Rabu, 27 Februari 2013

LARANGAN ISLAM BAGI UMATNYA UNTUK MENIRU-NIRU,MENGIKUTI ATAU MENYERUPAI KAUM LAIN


Gambar : Ilustrasi


Sudah merupakan sifat dasar bawaan dalam diri manusia suka meniru-niru atau menyerupai sesuatu yang ada pada orang lain . Sehingga apapun yang oleh yang bersangkutan dipandang baik menurut seleranya maka ia tidak segan-segan untuk mengikuti . Misalnya dalam hal mode pakaian, agar tidak disebut ketinggalan mode dan zaman maka diikutilah mode tersebut meskipun mode tersebut tidaklah cocok dikenakan untuk dirinya.
Begitu pulalah yang terjadi pada kalangan kaum muslimin, ketika mereka melihat pada kaum di luar Islam melakukan sesuatu perbuatan yang tidak dikenal di dalam Islam, mereka tidak segan-segan meniru dan mengikuti apa-apa yang diperbuat oleh kalangan di luar Islam tersebut, perbuatan yang mereka tiru tersebut kemudian dijadikannya sebagai bagian dari kebiasaan, sehingga sulitlah membedakan lagi yang mana muslim dan yang mana non muslim.
Meniru-niru , mengikuti atau menyerupai kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh seseorang dalam Islam dikenal dengan sebutanTasyabbuh.

Pengertian Tasyabbuh

Adapun secara syari’at, tasyabbuh adalah penyerupaan terhadap orang-orang kafir dengan seluruh jenisnya dalam hal aqidah atau ibadah atau adat atau cara hidup yang merupakan kekhususan mereka (orang-orang kafir). perayaan/ seremonial, hari-hari besar, kebiasaan, ciri-ciri, dan akhlak yang merupakan ciri khas bagi mereka. Termasuk juga di dalamnya tasyabbuh kepada orang-orang Islam yang fasik lagi bodoh serta yang keberagamaan mereka belum sempurna.
Karenanya, semua perkara yang bukan merupakan kekhususan orang-orang kafir, bukan pula termasuk aqidah mereka, bukan pula dari adat mereka, dan bukan pula dari ibadah mereka, yang mana perkara ini tidak bertentangan dengan nash atau pokok dalam syari’at serta tidak menimbulkan mafsadah, maka perkara tersebut tidaklah teranggap sebagai tasyabbuh.

Islam Melarang Umatnya Untuk Tasyabbuh Dengan Umat Lain

Seorang muslim memiliki kepribadian sendiri yang membedakannya dan menjadikannya istimewa dari yang non muslim. Karenanya Allah Ta’ala menghendaki agar dia nampak berbeda dari selainnya dari kalangan kafir dan musyrik, demikian pula Nabi shallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan jangan sampai seorang muslim menyerupai orang kafir. Beliau sangat mengharamkan tasyabbuh kepada orang kafir dari sisi penampilan luar karena bisa mengantarkan kepada tasyabbuh dari sisi iman dan keyakinan, karenanya beliau telah melarang kaum muslimin untuk tasyabbuh dengan mereka dalam banyak hadits
Jamil bin Habib Al- Luwaihiq dalam buku beliau Tasyabbuh yang Dilarang dalam Fiqih Islam mengatakan  : bahwa ketika syariat islam berbeda dari syariat yang lain, dan kaum muslimin berbeda dengan kaum-kaum lain adalah sesuatu yang memang telah disengaja oleh Penetap Syariat. Harapannya adalah agar setiap muslim tampil dengan kondisi yang paling sempurna sesuai dengan dirinya. Hukum-hukum syari’at juga telah muncul dengan larangan untuk mengikuti bangsa bangsa kafir terdahulu dan terkini.
Tasyabbuh (latah, meniru-niru, menyerupai, mirip) secara umum adalah salah satu permasalahan yang sangat berbahaya bagi kehidupan kaum muslimin, khususnya di abad-abad belakangan ini karena meluasnya daerah interaksi kaum muslimin dengan pihak-pihak lain.
Muhammad Bin ‘Ali Adh Dhabi’i dalam bukunya Bahaya Mengekor Non Muslim menyebutkan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa Abu Daud telah meriwayatkan sebuah hadits hasan dari Ibnu ‘Umar,ia berkata bahwa Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)

Sebenarnya islam dengan seluruhnya syari’atnya sudah sempurna dan sangat lengkap untuk dijadikan panduan atau guide book oleh pemeluknya sampai-sampai hal yang sangat sepele tentang adab buang air saja sudah diajarkan. Karena sudah lengkap sudah barang tentu tidak boleh ada lagi tambahan-tambahan yang datangnya dari mana saja, termasuk tentunya mencontoh atau meniru-niru dari agama lain. Kalau memang tidak ada petunjuknya maka berarti itu memang tidak dibolehkan untuk dilakukan.
Sikap meniru-niru atau mencontoh atau menyerupai kepada kalangan agama lain oleh orang-orang islam , jauh-jauh hari telah disinyalir oleh Rasullulah shalalahu alaihi wasallam yang tergambar dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id bin Al-Khudri :

دَّثَنِي سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
و حَدَّثَنَا عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا أَبُو غَسَّانَ وَهُوَ مُحَمَّدُ بْنُ مُطَرِّفٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو إِسْحَقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ نَحْوَهُ

Telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Maisarah telah menceritakan kepadaku Zaid bin Aslam dari 'Atha bin Yasar dari Abu Sa'id Al Khudri dia berkata
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti kalian akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka.".-(HR.MUSLIM )

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahih beliau dari Abu Hurairah radhyallahu’anhu :
         
صحيح البخاري ٦٧٧٤: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ فَقَالَ وَمَنْ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ

Shahih Bukhari 6774: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibn Abu Dzi'b dari Al Maqburi dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hari kiamat tidak akan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Ditanyakan, "Wahai Rasulullah, seperti Persi dan Romawi?" Nabi menjawab: "Manusia mana lagi selain mereka itu?"

Hadits diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dalam kitab sunannya dari Ibnu Umar :

سنن النسائي ٤٩٨٦: أَخْبَرَنِي عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَنَابٍ قَالَ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ

Sunan Nasa'i 4986: Telah mengkhabarkan kepadaku Utsman bin Abdullah, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Janab, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari Ibnu Umar, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ubahlah uban kalian dan janganlah kalian meniru orang-orang Yahudi."

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.” (HR. At-Tirmizi no. 2695)

Selanjutnya disebutkan bahwa hadits diatas menetapkan haramnya meniru-niru kepada sesuatu kaum diluar islam, secara dhahir menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan kufur dan hal ini sejalan denagn hadits yang diriwayatkan darei Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“ Barang siapa menetap di negeri kaum musyrik dan aia mengikuti hari raya dan hari besar mereka, serta meniru prilaku mereka sampai mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka dihari kiamat.” ( HR.Baihaqi)

Dari hadits diatas bisa berarti bahwa meniru-niru perilaku mereka sepenuhnya menyebabkan kekafiran, sekaligus menetapkan bahwa perbuatan semacam itu haram. Atau bisa juga bermakna orang tersebut menjadi bagian dari mereka sesuai dengan kadar keterlibatannya dalam meniru mereka.

Tegasnya hadits tersebut diatas menetapkan haramnya meniru mereka . Larang ini mencakup arangan sekadar meniru sesuatu yang mereka lakukan. Barang siapa yang meniru perbuatan golongan lain yang menjadi ciri golongan tersebut, maka perbuatan semacam itu dilarang.

