamimi

4. Wikipedia Bahasa Indonesia

5. Tauhid, Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas, artikel al-Manhaj or.id

6. Kondisi Masyarakat Jahiliyah, Ustadz Qomar Suaidi, artikel asysyariah.com

7. Islam Hadirs di Masyarakat Arba Jahiliyah, Prof.DR. H.Imam Suprayogo

Diselesaikan, Kamis ba’da dhuha, 30 Rabi’ul Awwal 1433 H / 23 Pebruari 2012

( O l e h : Musni Japrie )