Sudah merupakan tradisi pada setiap tempat ibadah ( masjid,
langgar, surau atau mushalla) sebelum jama’ah membubarkan diri dari selesainya
melakukan shalat fardhu berjamaah, imam dan jama’ah saling
berjabatan tangan dengan membentuk barisan setengah lingkaran.Biasanya salah
seorang jama’ah yang berada dibelakang imam terlebih dahulu menjabat tangan
imam lalu kemudian berdiri disamping imam untuk menerima jabatan tangan dari
jama’ah lainnya, demikian seterusnya sampai seluruh jama’ah saling berjabatan
tangan satu sama lain.
Dipandang dari sisi saling bersilaturahim antar sesama jama’ah
mungkin saja saling berjabatan tangan setelah selesai shalat fardhu berjamaah
tersebut dianggap sebagai sebuah kebaikan. Namun anggapan sebuah kebaikan
itu belumlah dikatakan baik apabila
tidak bersesuaian dengan as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam.
Pada kesempatan ini secara sepintas dibahas tentang bagaimana
seharusnya sikap seorang muslim ketika memasuki masjid mendapatkan ada orang
lain yang sudah terlebih dahulu berada dalam masjid.
Mengucapkan Salam dan
Berjabatan Tangan Ketika Bertemu Dengan Sesama Muslim
Mengucapkan salam dan berjabat tangan kepada sesama Muslim
adalah perkara yang terpuji dan disukai dalam Islam. Dengan perbuatan ini hati
kaum Muslimin dapat saling bersatu dan berkasih sayang di antara mereka. Sunnah
ini sudah lama diamalkan oleh para sahabat -radhiyallahu ‘anhum-.
Mendoakan keselamatan
sesama muslim ketika bertemu dan berjabatan tangan adalah sebagai bentuk
manifestasi ( wujud ) dari silaturahim , sebagaimana juga yang dilakukan oleh
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam .
Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam mencontohkan bagaimana
beliau ketika berjumpa dengan seseorang, beliau menjabat tangan orang tersebut
dan mengucapkan salam ( mendoa’kan), sebagaimana disebutkan dalamsebuah hadits
:
سنن النسائي ٢٦٧: أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا
جَرِيرٌ عَنْ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا لَقِيَ
الرَّجُلَ مِنْ أَصْحَابِهِ مَاسَحَهُ وَدَعَا لَهُ قَالَ فَرَأَيْتُهُ يَوْمًا بُكْرَةً
فَحِدْتُ عَنْهُ ثُمَّ أَتَيْتُهُ حِينَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُكَ
فَحِدْتَ عَنِّي فَقُلْتُ إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا فَخَشِيتُ أَنْ تَمَسَّنِي فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ
Sunan Nasa'i 267: dari Abu
Burdah dari Hudzaifah berkata; "Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bertemu dengan sahabatnya, maka beliau bersalaman dan mendoakannya.
Kemudian Hudzaifah berkata, "Pada suatu hari aku bertemu dengan beliau
shallallahu 'alaihi wasallam, maka aku segera menghindar darinya. Kemudian aku
mendatanginya saat matahari telah tinggi, dan beliau shallallahu 'alaihi
wasallam berkata kepadaku, 'Aku melihatmu terburu-buru menghindar dariku? ' Aku
berkata, "Aku sedang junub. Aku khawatir engkau menyentuhku! ' Beliau lalu
bersabda: ' Orang muslim itu tidak najis."
Diriwayatkan bahwa Qotadah berkata, “Aku bertanya kepada Anas
bin Malik -radhiyallahu ‘anhu-, “Apakah
ada jabat tangan di kalangan sahabat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam-?” Anas berkata, “Ya, ada”.[HR. Al-Bukhoriy dalam Ash-Shohih (5908),
Abu Ya’la dalam Al-Musnad (2871), Ibnu Hibban (492), dan Al-Baihaqiy dalam
Al-Kubra (13346)].