Dari keterangan yang telah dikemukakan diatas maka sangatlah jelas adanya dalil yang dapat dijadikan dasar dan hujjah agar kaum muslimin tidak meniru-niru, menyerupai, mirip dan ikut-ikutan dengan perilakunya mereka-mereka diluar islam. Dan secara tegas telah ditetapkan perbuatan meniru-niru kepada orang-orang diluar islam merupakan perbuatan terlarang dan diharamkan.

Dalil-Dalil Tentang Diharamkannya Tasyabbuh.

A. Dalil Umum.
1.    Dan dalam surah Al-Hadid ayat 16, Allah  berfirman:
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah mereka (kaum mukminin) seperti orang-orang telah diturunkan Al Kitab sebelumnya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata menafsirkan ayat di atas, “Karenanya, Allah telah melarang kaum mukminin untuk tasyabbuh kepada mereka dalam perkara apapun, baik yang sifatnya ushul (prinsipil) maupun yang hanya merupakan furu’ (perkara cabang)”. Tafsir Ibni Katsir (4/323-324)

2.    Nabi shallallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha` hal. 83
Dan pada hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang non muslim”.
3.    Bahkan dalam hadits Anas bin Malik radhyallahu’anhu beliau berkata, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi, jika istri mereka haid, mereka tidak mau makan bersamanya dan mereka tidak berhubungan dengannya di dalam rumah. Maka para sahabat menanyakan masalah ini kepada Nabi r sehingga turunlah ayat, ["Mereka bertanya kepadamu tentang darah haid, maka katakanlah dia adalah kotoran (najis), maka jauhilah perempuan saat haid"] (QS. Al-Baqarah: 222) sampai akhir ayat. Maka Rasulullah r bersabda, “Lakukan semuanya dengan istrimu kecuali nikah (jima’)”.
Berita turunnya ayat ini sampai ke telinga orang-orang Yahudi, lalu mereka berkata, “Laki-laki ini (Muhammad) tidak mau meninggalkan satu pun dari urusan kita kecuali dia menyelisihi kita dalam perkara tersebut“. (HR. Muslim : 1/169)
Syaikhul Islam berkata dalam Al-Iqtidha` hal. 62, “Hadits ini menunjukkan banyaknya perkara yang Allah syari’atkan kepada Nabi-Nya dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi. Bahkan hadits ini menunjukkan bahwa beliau r telah menyelisihi mereka pada seluruh perkara mereka, sampai-sampai mereka berkata, “Laki-laki ini (Muhammad) tidak mau meninggalkan satu pun dari urusan kita kecuali dia menyelisihi kita dalam perkara tersebut.”

B. Dalil Khusus.

Di sini kami akan menyebutkan beberapa perkara yang diharamkan karena merupakan tasyabbuh kepada orang-orang kafir atau kepada kaum musyrikin.
1.Larangan menjadikan kuburan sebagai masjid karena menyerupai ahli kitab. Dalam hadits Jundab bin Abdullah Al-Bajali radhyallahu’anhu ,

صحيح مسلم ٨٢٧: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِأَبِي بَكْرٍ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ النَّجْرَانِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي جُنْدَبٌ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

Shahih Muslim 827: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim dan lafazh tersebut milik Abu Bakar. Ishaq berkata, telah mengabarkan kepada kami dan Abu Bakar berkata, telah menceritakan kepada kami Zakariya' bin 'Adi dari Ubaidullah bin Amru dari Zaid bin Abi Unaisah dari Amru bin Murrah dari Abdullah bin al-Harits an-Najrani dia berkata, telah menceritakan kepadaku Jundab dia berkata, "Lima hari menjelang Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam wafat, aku mendengar beliau bersabda, 'Aku berlepas diri kepada Allah dari mengambil salah seorang di antara kalian sebagai kekasih, karena Allah Ta'ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sungguh aku melarang kalian dari hal itu".

2.    Syari’at makan sahur untuk menyelisihi ahli kitab.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

صحيح مسلم ١٨٣٦: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ جَمِيعًا عَنْ وَكِيعٍ ح و حَدَّثَنِيهِ أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ كِلَاهُمَا عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
Shahih Muslim 1836: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Laits dari Musa bin Ulay dari bapaknya dari Abu Qais Maula Amru bin Ash, dari Amru bin Ash bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perbedaan antara puasa kita dengan puasanya Ahli Kitab adalah makan sahur." Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah semuanya dari Waki' -dalam jalur lain- Dan telah menceritakannya kepadaku Abu Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb keduanya dari Musa bin Ulayy dengan isnad ini.

3.    Disyari’atkan mencukur kumis dan memelihara jenggot untuk menyelisihi kaum musyrikin.
Nabi shallallahu’alaihin wa sallam  memerintahkan dalam hadits Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-:
صحيح مسلم ٣٨٢: حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
Shahih Muslim 382: Telah menceritakan kepada kami Sahal bin Utsman telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai' dari Umar bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Selisihilah kaum musyrikin, cukurlah kumis dan peliharalah jenggot."

Berdasarkan seluruh dalil di atas dan selainnya, maka para ulama bersepakat akan haramnya tasyabbuh kepada orang-orang kafir dan musyrikin. Setelah memaparkan banyak ayat, hadits, dan perkataan para ulama yang memerintahkan untuk menyelisihi orang-orang kafir dan melarang untuk tasyabbuh kepada mereka, Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Berlandaskan dari semua yang telah kami sebutkan, diketahuilah ijma’ umat ini akan dibencinya tasyabbuh kepada ahli kitab dan orang-orang ajam (non Arab) secara umum”. (Disadur melalui kitab Jilbab Al-Mar`atil Muslimah hal. 205, karya Syaikh Al-Albani -rahimahullah-.)

Maka semua dalil di atas menunjukkan bahwa perkara tasyabbuh kepada orang-orang kafir dan musyrik bukanlah perkara yang ringan dan sepele. Bahkan menyelisihi mereka merupakan salah satu tiang dan pondasi tegaknya keislaman seseorang. Dan tidaklah seseorang muslim tasyabbuh kepada orang kafir kecuali akan hilang keislamannya disesuaikan dengan besar kecilnya tasyabbuh dia kepada orang kafir tersebut. Maka apakah ada orang yang mau mengambil pelajaran darinya?!.



Perkara-perkara yang merupakan ciri khas kaum kafir
Perkara perkara yang merupakan cirri khas kaum kafir dibagi atas 3 yaitu:
1. Perkara yang disyariatkan dalam agama kita dan juga dalam agama mereka. Atau dahulu bukan syariat mereka namun saat ini mereka kerjakan sebagaimana kita mengerjakannya, seperti: shaum ‘Asyura (10 Muharram, pen), shalat, dan shaum (puasa). Maka cara penyelisihannya adalah mengerjakannya dengan cara/ tuntunan yang berbeda dengan mereka.
Seperti mengiringkan shaum tasu’a (puasa 9 Muharram, pen) bersamaan dengan ‘Asyura, menyegerakan berbuka dan shalat maghrib, serta mengakhirkan sahur.
2. Perkara yang disyariatkan dalam agama mereka namun kemudian di-mansukh (dihapus) secara total, seperti hari Sabtu atau kewajiban shalat/ shaum tertentu. Maka diharamkan bagi kita untuk menyerupai mereka dalam perkara tersebut. Bahkan menyerupai mereka dalam perkara tersebut lebih jelek dari menyerupai mereka dalam perkara jenis pertama.
3. Perkara yang mereka ada-adakan dalam hal ibadah, adat, atau ibadah yang berkaitan dengan adat. Maka menyerupai mereka dalam jenis ini lebih jelek dari menyerupai mereka dalam dua jenis lainnya. (Diringkas dari Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, 1/437-477)
Hukum Tasyabbuh dengan Orang-Orang Kafir