Sunnah ini dilakukan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ,
dan para sahabatnya ketika mereka bertemu dan berpisah. Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda,
سنن الترمذي ٢٦٥١: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ وَإِسْحَقُ بْنُ
مَنْصُورٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ الْأَجْلَحِ عَنْ أَبِي
إِسْحَقَ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ
مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ أَبِي
إِسْحَقَ عَنْ الْبَرَاءِ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ الْبَرَاءِ مِنْ غَيْرِ
وَجْهٍ وَالْأَجْلَحُ هُوَ ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُجَيَّةَ بْنِ عَدِيٍّ الْكِنْدِيُّ
Sunan Tirmidzi 2651: dari
Al Barra` bin 'Azib ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidaklah dua orang muslim yang bertemu kemudian saling berjabat
tangan, kecuali dosa keduanya akan diampuni sebelum berpisah." Abu Isa
berkata; Hadits ini hasan gharib dari hadits Abu Ishaq dari Al Barra`. Dan hadits
ini diriwayatkan dari Al Barra` dari jalur sanad lain. Al 'Ajlah adalah Ibnu
Abdullah bin Hujayyah bin Adi Al Kindi.
Dihadits lain disebutkan hadits Rasullullah shalallahu’alahi wa
salam tentang bagaimana seorang mukmin
jika bertemu dengan mukmin lainnya :
“Sesungguhnya seorang
mukmin jika bertemu dengan seorang mukmin, dan mengambil tangannya, lalu ia
menjabatinya, maka akan berguguran dosa-dosanya sebagaimana daun pohon
berguguran”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (245). Hadits ini
di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no.2720)]
Hadits yang lainnya menyebutkan :
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا تَلاَقَوْا
تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا.
“Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (2719)]
Dalam
sebuah hadits, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
سنن أبي داوود
٤٥٢٤: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
إِذَا لَقِيَ
أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ فَإِنْ حَالَتْ بَيْنَهُمَا شَجَرَةٌ أَوْ
جِدَارٌ أَوْ حَجَرٌ ثُمَّ لَقِيَهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ أَيْضًا
قَالَ مُعَاوِيَةُ
و حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ بُخْتٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ
سَوَاءٌ
Sunan Abu
Daud 4524: dari Abu Hurairah ia berkata,
"Jika salah seorang dari kalian bertemu dengan saudaranya hendaklah ia
mengucapkan salam, jika kemudian keduanya terhalang oleh pohon, atau tembok,
atau batu, lalu bertemu kembali, hendaklah ia ucapkan salam lagi kepadanya."
Dalam
hadits tersebut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm memerintahkan kepada
kaum muslimin agar mengucapkan salam kepada saudaranya ketika bertemu, karena
dapat mempererat persatuan, menghilangkan kebencian dan menumbuhkan rasa cinta.
Namun perintah dalam hadits tersebut untuk menunjukkan sunnah, dalam arti
sebagai anjuran dan penekanan.
Berdasarkan
keterangan-keterangan diatas maka seyogyanyalah sesama muslim ketika saling
bertemu hendaknyalah mengucapkan salam dan berjabatan tangan sebagai sebuah sunnah
yang diwariskan oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam.
Dalam Shahih Muslim disebutkan: Dari Abu
Hurairah radiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Kalian tidak akan masuk surga sehingga
kalian beriman, dan tidak dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai.
Salah satu bentuk kecintaan adalah menebar salam antar sesama muslim.”
Di dalam hadits tersebut Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan diantara syarat masuk surga adalah keimanan
kemudian menggantungkan keimanan dengan saling cinta-mencintai sesama muslim,
dan itu semua tidak akan terwujud kecuali dengan salah satu caranya, yaitu
menebarkan salam antara sesama muslim.
Mengucapkan Salam Dan
Berjabatan Tangan Ketika Berjumpa di Masjid
Menyampaikan ucapan salam, tanpa membedakan orang yang disalami,
baik ia di dalam atau di luar masjid. Bahkan Sunnah yang shahih telah
menunjukkan disyari’atkannya mengucapkan salam kepada orang yang di dalam
masjid, baik orang itu sedang shalat ataupun tidak. Hal ini ditunjukkan oleh
hadits Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam sebagai dalil disyari’atkan
memberi salam ketika memasuki masjidari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu :
صحيح البخاري ٧٥١: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ
أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ
الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ السَّلَامَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ
فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
ثَلَاثًا فَقَالَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ
فَعَلِّمْنِي قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا
تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ
سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
Shahih Bukhari 751: dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke
dalam Masjid, lalu ada seorang laki-laki masuk ke dalam Masjid dan shalat,
kemudian orang itu datang dan memberi salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab salamnya kemudian
bersabda: "Kembali dan ulangilah shalatmu, karena kamu belum shalat!"
Orang itu kemudian mengulangi shalat dan kembali datang menghadap kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam sambil memberi salam. Namun beliau kembali
bersabda: "Kembali dan ulangilah shalatmu karena kamu belum shalat!"
Beliau memerintahkan orang ini sampai tiga kali dan akhirnya, sehingga ia
berkata, "Demi Dzat yang mengutus tuan dengan kebenaran, aku tidak bisa
melakukan yang lebih baik dari itu. Maka ajarilah aku." Beliau pun bersabda:
"Jika kamu mengerjakan shalat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang
mudah dari Al Qur'an. Kemudian rukuklah hingga benar-benar rukuk dengan tenang,
lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, setelah itu sujudlah
sampai benar-benar sujud, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga benar-benar
duduk, Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, Kemudian lakukanlah
seperti cara tersebut di seluruh shalat (rakaat) mu."
Ucapan salam ini diucapkan, tanpa membedakan orang yang
disalami, baik ia di dalam atau di luar masjid. Bahkan Sunnah yang shahih telah
menunjukkan disyari’atkannya mengucapkan salam kepada orang yang di dalam
masjid, baik orang itu sedang shalat ataupun tidak.
Syaikh Al Albani menyatakan,”Hadits ini dijadikan dalil oleh
Shidiq Hasan Khan dalam kitab Nazlu Al Abrar, bahwa apabila ada seseorang
mengucapkan salam kepada orang lain (dalam jarak yang jauh-red), kemudian
menemuinya dalam jarak yang lebih dekat, maka disunnahkan baginya untuk
mengucapkan salam lagi, baik yang kedua ataupun yang ketiga kalinya.”
Al Albani juga mengatakan,”Dalam hadits ini terdapat dalil
disyari’atkannya mengucapkan salam kepada orang yang berada di dalam masjid.
Masalah ini telah ditunjukkan oleh hadits, berkaitan dengan sahabat dari
kalangan Anshar yang mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam di masjid Quba, sebagaimana penjelasan di atas. Meskipun demikian, pada
saat yang sama, kita dapati sebagian orang yang fanatik, tidak mau mengindahkan
Sunnah ini. (Misalnya) ada seseorang di antara mereka yang masuk masjid namun
tidak mengucapkan salam kepada orang yang berada di masjid, karena ia mengira,
mengucapkan salam kepada orang yang berada di masjid makruh (dibenci) hukumnya
Tentang memberi salam kepada orang dalam masjid yang sedang
melakukan shalat diksebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar
radhyallahu’anhu :
سنن أبي داوود ٧٩٠: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ مَوْهَبٍ
وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ أَنَّ اللَّيْثَ حَدَّثَهُمْ عَنْ بُكَيْرٍ عَنْ نَابِلٍ
صَاحِبِ الْعَبَاءِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ صُهَيْبٍ أَنَّهُ قَالَ
مَرَرْتُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
يُصَلِّي فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ إِشَارَةً قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا قَالَ
إِشَارَةً بِأُصْبُعِهِ
وَهَذَا لَفْظُ حَدِيثِ قُتَيْبَةَ
Sunan Abu Daud 790: ` dari
Ibnu Umar dari Suhaib dia berkata; "Aku melewati Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, sementara beliau dalam keadaan shalat, lalu aku mengucapkan
salam kepadanya, dan beliau menjawabnya dengan isyarat." Nabil berkata;
"Aku tidak mengetahui kecuali Ibnu Umar berkata; 'Bahwa isyarat beliau
dengan
menggunakan jari
jemarinya." Lafadz hadits ini dari Qutaibah.
Hadits lain juga menyebutkan hal yang serupa dimana Ibnu Umar
menceritakan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju masjid Quba
untuk shalat, lalu para sahabat Anshar datang dan mengucapkan salam kepada
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal Beliau Shallallahu 'alaihi wa
salalm sedang melakukan shalat.