Suatu amalan yang menyerupai ciri khas orang-orang kafir akan dihukumi sebagai tasyabbuh, walaupun tidak ada niatan untuk menyerupainya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Demikian pula larangan tasyabbuh dengan mereka, mencakup perkara-perkara yang engkau niatkan untuk menyerupai mereka dan juga yang tidak engkau niatkan untuk menyerupai mereka.” (Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, 1/473, lihat pula 1/219-220, 226-227, dan 272).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Telah kami sebutkan sekian dalil dari Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’, atsar (amalan/ perkataan shahabat dan tabi’in), dan pengalaman1, yang semuanya menunjukkan bahwa menyerupai mereka dilarang secara global. Sedangkan menyelisihi tata cara mereka merupakan sesuatu yang disyariatkan baik yang sifatnya wajib ataupun anjuran sesuai dengan tempatnya masing-masing.” (Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim, 1/473)

Bahaya Tasyabbuh dengan Orang-Orang Kafir

Di antara bahaya dan dampak negatif tasyabbuh adalah:
1. Bahwa partisipasi dalam penampilan dan akhlak akan mewarisi kesesuaian dan kecenderungan kepada mereka, yang kemudian mendorong untuk saling menyerupai dalam hal akhlak dan perbuatan.
2. Bahwa menyerupai dalam penampilan dan akhlak, menjadikan kesamaan penampilan dengan mereka, sehingga tidak tampak lagi perbedaan secara dzahir antara umat Islam dengan Yahudi dan Nashara (orang-orang kafir).
3. Dan bila terjadi pada hal-hal yang menyebabkan kekafiran, maka sungguh telah jatuh ke dalam cabang kekafiran.
4. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara-perkara dunia akan mewariskan kecintaan dan kedekatan terhadap mereka. Lalu bagaimana dalam perkara-perkara agama? Sungguh kecintaan dan kedekatan itu akan semakin besar dan kuat, padahal kecintaan dan kedekatan terhadap mereka dapat meniadakan keimanan seseorang.
5.“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia  termasuk dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dari shahabat Abdullah bin ‘Umar c, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6025)
(Diringkas dari kitab Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim juz 1, hal. 93, 94, dan 550)

Berbagai Perbuatan  Yang Ditiru Oleh Kaum Muslimin Dari Kaum Non Muslim

Kaum muslimin dinegeri ini dalam menjalani kehidupan sehari-harinya telah terbelenggu dengan gaya yang sama dengan cara gaya hidupnya masyarakat non muslim, sehingga secara kasat mata bila dilihat dari penampilan sehari-harinya sudah sulit membedakan apakah seseorang itu muslim atau non muslim.
Budaya, adat istiadat, perbuatan, sikap dan tingkah laku serta kebiasaan mereka-mereka non muslim sepertinya sudah menjadi budaya, adat istiadat, perbuatan, sikap, perilaku dan kebiasaan sebagian besar orang-orang muslim. Banyak contoh baik dilihat dari gaya penampilan individu, keluarga maupun dalam kelompok yang lebih luas lagi yaitu masyarakat.
Berbagai ragam perbuatan yang ditiru atau diserupai oleh kaum muslimin dari kaum diluar Islam antara lain :
1.Peringatan hari ulang tahun, Islam tidak pernah mensyari’atkan bagi umatnya agar menyelenggarakan peringatan hari ulang tahun kelahiran sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyak orang dewasa ini.Peringatan ulang tahun kelahiran tersebut adalah tradisinya orang-orang kafir.

2. Peringatan hari jadi perkawinan 25 tahun (perak) dan 50 tahun (emas) bukanlah tradisi yang disyari’atkan dalam islam, tidak ada dicontohkan dalam islam, dan semua itu hanya meniru-niru atau mengikuti kebiasaan yang dilihat oleh mereka dari kalangan masyarakat non muslim.

3. Peringatan dan  penyambutan tahun baru.Banyak orang-orang muslim yang ikut serta memperingati dan menyambut dengan pesta malam tahun baru masehi tgl 1 Januari, padalah tahun baru tersebut adalah tahun barunya bagi umat Nasrani, meskipun tahun tersebut dijadikan sebagai tahun internasional. Islam bahkan melarang umatnya untuk merayakan hari-hari besarnya orang-orang kafir.

4.Peringatan dan Penyambutan tahun baru Islam 1 Muharram. Islam samasekali tidak pernah mensyari’atkan adanya peringatan dan penyambutan tahun baru 1Muharram. Penyelenggaraan peringatan dan penyambutan tahun baru Islam tersebut tidak lain untuk menyamai orang-orang Nasrani dalam menyambut tahun baru masehi .

5.Peringatan Maulid/kelahiran Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallamyang diselenggarakan oleh sebagian kalangan kaum muslimin merupakan perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam Islam, namun penyelenggaraan tersebut pada awalnya adalah tidak lain untuk menyamai kaum Nasrani yang menyelenggarakan peringatan hari kelahiran Nabi Isa alaihissallam yang diselenggarakan tanggal 25 Desember yang dikenal sebagai hari natal.

6.Peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam pada bulan Rajab yang dilakukan oleh sebagian kalangan kaum muslimin itu sesungguhnya adalah meniru-niru atau menyerupai kaum Nasrani yang menyelenggarakan peringatan kenaikan Isa Al Masih yang dikenal dengan hari Paskah. Peringatan Isra Mi’raj yang dilakukan oleh kaum muslimin sesungguhnya bukanlah bagian dari syari’at Islam.

7. Memperingati hari kematian 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40 hari, 100 hari dan 1.000 hari sebagai tradisi yang selalu dilakukan oleh sebagian kalangan kaum muslimin, padahal  Islam tidak mensyari’atkan untuk itu. Peringatan hari kematian tersebut diatas ditiru dan diambil dari tradisi kaum Hindu.

8.Memandikan jenazah dengan air kembang, menghiasi tanduan/keranda jenazah dengan kembang dan menabur bunga diatas kuburan bukanlah bagian dari syari’at islam, melainkan ditiru serta menyerupai kaum hindu. Begitu juga menyampaikan ucapan duka dengan mengirim karangan bunga sebagai tradisi orang-orang Nasrani telah pula dilakukan oleh sebagian kaum muslimin agar menyerupai pihak Nasrani.

9. Diseputar masjid atau langgar tempat ibadahnya kaum muslim, dewasa ini marak dikembangkan kebiasaan baru berupa tembang-tembang berbagai shalawat, kasidahan, nasyid dengan diramaikan dengan gendang-gendang, dan juga diperdengarkan pula rekaman-rekaman lagu-lagu yang disebut bernuansa islam, apakah itu tidak ada bedanya dengan kegiatan ibadah kalangan nashara yang bernyanyi-nyanyi digereja mereka. Sehingga nampak sekali upaya untuk menyerupai perlilaku kalangan Nasrani

10.Membangun dan membagus baguskan serta membangun kubah pada kuburan-kuburan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin tidak ubahnya sebagaimana apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani dan Yahudi.Sehingga dengan demikian kaum muslimin meniru apa yang dilakukan oleh kaum kafir. Sesungguhnya Islam telah melarang umatnya untuk membangun, membina dan membagus-baguskan kuburan.

11.Beribadah disisi kuburan pada saat melakukan ziarah dengan membaca ayat-ayat suci al-Qur’an dan  berdoa sebagaimana yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin sebenarnya adalah meniru perbuatan kaum Yahudi. Sedangkan Islam sendiri melarang umatnya untuk melakukan ibadah di kuburan.

12. Di dalam peribadatan yang terkait dengan masalah syirik, banyak diantara orang-orang islam yang mengikuti kepercayaan mereka dari kalangan agama lain, sehingga sudah lumrah dilakukannya upacara adat pesta laut dengan melarung sesajen dan pesta bumi serta persembahan-persembahan kepada gunung, pohon-pohon besar, batu-batuan , dan juga persembahan kepada dewa-dewa berupa pemberian sesajen yang dinamakan ancak yang ditiru dari penganut agama nenek moyang berupa kepercayaan aninisme.

13.Melakukan tradisi ritual tolak bala cara yang bertentangan dengan syari’at Islam, dilakukan oleh sebagian kaum muslimin tiada lain meniru-niru atau menyerupai tradisi masyarakat jahiliyah yang animisme.

14. Banyak diantara kalangan kaum Muslimin dalam penampilan dan cara berpakaian yang meniru-niru atau menyerupai orang-orang dari kalangan kafir dengan menunjukkan auratnya terutama di kalangan kaum wanita , sedangkan aurat dalam Islam diperintahkan untuk ditutupi tidak boleh terbuka dan diperlihatkan .

15. Dalam segi pergaulan, banyak diantara kaum muslimin yang sengaja meniru-niru dan menyerupai kalangan non muslim. Dewasa kini sudah sangat sulit untuk membedakan orang-orang yang beragama Islam dengan orang-orang di luar Islam.

16.Perayaan dan penyambutan hari valentine (hari kasih sayang) merupakan tradisi kalangan kaum Nasara, namun sekarang ini banyak kalangan remaja muslim juga ikut menyelenggaraan perayaan hari valentine tersebut.

Hikmah Pelarangan Bertasyabbuh Kepada Orang-Orang di Luar Islam

Jamil bin Habib Al-Luwaihiq d idalam bukunya “ Tasyabbuh yang dilarang dalam Fiqih Islam menyebutkan bahwa pelarangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir memiliki beberapa hikmah antara lain :
Hikmah Pertama : Pelarangan bertasyabbuh kepada mereka adalah untuk pemutusan jalan yang menuju kepada kecintaan dan kecendrungan kepada mereka dan segala hal yang menjadi akibat semua itu berupa kerusakan karena menganggap baik jalan mereka. Karena telah diketahui bahwa bertasyabbuh kepada mereka dalam aspek apapun akan mewariskan kesesuaian dan kedekatan.
Kecendrungan dan kecintaan ini kadang-kadang menyebabkan berbagai kerusakan dahsyat yang kadang-kadang menyampaikan orang kepada keadaan kafir dan keluar dari islam. Oleh sebab itu datanglah syariat inhi untuk membendung jalan menuju berbagai kerusakan.

Hikmah Kedua : Sesungguhnya dalam pelarangan bertasyabbuh kepada orang –orang kafir terdapat pengamanan bagi kepemimpian,keistimewaan, dan kesempurnaan umat ini. Karena taklidnya kepada yang lain,tidak diragukan akan menghilangkan semua itu..

Hikmah ketiga : Sesungguhnya perbuatan orang-orang kafir dengan berbagai kelompoknya, tidak lepas dari kekurangan dan kerusakan . Bahkan kekurangan menjadi keharusan yang mengikat bagi perbuatan-perbuatan mereka itu
Meninggalkan bertasyabbuh kepada perbuatan perbuatan mereka adalah suatu keadaan yang sebenarnya adalah keselamatan dari apa-apa yang lekat dengan perbuatan-perbuatan mereka berupa kekurangan dan kerusakan.
Bersikap berbeda dengan mereka dalam segala perkara mereka mengandung manfaat dan kebaikan bagi kita umat islam.

Hikmah keempat : Sesungguhnya dalam meninggalkan tasyabbuh kepada orang-orang kafir, adalah wujud nyata dari makna pemutusan diri (bara) dari mereka dan kemarahan kepada mereka karena Allah Ta’ala.

Hikmah kelima : Sesungguhnya larangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir selalu menuju kepada upaya merealisir tujuan syari’at, yaitu membedakan orangh-orang kafir dari orang-orang islam agar dikenali. Apalasi mereka memiliki perbuatan-perbuatan, pakaian-pakaian, dan tradisi-tradisi khusus. Sehingga urusan mereka tidak bercampur aduk dengan urusan semua manusia sehingga orang tertipu oleh mereka karena tidak mengenal mereka. Aagar tidak ada kesempatan bagimerelka untukmenyebarkan racun mereka karena hilangnya apa-apa yang membedakan mereka dari kaum muslimin.

K e s i m p u l a n

1. Islam sebagai agama wahyu telah memiliki kesempurnaan yang paripurna, yang tidak dapat lagi diganggu gugat oleh pemeluknya dengan menambah-nambah sesuatu yang dianggap baik menurut hawa nafsu dan pikiran dengan menyerap apa-apa dari kalangan orang-orang non mulim . Islam telah memiliki aturan sampai kepada yang paling terkecil seperti adab buang air, apalagi masalah-masalah yang besar tentunya sudah digariskan. Hal-hal lain yang tidak digariskan berarti itu islam memandangnya sebagai sesuatu yang tidak ada manfaatnya bagi pemeluknya, dan islam melarang umnatnya melakukan seuatu yang tidak ada petunjuknya.

2.Meniru-niru, mencontoh, mengikuti, menyamai, menyerupai segala bentuk sikap hidup, perilaku, kebiasaan, adat istiadat, tradisi dan perbuatan orang-orang diluar islam yang dilakukan oleh umat islam dinamakan tasyabbuh.

3.Tasyabbuh merupakan perbuatan tercela dan dilarang di dalam islam sesuai dengan kaidah dan dalil-dalil hukum yang dijadikan sandaran. Karenanya sudah menjadi kewajiban bagi seluruh individu, keluarga dan masyarakat islam secara menyeluruh untuk segara meninggalkan segala bentuk apa saja yang mereka serap dari pergaulannya dengan kalangan di liar islam.

4. Syari’at islam berupa al-Qur’an dan as-sunnah Nabi shalalahu ‘alaihi wasallam sudah sangat lengkapdan memadai dalam mengatur apa dan bagaimana segala bentuk dan macam perbuatan yang harus dilakukan oleh umatnya dalam menjalankan kehidupan kesehariannya, sehingga tidak diperlukan lagi sesuatu yang datangnya dari luar.
Wallaahu Ta’ala ‘alam
Sumber bacaan :
1.Al-Qur’an dan terjemahan ,www.salafi-db
2. Ensiklopedi hadits Kitab 9 Imam www.lidwapusaka.com
3. Tasyabbuh yang Dilarang Dalam Fiqih Islam Jamil bin Habib Al-Luwaihiq.
4. Bahaya Mengekor non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’i
5. Parasit Aqidah A.D. El.Marzdedeq.
6. Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah.
7. Risalah Bid’ah Abdul Hakim bin Amir Abdat.
8. Majalah AsySyariah Edisi 011
9.Artikel www.al-atsariyyah.com
10.Artikel www.rumaysho.com
11.Artikel www.muslim.or.id

Diselesaikan waktu dhuha, Kamis 16 Rabiul Akhir 1434 H/28 Pebruari 2013
(Musni Japrie

Selasa, 26 Februari 2013

TOLAK BALA YANG TIDAK SESUAI DENGAN SYARI'AT ISLAM



Gambar : Ilustrasi

Tidak seorangpun yang namanya anak manusia menginginkan tertimpa bala dan bencana dalam kehidupan, baik untuk pribadi, anak dan isteri dan keluarganya dan tentunya termasuk pula terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Sekecil apapun bentuk bala tersebut baik berupa musibah termasuk di dalamnya sakit maupun bencana yang besar  Namun demikian meskipun demikian tidak jarang bala ataupun bencana itu datang juga menimpanya. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah datang atau terulangnya kembali bala dan bencana, baik yang bersifat upaya fisik maupun yang bersifat non fisik yaitu berupa langkah-langkah yang bersifat meminta pertolongan dengan ritual yang disebut sebagai tolak bala.
Ritual tolak bala dikalangan masyarakat di negeri ini bukanlah hal yang asing lagi, kebanyakan kalangan malahan sangat akrab dengan ritual semacam ini. Begitu banyaknya bentuk ritual tolak bala ditengah-tengah masyarakat, sehingga setiap apa saja yang dipredeksi berpeluang besar mendapatkan bala maka sebelumnya terlebih dahulu dilakukan ritual tolak bala.
Berkenaan dengan sudah memasyarakat dan mendarah dagingnya apa yang dinamakan tolak bala di kalangan muslim di negeri, maka dipandang perlu untuk mengulas tentang liku-liku ritual tolak bala ditinjau dari syari’at Islam.

Bermacam-macam Rupa Ritual Tolak Bala

Masyarakat Indonesia yang dikenal memiliki banyak suku bangsa, tentunya juga mempunyai cirri-ciri khas tertentu dalam hal-hal yang berkaitan dengan adat istiadat dan budaya serta juga dalam hal yang berkaitan dengan ritual-ritual keagamaan termasuk dalam hal ini ritual menolak bala. Seperti di kalangan Masyrakat Jawa di kenal dengan nama ruwatan.
Sesungguhnya sangatlah banyak sekali ragam dari ritual tolak bala yang sering dilakukan oleh mereka-mereka masyarakat di negeri ini termasuk mereka yang mengaku  sebagai muslim yang sebenarnya memiliki telah memiliki aturan yang mengikat yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah
.
Pada umumnya ritual tolak bala yang banyak dilakukan oleh berbagai kalangan di negeri ini pada awalnya adalah bersumber dari kepercayaan para leluhur yang diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenarasi berikutnya.
Semua orang tentu mendambakan keselamatan dan kebahagiaan, sehingga apabila ada bencana yang mengancam mereka pun berusaha menangkalnya. Dan jika bencana sudah menimpa, maka berbagai cara pun ditempuh untuk menghilangkannya. Dalam keadaan seperti ini, orang yang tidak memiliki pemahaman tauhid yang benar sangat rawan terjerumus dalam kesyirikan.
Beberapa  contoh tentang ritual tolak bala yang dilakukan oleh masyarakat yaitu antara lain :

1. Tolak bala pada saat dimulainya membangun rumah dengan mendirikan tiang soko guru yang dilaksanakan pada subuh dengan melakukan selamatan kemudian pada bagian ujung atas tiang soko guru diikatkan kain yang diberi mayang pinang.

2.Tolak bala pada saat  enempati rumah baru dengan menempatkan sesaji pada empat pojok rumah kemudian pada saat waktu magrib tiba dilakukan azan pada tiap pojokan rumah.

3Tolak bala pada saat wanita hamil dengan Ritual mandi-mandi pada kehamilan 6 bulan yang dimaksudkan agar wanita yang hamil terlepas dari hal-hal yang tidak diinginkan dan pada saat melahirkan dapat berjalan secara lancar
.
4Tolak bala dengan menanam/menguburkan ari-ari/placenta dari bayi yang  baru dilahirkan agar roh dari ari-ari tersebut tidak mengganggu bayi dan bayi terlindungi dari gangguan roh atau jin.

5.Tolak bala untuk bayi dengan memberikan gelang dari benang hitam pada kedua tangan bayi agar terhindar dari gangguan makhluk-makhluk halus atau jin yang suka mengganggu bayi.

6.Tolak bala setelah melahirkan dengan menyelenggarakan selamatan kecil ,7 hari setelah kelahiran ( pada masyarakat Banjar disebut dengan palas bidan), pada acara palas bidan ini disediakan pula sesaji ( masyarakat banjar menamakannya piduduk) berupa beras yang dimasukkan dalam baskom kecil, kemudian dilengkapi dengan kelapa, gula merah, pisang dan tidak ketinggalan telur. Sesaji ini kemudian diberikan kepada bidan yang membantu kelahiran.

7. Tolak bala setelah bayi berumur 40 hari diadakan acara naik ayun yang diawali dengan ritual tepung tawar dari air yang diberi minyak wangi dan bunga-2an, ritual ini juga dimaksudkan memberikan perlindungan kepada sibayi.

8.Tolak bala untuk bayi yang dilahirkan dalam bulan Safar dengan cara dilakukan penimbangan bayi dengan beraneka makanan, agar bayi kelak terhindar dari berbagai musibah

9.Tolak bala dari berbagai  penyakit, dimana apabila di dalam suatu rumah sering ada yang mengalami sakit maka diadakan selamatan tolak bala dengan bubur merah dan bubur putih.

10.Tolak bala untuk menyelenggarakann hajatan.Apabila akan mengadakan hajatan yang mengundang orang banyak seperti perkawinan, sebelumnya dilakukan ritual menghanyutkan/melarung sesajen yang dapat dilakukan ditempat-tempat yang berair seperti di laut, sungai, danau, kolam , selokan. Sedangkan sesajennyaberupa nasi ketan yang diberi telur. Ritual ini dimaksudkan agar selama berlangsungnya hajatan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

11.Tolak bala untuk kendaraan agar terhindar dari musibah tabrakan atau kecelakaan dengan menyiramkan air kembang yang sudah diberi mantera pada kendaraan yang baru dengan maksud agar kendaraan tersebut terhindar dari kecelakaan.

12.Tolak bala sebelum melakukan pelayaran pertama untuk kapal yang baru selesai dibuat dengan menyiramkan air kembang dengan maksud agar kapal selamat dan terhindar dari berbagai bala dan bencana.

13.Tolak bala dalam rangka pembangunan proyek-proyek jalan, jembatan, pelabuhan/dermaga , rel kereta api dan gedung-gedung bes ar serta bertingkat dengan melakukan selamatan yang dibarengi dengan menyembelih hewan ternak yang kepalanya ditanamkan dilokasi agar pekerjaan berjalan lancar dan para pekerja selamat serta terhindar dari musibah/malapetaka.

14.Tolak bala dengan menyelenggarakan selamatan dan penyembelihan hewan ternak pada saat dimulainya pekerjaan pembukaan pertambangan sehingga dengan tolak bala tersebut segala bentuk musibah dan bencana dapat dihindarkan.

15.Tolak bala dengan memberikan tumbal berupa hewan ternak untuk kawah gunung dengan maksud agar gunung tidak meletus.

16. Tolak bala sedekah bumi, bersih desa dan ritual lainnya dengan melakukan pergelaran wayang yang tidak ketinggalan menyediakan sesajen, dengan tujuan agar masyarakat terhindar dari berbagai bencana.

17.Tolak bala dengan melarungkan/menghanyutkan  sesajen dan tumbal berupa kepala hewan ternak dalam acara ritual sedekah laut agar para nelayan terhindar dari bencana dilaut pada saat berlayar mencari ikan.

18. Tolak bala untuk menghindarkan penyakit dengan secara rutin menyediakan  dan menggantungkan sesajen di pohon-pohon besar atau tempat-tempat tertentu yang dianggap ada penunggunya yang sering mengganggu manusia.

19.Tolak bala untuk menghindarkan dan melindungh rumah dan penghuninya dari hal-hal yang buruk akibat perbuatan atau ulah manusia atau jin dengan meletakkan penangkal diatas pintu masuk.

20.Tolak bala dengan memakai penangkal atau jimat agar diri terhindar dari berbagai musibah dan malapetaka serta gangguan dari jin.

Tolak Bala Dengan Berbuat Syirik

Seluruh gambaran yang berkaitan dengan ritual menolak bala yang dikemukan diatas sesungguhnya samasekali tidak menunjukkan bahwa perbuatan tersebut bersesuai dengan syari’at yang bersumber dan al-Qur’an dan as-Sunnah serta contoh dari perbuatan para sahabat dan ulama salafus shalih.
Apa-apa yang dikerjakan oleh sebagian orang untuk menolak bala atau menghindarkan diri dari berbagai musibah selama ini merupakan perbuatan bid’ah dalam agama dan bahkan termasuk perbuatan syirik. Karena semua yang mereka kerjakan bukan ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, melainkan ditujukan kepada selain Allah.
Menujukan doa dan ibadah kepada selain Allah merupakan kekafiran, kemusyrikan, dan kezaliman. Kekafiran orang yang berdoa kepada selain Allah merupakan ketetapan al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman :

وَمَن يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِندَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (QS. al-Mukminun: 117).

Berdoa kepada selain Allah pun termasuk kezaliman, bahkan kezaliman yang terbesar. Karena ibadah adalah hak Allah. Barangsiapa yang menujukan ibadah kepada selain Allah berarti dia telah menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya, dan itulah kezaliman. Hak Allah adalah hak pertama dan paling agung yang harus dipenuhi, sehingga tidak menunaikan hak Allah merupakan kezaliman yang paling besar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman: 13

Dulu orang-orang musyrik juga selalu berdoa kepada Allah, mereka berdoa kepada Allah siang dan malam. Hanya saja mereka mempersekutukan Allah di dalam doanya. Mereka berdoa kepada Allah, namun mereka juga berdoa kepada selain Allah. Apalagi dalam kondisi genting dan terjepit, mereka mengikhlaskan doanya untuk Allah semata. Walaupun tatkala Allah selamatkan mereka, mereka pun kembali berbuat syirik.
Allah ta’ala menceritakan hal itu dalam firman-Nya :

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo'a kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya [1159]; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)( .” (QS. al-’Ankabut: 65).
 K e t e r a n g a n :L
[1159] Maksudnya: dengan memurnikan keta'atan semata-mata kepada Allah.
Hal ini menunjukkan bagaimana keyakinan orang-orang musyrik di kala itu.

 Mereka meyakini bahwa dalam keadaan terjepit tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan mereka kecuali Allah. Oleh sebab itu mereka berdoa hanya kepada Allah, tidak kepada selain-Nya. Maka bandingkanlah dengan sebagian orang pada masa sekarang ini yang berdoa, memohon perlindungan dan keselamatan kepada selain Allah, baik ketika lapang maupun sempit. Alangkah bodohnya perbuatan mereka itu… Melebihi kebodohan orang-orang musyrik masa silam.
Kebodohan terhadap prinsip-prinsip dasar beragama bak kabut tebal yang menyelimuti kehidupan kaum muslimin. Semakin jauh kita dari masa kenabian, semakin dalam kita terperosok dalam kubangan kejahilan. Setiap berlalu sebuah zaman, pastilah zaman berikutnya lebih buruk. Berita yang benar, tanpa kedustaan dan keraguan, menerangkan bahwa umat Islam akan mengikuti pola kehidupan kaum Yahudi dan Nasrani, sejengkal demi sejengkal, sehasta lalu sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk mengikuti berkeloknya lubang binatang tanah, pastilah akan diikuti oleh umat Islam. Sungguh sangat menyedihkan.
Pantas sekali jika seorang muslim—yang benar-benar memahami tujuan diangkatnya Muhammad shallallahu’alaihiwa sallam  sebagai seorang nabi dan rasul—merasa sesak dada dan bersedih hati ketika menyaksikan kenyataan pahit yang menimpa umat Islam. Yang baik dianggap buruk, yang buruk diperjuangkan atas nama kebaikan. Sebagian umat tidak mampu lagi mengenal hal ma’ruf sebagai sesuatu yang ma’ruf, tidak pula mengingkari sesuatu yang mungkar. Orang jujur seringkali didustakan, sementara orang berdusta dianggap jujur. Sikap khianat pada seseorang malah terhitung amanah, sementara banyak orang yang mempertahankan amanah justru dituduh berkhianat. Sungguh benar sabda Rasulullah n.
Dari sekian macam bentuk kebodohan sekaligus upaya pembodohan umat adalah masih dipertahankannya upacara-upacara, ritual, dan perayaan dalam bentuk menyembelih hewan atau binatang untuk selain Allah ta’ala. Sesaji-sesaji yang kental dengan warna kepercayaan animisme, persembahan-persembahan yang nyata menjadi warisan dari agama Hindu dan Budha, dan tuntutan dari dukun dan paranormal untuk menyembelih jenis hewan tertentu adalah sesuatu yang akrab di telinga. Kewajiban kita adalah memerangi bentuk-bentuk kesyirikan semacam ini, yaitu penghambaan kepada makhluk yang lemah dengan mengalirkan darah hewan sembelihan.


Musibah adalah Takdir Allah

  Seluruh hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, meliputi keburukan  maupun kebaikan , telah ditetapkan melalui takdir Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan Firman-N ya :
قُلْ مَن ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُم مِّنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً وَلَا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا
Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah ( QS.Al Ahzab : 17 ).

  Sedangkan Takdir bagi manusiaitu sendiri  ditetapkan oleh Allah azza wa jalla 50.000 tahun sebelum dunia diciptakan sebagaimana sabda Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :

صحيح مسلم ٤٧٩٧: حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ الْخَوْلَانِيُّ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ قَالَ وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَهْلٍ التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا نَافِعٌ يَعْنِي ابْنَ يَزِيدَ كِلَاهُمَا عَنْ أَبِي هَانِئٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُمَا لَمْ يَذْكُرَا وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

Shahih Muslim 4797: Telah menceritakan kepadaku Abu Ath Thahir Ahmad bin 'Amru bin dari 'Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash dia berkata; "Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah telah menentukan takdir bagi semua makhluk lima puluh tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.' Rasulullah menambahkan: 'Dan arsy Allah itu berada di atas air." Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Umar; Telah menceritakan kepada kami Al Muqri; Telah menceritakan kepada kami Haiwah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Sahl At Tamimi; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam; Telah mengabarkan kepada kami Nafi' yaitu Ibnu Yazid keduanya dari Abu Hani melalui jalur ini dengan Hadits yang serupa. Namun keduanya tidak menyebutkan lafazh: "Dan 'arsy Allah itu berada di atas air."

Segala sesuatu itu sesungguhnya itu sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala berupa takdir sebagimana yang disebutkan dalam Hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :

صحيح مسلم ٤٧٩٩: حَدَّثَنِي عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ ح و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكٍ فِيمَا قُرِئَ عَلَيْهِ عَنْ زِيَادِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَاوُسٍ أَنَّهُ قَالَ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُونَ كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ قَالَ
وَسَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حَتَّى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ أَوْ الْكَيْسِ وَالْعَجْزِ

Shahih Muslim 4799: dari 'Amru bin Muslim dari Thawus dia berkata; "Saya pernah mendapati beberapa orang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan; 'Segala sesuatu itu sesuai takdirnya.' Ibnu Thawus berkata; 'Saya pernah mendengar Abdullah bin Umar mengatakan; 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Segala sesuatu itu sesuai takdirnya, hingga kelemahan dan kecerdasan (atau kecerdasan dan kelemahan.

Manusia hanyalah menjalani skenario yang telah digariskan, tidak ada campur tangan manusia di dalamnya. Segala liku-liku dan seluk beluk kehidupan baik berupa kebaikan  maupun keburukan sudah tersurat dalam takdir. Firman Allah azza wa jalla :

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.( QS.At Taghaabun : 11 )

Pada ayat lain disebutkan firman  Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ
Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (Yunus: 107)

Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam shahih Bukhari menyebutkan :

صحيح البخاري ٤٥٦٨: حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَنَازَةٍ فَأَخَذَ شَيْئًا فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِهِ الْأَرْضَ فَقَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنْ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ مِنْ الْجَنَّةِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ قَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ ثُمَّ قَرَأَ
{ فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى }
الْآيَةَ

Shahih Bukhari 4568: dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Ali radliallahu 'anhu ia berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada dalam rombongan pelayat Jenazah, lalu beliau mengambil sesuatu dan memukulkannya ke tangah. Kemudian beliau bersabda: "Tidak ada seorang pun, kecuali tempat duduknya telah ditulis di neraka dan tempat duduknya di surga." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau begitu, bagaimana bila kita bertawakkal saja terhadap takdir kita tanpa beramal?" beliau menajawab: "Ber'amallah kalian, karena setiap orang akan dimudahkan kepada yang dicipta baginya. Barangsiapa yang diciptakan sebagai Ahlus Sa'adah (penduduk surga), maka ia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan Ahlus Sa'adah. Namun, barangsiapa yang diciptakan sebagai Ahlusy Syaqa` (penghuni neraka), maka ia akan dimudahkan pula untuk melakukan amalan Ahlusy Syaqa`." Kemudian beliau membacakan ayat: "FA`AMMAA MAN `A'THAA WAT TAQAA WA SHADDAQA BIL HUSNAA (Dan barangsiapa yang memberi, dan bertakwa serta membenarkan kebaikan).."

 Sebagai makhluk yang diciptalan Allah azza wajjala,  manusia wajib mengimani bahwa apa yang telah ditakdirkan menjadi bagian yang tidak pernah meleset dan apa yang tidak ditakdirkan untuk menjadi bagian dari seseorang tidak akan didapatkan olehnya. Jalan hidup  manusia tidak pernah luput dari apa yang telah ditakdirkan sebagaimana  sabda rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :

سنن أبي داوود ٤٠٧٨: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُسَافِرٍ الْهُذَلِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ رَبَاحٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَةَ عَنْ أَبِي حَفْصَةَ قَالَ
قَالَ عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ لِابْنِهِ يَا بُنَيَّ إِنَّكَ لَنْ تَجِدَ طَعْمَ حَقِيقَةِ الْإِيمَانِ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ يَا بُنَيَّ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّي

Sunan Abu Daud 4078 dari Abu Hafshah ia berkata; Ubadah bin Ash Shamit berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, sesungguhnya engkau tidak akan dapat merasakan lezatnya iman hingga engkau bisa memahami bahwa apa yang ditakdirkan menjadi bagianmu tidak akan meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untuk menjadi bagianmu tidak akan engkau dapatkan. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena, lalu Allah berfirman kepadanya: "Tulislah!" pena itu menjawab, "Wahai Rabb, apa yang harus aku tulis?" Allah menjawab: "Tulislah semua takdir yang akan terjadi hingga datangnya hari kiamat." Wahai anakku, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa meninggal tidak di atas keyakinan seperti ini maka ia bukan dari golonganku."

  Sejalan dengan itu segala yang menimpa anak manusia itu datangnya dari Allah azza wa jalla, bukan oleh sebab yang lain.
Firman Allah azza wa jalla :

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.( QS.At Taghaabun : 11 )

 Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ

Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.(QS.Ar Ruum : 36 )

. Firman Allah ta’ala :-

قُلْ مَن ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُم مِّنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً وَلَا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah. (QS.Al Ahzab : 17)

 Tidak  ada sesuatu kekuatan ataupun kekuasaan lain selain Allah yang dapat mendatangkan kebaikan maupun keburukan , kecuali hanya Allah ta’ala sajalah yang kekuatan dan kekuasaan-Nya tidak tertandingi.Akan hal ini  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مسند أحمد ٢٥٣٧: حَدَّثَنَا يُونُسُ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ قَيْسِ بْنِ الْحَجَّاجِ عَنْ حَنَشٍ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ
حَدَّثَهُ أَنَّهُ رَكِبَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ إِنِّي مُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ وَإِذَا سَأَلْتَ فَلْتَسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ

Musnad Ahmad 2537: dari Abdullah bin Abbas bahwa ia menceritakan kepadanya; pada suatu hari ia menunggang di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Wahai anakku, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya engkau mendapatiNya di hadapanmu. Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, seandainya umat ini bersatu untuk memberi manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan padamu. Dan seandainya mereka bersatu untuk mencelakakan dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan padamu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering."

Musibah dan bencana merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صحيح مسلم ٤٧٩٧: حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ الْخَوْلَانِيُّ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ قَالَ وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَهْلٍ التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا نَافِعٌ يَعْنِي ابْنَ يَزِيدَ كِلَاهُمَا عَنْ أَبِي هَانِئٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُمَا لَمْ يَذْكُرَا وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ

Shahih Muslim 4797: Telah menceritakan kepadaku Abu Ath Thahir Ahmad bin 'Amru bin 'Abdullah bin Sarh; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Abu Hani Al Khalwani dari Abu 'Abdur Rahman Al Hubuli dari 'Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash dia berkata; "Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah telah menentukan takdir bagi semua makhluk lima puluh tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.' Rasulullah menambahkan: 'Dan arsy Allah itu berada di atas air." Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Umar; Telah menceritakan kepada kami Al Muqri; Telah menceritakan kepada kami Haiwah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Sahl At Tamimi; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam; Telah mengabarkan kepada kami Nafi' yaitu Ibnu Yazid keduanya dari Abu Hani melalui jalur ini dengan Hadits yang serupa. Namun keduanya tidak menyebutkan lafazh: "Dan 'arsy Allah itu berada di atas air."

Berlindunglah Hanya Kepada Allah

Seorang hamba yang ingin selamat dari berbagai macam musibah dan bencana hendaknya hanya berlindung dan berdoa kepada Allah. Karena hanya Allah yang menguasai segala urusan di langit dan di bumi. Dia lah yang menguasai segala manfaat dan madharat.
Isti’adzah/meminta perlindungan merupakan salah satu bentuk doa. Sementara doa adalah ibadah; sehingga tidak boleh ia ditujukan kepada selain Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سنن الترمذي ٣٢٩٣: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ ابْنِ لَهِيعَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ أَبَانَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ ابْنِ لَهِيعَةَ

Sunan Tirmidzi 3293: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr telah mengabarkan kepada kami Al Walid bin Muslim dari Ibnu Lahi'ah dari 'Ubaidullah bin Abu Ja'far dari Aban bin Shalih dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Doa adalah inti ibadah." Abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits gharib dari sisi ini, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Ibnu Luhai'ah.

Allah ta’ala berfirman :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [1327] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".(QS.Al Mu’min : 60 )

K e t e r a n g a n :
[1327] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdo'a kepada-Ku.

 Allah ta’ala berfirman ;

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh [294], dan teman sejawat, ibnu sabil [295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,(QS.An Nisaa:36)
 K e t e r a n g a n :
[294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim. [295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.

Seorang yang berdoa dan memohon perlindungan kepada selain Allah telah menujukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya. Allah ta’ala berfirman mengenai sesembahan yang diseru selain-Nya:

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُّسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ

Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan me- nurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. (QS. Fathir: 13).

 Allah ta’ala juga berfirman:

وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". (QS. Yunus: 106)

Hanya Allah Sumber Keselamatan

Seorang muslim harus yakin bahwasanya hanya Allah lah yang menguasai seluruh kebaikan dan mudharat, baik yang belum menimpa maupun yang sudah menimpa. Allah ta’ala berfirman,


وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (QS.Az-Zumar : 38 )

Ayat ini dan ayat-ayat yang semacamnya memupus ketergantungan hati kepada selain Allah dalam meraih kebaikan atau menolak madharat, dan menunjukkan bahwasanya ketergantungan hati kepada selain Allah itu termasuk perbuatan mempersekutukan-Nya.

Berserah Dirilah  Hanya Kepada Allah

Apabila kita cermati baik-baik maka ternyata kunci utama agar kita terbebas dari ketergantungan kepada selain Allah adalah dengan bertawakal kepada-Nya. Oleh karena itulah Allah memerintahkan untuk mengatakan, “Cukuplah Allah bagiku” dan Allah tegaskan bahwa orang yang bertawakal itu senantiasa menyerahkan urusannya kepada Allah ta’ala. Ini artinya orang yang tidak bertawakal kepada-Nya maka tidaklah ia disebut orang yang bertawakal. Bahkan dia telah kehilangan kesempurnaan atau bahkan seluruh imannya, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya,

قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللّهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At Taubah [9]: 51).

Dan barangsiapa yang menyerahkan urusan kepada selain-Nya maka dia akan dihinakan dan tidak akan mendapatkan apa yang diharapkannya.
Memang demikianlah keadaannya, segala yang dijadikan sandaran oleh manusia untuk mengatasi permasalahannya adalah justru berbalik menjadi sebab kelemahannya kecuali jika yang dijadikan sandaran adalah Allah ‘azza wa jalla, karena hanya Allah lah yang pantas. Dia lah satu-satunya Dzat yang menguasai langit dan bumi, kehidupan dan kematian serta keselamatan dan kebinasaan. Oleh karena itu marilah kita cermati hati kita masing-masing apakah selama ini kita memiliki ketergantungan hati kepada selain-Nya, jangan-jangan kita berkubang syirik namun kita tidak sadar dan merasa aman-aman saja. Padahal keamanan dan petunjuk hanya akan diperoleh jika kita senantiasa menjaga keimanan agar tidak terkotori kesyirikan.

Amalan  Untuk Menolak Bala Yang Sesuai Menurut Syari’at

Hidup ini tidak seindah yang dibayangkan. Banyak hal yang tidak terduga menghampiri hidup kita. Kepahitan dan kegetiran adalah warna yang memoles lembar kehidupan manusia. Meski sesungguhnya bagi orang yang beriman dunia ini adalah surga tak berperi dengan kenikmatan dan keelokannya yang tidak bertepi.
Untuk kita yang saat ini sedang dalam kubangan musibah ada baiknya kita mencoba menyisir jalan kebaikan berikut ini. Atau, kita yang sedang dihantui kegagalan, inilah amalan yang menghibur untuk menolak berbagai kemungkinan bala.
Pertama, melazimkan doa. Orang yang terbiasa dengan berdoa akan mengalir sebuah kekuatan yang mampu menjadikan dirinya tegar. Bahkan, doa adalah sebuah proteksi ampuh menstabilkan kondisi hati dengan berbagai macam keadaannya.
Disebutkan dalam hadits yang diriwsayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya Rasullullah shallallhu’alai wa sallam bersabda :

مسند أحمد ٢١٣٧٩: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عِيسَى عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرُدُّ الْقَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ

Musnad Ahmad 21379: Telah menceritakan kepada kami 'Abdur Razzaq telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Abdullah bin 'Isa dari 'Abdullah bin Abu Al Ja'd Al Asyja'i dari Tsauban pelayan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan ia memarfu'kan hadits ini pada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam, beliau bersabda; "Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa, tidak ada yang menambahi usia kecuali kebaikan dan seorang hamba benar-benar terhalang dari rizki karena dosa yang dilakukannya."

Bahkan, ada doa yang langsung dari Allah untuk menuntun kita terhindar dari berbagai ujian, musibah, dan bala. Sebagaimana firman-Nya :

لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS al-Baqarah [2]: 286).

Kedua, kesungguhan takwa. Banyak disebut oleh berbagai ayat bahwa kesungguhan dan keseriusan dalam ketakwaan mengantarkan ke tangguhan spiritual dalam menyelesaikan setiap kesulitan hidup. Ini artinya semangat takwa menghindarkan sebuah peristiwa buruk dalam hidup manusia.


وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(QS alThalaq [65]: 2-3).

Ketiga, rida orang tua. Doa dan restu mereka mengantarkan kepada sejuta kebaikan, yang kita unduh tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Keramat terampuh di dunia ini tidak lain doa dan restu orang tua. “Rida Allah ada pada rida orang tua dan murka-Nya ada pada murka kedua orang tua,“ demikian sabda Nabi Muhammad SAW riwayat al-Hakim.

Keempat, sedekah. Keutamaan sedekah sudah banyak yang menyebutkan. Bahkan, secara terang sebuah hadis mengisyaratkan, “Sedekah itu benar-benar menolak bala.“(HR Thabrani dari Abdullah ibnu Mas’ud). Karena, agama adalah amal. Maka, nikmat dan kelezatan beragama akan berasa jika kita benar-benar mengamalkan. Karena itu, saatnya kita buktikan dengan amal nyata. Kita bersedekah pasti ada proteksi bala yang langsung Allah desain.

Kelima, istighfar. Istighfar sangat berperan dalam mencegah bala sebagaimana firman Allah ta’ala :

وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun [608] (QS. Al Anfal : 33 )

[608] Di antara mufassirin mengartikan "yastagfiruuna" dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang muslim yang minta ampun kepada Allah.

Keenam,
silaturahim, lalu selalu berzikir dan membaca shalawat. “Petir menyambar kafir juga mukmin, tetapi petir tidak akan menyambar orang yang sedang berzikir.”

Kesimpulan dan Penutup

Semua orang tentu sangat mendambakan berada dalam zona aman yang terliputi kebaikan dan kebahagiaan, sehingga apabila ada bencana yang mengancam mereka pun berusaha menangkalnya.
Dan, jika bencana sudah menimpa, berbagai cara pun ditempuh untuk menghilangkannya. Dalam keadaan seperti ini, orang yang tidak memiliki pemahaman tauhid yang benar sangat rawan terjerumus dalam kesyirikan. Sehingga banyak diantara orang-orang muslim yang melakukan ritual-ritual dan upaya untuk menolak bala dengan melakukan hal-hal yang tidak bersesuaian dengan  syar’i sebagaimana yang telah ditetapkan Allah dan as-Sunnah
Seorang Muslim harus meyakini bahwa hanya Allah yang menguasai seluruh kebaikan dan mudharat, baik yang belum maupun yang sudah menimpa. Karenanya dalam menghadapi segala bentuk musibah, bala dan bencana hendaknya berserah diri kepada Allah dan melakukan hal-hal yang dianjurkan. Tinggalkanlah segala macam kesyirikan, karena kesyirikan akan menambahkan beban penderitaan bagi manusia.(Wallahu a’alam _)
S u m b e r :
1.Al-Qur’an dan Terjemahan , www.salafi-db
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, www.lidwapusaka.com
3.Artikel www.muslim.or.id
4.Artikel www.rumaysho.com
5.Artikel Dakwah Tauhid
6.Hikmah Harian Republika.
Samarinda, 15 Rabiul Akhir 1434 H / 26 Pebruaru 2013
(Musni Japrie )