Diriwayatkan
pula sebuah hadits dari Ibnu Umar radhyallahu’anhu ia berkata: “Aku bertanya kepada Bilal. Bagaimana engkau
melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salam, ketika mereka
mengucapkan salam kepadanya, padahal Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
sedang shalat?” Bilal menjawab,”Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawabnya demikian, sembari membentangkan telapak tangannya, -Ja’far bin Aun
pun membentangkan tapak tangannya, menjadikan perut tapak tangannya di bawah
dan punggung tapak tangannya di atas-.” (Dikeluarkan
oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya, no. 927 dan Ahmad dalam Al Musnad (2/30) dengan
sanad shahih berdasarkan syarat Imam Bukhari dan Muslim. Lihat Silsilah Ahadits
Ash Shahihah, no. 185.
Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih berpendapat seperti hadits
ini. Al Marwazi mengatakan,”Aku bertanya kepada Ahmad bin Hambal. Apakah ia
memberikan salam kepada sekelompok orang, padahal mereka sedang shalat?” Ia
berkata,”Ya,” Lalu beliau rahimahullah menyampaikan kisah Bilal ketika ditanya
Ibnu Umar tentang cara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salam?” Ia
berkata,”Dengan menggunakan isyarat.”
Pendapat inilah yang dipilih Al Qadhi Ibnu Al Arabi. Beliau
mengatakan, adakalanya isyarat dalam shalat berfungsi untuk menjawab salam,
karena adanya perintah yang turun (wahyu) berkaitan dengan shalat, namun
adakalanya pula isyarat itu dilakukan karena adanya kebutuhan lain yang
dihadapi oleh orang yang tengah shalat. Jika isyarat itu untuk menjawab salam,
maka dalam masalah ini terpadat atsar (riwayat) shahih, misalnya seperti
perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di masjid Quba dan lainnya
Syaikh Bin Baz menyebutkan bahwa :Disukai bersalaman ketika berjumpa di masjid atau di dalam
barisan, jika keduanya belum bersalaman sebelum shalat maka bersalaman
setelahnya, hal ini sebagai pelaksanaan sunnah yang agung itu disamping karena
hal ini bisa menguatkan dan menghilangkan permusuhan.
Kemudian jika belum sempat bersalaman sebelum shalat fardhu, disyariatkan untuk bersalaman setelahnya, yaitu setelah dzikir yang masyru’. Sedangkan yang dilakukan oleh sebagian orang, yaitu langsung bersalaman setelah shalat fardu, tepat setelah salam kedua, saya tidak tahu dasarnya. Yang tampak malah itu makruh karena tidak adanya dalil, lagi pula yang disyariatkan bagi orang yang shalat pada saat tersebut adalah langsung berdzikir, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah shalat fardhu.
Adapun shalat sunnah, maka disyariatkan bersalaman setelah salam jika sebelumnya belum sempat bersalaman, karena jika telah bersalaman sebelumnya maka itu sudah cukup.
Kemudian jika belum sempat bersalaman sebelum shalat fardhu, disyariatkan untuk bersalaman setelahnya, yaitu setelah dzikir yang masyru’. Sedangkan yang dilakukan oleh sebagian orang, yaitu langsung bersalaman setelah shalat fardu, tepat setelah salam kedua, saya tidak tahu dasarnya. Yang tampak malah itu makruh karena tidak adanya dalil, lagi pula yang disyariatkan bagi orang yang shalat pada saat tersebut adalah langsung berdzikir, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah shalat fardhu.
Adapun shalat sunnah, maka disyariatkan bersalaman setelah salam jika sebelumnya belum sempat bersalaman, karena jika telah bersalaman sebelumnya maka itu sudah cukup.
Bid’ahnya
Berjabatan Tangan Selesai Salam Dari Shalat Fardu
Memberi salam dan berjabatan tangan adalah
sebuah perbuatan sunnah yang dilakukan ketika baru saling bertemu seperti
ketika memasuki masjid, namun apa yang terjadi jika perbuatan terpuji ini
dilakukan tidak pada tempat yang semestinya?! Yaitu langsung berjabatan tangan
seketika selesai mengucapkan salam pasda shalat fardhu sebagaimana yang banyak
dilakukan orang dewasa ini. Tidak ada kebaikan yang didapat, bahkan pelanggaran
syari’atlah yang terjadi, dan perpecahan, karena ada sebagian jama’ah, jika
selesai sholat, ia langsung menjabati tangan orang. Jika tidak dilayani
jabatan, maka ia marah, dan jengkel kepada saudaranya yang tak mau jabatan
setelah sholat.
Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman
Al-Jibrin-hafizhohullah- berkata, “Mayoritas orang yang shalat mengulurkan
tangan mereka untuk berjabat tangan dengan orang di sampingnya setelah salam
dari shalat fardlu dan mereka berdoa dengan ucapan mereka ‘taqabbalallah’.
Perkara ini adalah bid’ah yang tidak pernah dinukil dari Salaf”. [Lihat Majalah
Al-Mujtama’ (no. 855)].
Bagaimana mereka melakukan hal itu sedangkan
para peneliti dari kalangan ulama telah menukil bahwa jabat tangan dengan tata
cara tersebut (setelah salam dari shalat) adalah bid’ah? Suatu perbuatan yang
tak ada contohnya dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , dan para
sahabatnya. Tragisnya lagi, jika ada diantara kaum muslimin yang menganggap
jabat tangan sebagai sunnah, apalagi wajib, sehingga mereka membenci saudaranya
yang tak mau berjabatan tangan habis sholat dengan berbagai macam dalih, bahwa
yang tidak berjabat tangan menganggap orang lain najis, benci kepada
saudaranya, tidak ada rasa ukhuwahnya, dan kekompakan, serta anggapan dan buruk
sangka lainnya. Padahal saudaranya tidak mau berjabatan tangan usai sholat
karena ia tahu hal ini tak ada contoh jika dilakukan habis sholat, bahkan itu
merupakan bid’ah.
Al ‘Izz bin Abdus Salam Asy-Syafi’iy (ulama
abad pertengahan, -ed.) -rahimahullah- berkata, “Jabat tangan setelah shalat
Shubuh dan Ashar termasuk bid’ah, kecuali bagi yang baru datang dan bertemu
dengan orang yang menjabat tangannya sebelum shalat. Maka sesungguhnya jabat
tangan disyaratkan tatkala datang. Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam
berdzikir setelah shalat dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan dan
beristighfar tiga kali kemudian berpaling. Diriwayatkan bahwa beliau berdzikir:
رَبِّ قِِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ
عِبَادَكَ
“Wahai Rabbku, jagalah saya dari adzab-Mu pada
hari Engkau bangkitkan hamba-Mu.” [HR. Muslim 62, Tirmidzi 3398 dan 3399, dan
Ahmad dalam Al-Musnad (4/290)]. Kebaikan seluruhnya adalah dalam mengikuti
Rasul”.
[Lihat Fatawa Al ‘Izz bin Abdus Salam
(hal.46-47), dan Al-Majmu’ (3/488)].
Al Luknawiy -rahimahullah- berkata, “Sungguh
telah tersebar dua perkara di masa kita ini pada mayoritas negeri, khususnya di
negeri-negeri yang menjadi lahan subur berbagai bid’ah dan fitnah.
Pertama, mereka tidak mengucapkan salam ketika
masuk masjid waktu shalat Shubuh, bahkan mereka masuk dan shalat sunnah
kemudian shalat fardlu. Lalu sebagian mereka mengucapkan salam atas sebagian
yang lain setelah shalat dan seterusnya. Hal ini adalah perkara yang jelek
karena sesungguhnya salam hanya disunnahkan tatkala bertemu sebagaimana telah
ditetapkan dalam riwayat-riwayat yang shahih, bukan tatkala telah duduk.
Kedua, mereka berjabat tangan setelah selesai
shalat Shubuh, Ashar, dan dua hari raya, serta shalat Jum’at. Padahal
pensyariatan jabat tangan juga hanya di saat awal bersua”.
[Lihat As-Si’ayah fil-Kasyf Amma fi Syarh
Al-Wiqayah (hal. 264)].
Dari perkataan beliau dapat dipahami bahwa
jabat tangan antara dua orang atau lebih yang belum berjumpa sebelumnya tidak
ada masalah. Muhaddits Negeri Syam, Syaikh Al Albaniy -rahimahullah- berkata
dalam As-Silsilah As-Shahihah (1/1/53), “Adapun jabat tangan setelah shalat
adalah bid’ah yang tidak ada keraguan padanya, kecuali antara dua orang yang
belum berjumpa sebelumnya. Maka hal itu adalah sunnah sebagaimana Anda telah
ketahui”.
Larangan berjabat tangan setelah melaksanakan
sholat merupakan perkara yang dilarang oleh para ulama’. Oleh karena itu,
sebuah kesalah besar, jika di antara kaum muslimin yang membenci saudaranya
jika tidak melayaninya berjabatan tangan, dan menganggapnya pembawa aliran
sesat. Padahal mereka yang tak mau berjabatan tangan saat usai sholat memiliki
sandaran dari Al-Kitab dan Sunnah, serta ucapan para ulama’.
Al-Allamah Al-Luknawiy-rahimahullah- berkata,
“Di antara yang melarang perbuatan itu (jabat tangan setelah sholat), Ibnu
Hajar Al-Haitamiy As-Syafi’iy, Quthbuddin bin Ala’uddin Al-Makkiy Al-Hanafiy,
dan Al-Fadhil Ar-Rumiy dalam Majalis Al-Abrar menggolongkannya termasuk dari
bid’ah yang jelek ketika beliau berkata, “Berjabat tangan adalah baik saat
bertemu. Adapun selain saat bertemu misalnya keadaan setelah shalat Jum’at dan
dua hari raya sebagaimana kebiasaan di jaman kita adalah perbuatan tanpa
landasan hadits dan dalil! Padahal telah diuraikan pada tempatnya bahwa tidak
ada dalil berarti tertolak dan tidak boleh taklid padanya.” [Lihat As-Si’ayah
fil Kasyf Amma fi Syarh Al-Wiqayah (hal. 264), Ad-Dienul Al-Khalish (4/314),
Al-Madkhal (2/84), dan As-Sunan wa Al-Mubtada’at (hal. 72 dan 87)].
Beliau juga berkata, “Sesungguhnya ahli fiqih
dari kelompok Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Malikiyah menyatakan dengan tegas
tentang makruh dan bid’ahnya.” Beliau berkata dalam Al Multaqath ,“Makruh
(tidak disukai) jabat tangan setelah shalat dalam segala hal karena shahabat
tidak saling berjabat tangan setelah shalat dan bahwasanya perbuatan itu
termasuk kebiasaan-kebiasaan Rafidhah.” Ibnu Hajar, seorang ulama Syafi’iyah
berkata, “Apa yang dikerjakan oleh manusia berupa jabat tangan setelah shalat
lima waktu adalah perkara yang dibenci, tidak ada asalnya dalam syariat.”.
Beliau berkata, “Pendapat saya, sesungguhnya mereka telah sepakat bahwa jabat
tangan (setelah shalat) ini tidak ada asalnya dari syariat
Kesimpulan/Penutup
Mengucapkan
salam dan berjabatan tangan ketika bertemu dengan sesama muslim tidak saja
terbatas tempat dan waktunya tetapi dilakukan dimana-mana saja termasuk ketika
memasuki masjid. Mengucapkan salam ketika memasuki masjid adalah sunnah karena
dilakukan oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam dan para sahabar
radhyallahu’anhu
Memberi
salam dan berjabatan tangan ketika memasuki masjid dapat dilakukan sampai
kedalam barisan saf sebelum bertakbir. Apabila belum sempat mengucapkan salam
dan berjabatan tangan dapat dilakukan
setelah salam dari shalat sunaa.
Adapun
selesai salam dari shalat fardhu langsung berjabatan tangan dengan sesama
jama’ah yang ada disebelah menyebelah tempat duduk merupakan perbuatan bid’ah,
karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasullullah shallahhu’ alaihi wa sallam
maupun oleh para sahabat. Namun apabila sebelum shalat tidak sempat berjabatan
tangan kiranya dapat dilakukan setelah selesai dari membaca dzikir yang
diperintahkan.
( Wallaahu’alam )
Sumber:
3.Fatwa-Fatwa
Terkini. Darul Haq
4 majalah As-Sunnah Edisi
06/Tahun VIII/1425H/2004M.
5Artikel
.www.darussallam.wordpress.com.
6Artikel
www.muslim.or.id
Selesai
disusun, menjelang dzuhur, Kamis 4 Dzulqaidah 1433 H/20 September 2012
(
Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar