Kamis, 18 Oktober 2012

LARANGAN ISLAM BAGI UMATNYA UNTUK MENIRU, MENGIKUTI,MENYERUPAI SEGALA TRADISI,PERILAKU,SIKAP, HIDUP DAN PERBUATAN KAUM SELAIN ISLAM



1.P e n d a h u l u a n
Islam sebagai agama mempunyai ketetapan berupa syari’at yang wajib ditaati dan diikuti oleh pemeluknya, dimana syari’at yang digariskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui al-Qur’an dan as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam berbeda dengan syari’at agama lainnya, baik dalam segi ibadah maupun muamalah termasuk tata dan pola dan perilaku kehidupan sehari-hari.
Namun ternyata dewasa ini banyak sekali muncul perilaku umat Islam yang mengekor  kepada perilaku umat lain diluar Islam.Gambaran nyata yang disebutkan diatas adalah realita yang tidak dapat dipungkiri, karena ternyata mereka-mereka yang mengaku dirinya sebagai penganut islam penampilannya sudah menyatu dengan penampilan mereka-mereka yang non muslim, dan sudah sulit membedakannya satu sama lainnya.

Tidak hanya dari segi penampilan saja yang sulit membedakan antara kalangan umat islam dengan mereka-mereka diluar islam, bahkan dari segi kebiasaan, perbuatan dan tradisi dalam kehidupan sehari-hari juga tidak nampak menonjol ciri khas keislamannya.Hal sedemikian karena apa-apa yang menjadi ciri khas orang –orang diluar islam dalam kehidupan sehari-harinya juga telah dilakukan dan dihayati oleh sebagian terbesar umat islam. Sebagian besar mereka yang beragama islam beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh mereka sama seperti yang dilakukan oleh mereka-mereka di luar islam adalah hal yang lumrah yang tidak perlu dipermasalahkan. Padahal tanpa disadari mereka telah melakukan penyimpangan terhadap syari’at islam yang telah digariskan.

Apa saja yang dilakukan oleh kalangan non muslim, maka hal yang sama juga dilakukan oleh mereka-mereka yang mengaku sebagai muslim. Kalangan non muslim melakukan acara-acara peringatan hari kelahiran yang biasa disebut ultah, kalangan muslim juga melakukannya. Kalangan non muslim melakukan acara peringatan hari perkawinan perak dan emas, dari kalangan muslim juga tidak ketinggalan juga melakukannya. Kalangan non muslim menyelenggarakan peringatan hari besar keagamaannya, maka dari kalangan muslim juga melakukan hal yang sama. Kalangan non muslim menyelenggarakan peringatan hari kelahiran nabinya (seperti kalangan nasrani menyelenggarakan peringatan natal sebagai hari kelahiran Yesus Kristus), maka kalangan islam juga menyelenggarakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wasallam ( yang terkenal dengan maulidan). Kalangan Nasrani, Kong Chucu, Budha, Hindu dllnya menyelenggarakan peringatan penyambutan tahun baru mereka, maka dari kalangan islam juga menyelenggarakan peringatan menyambut tahun baru islam 1 Muharam. Padahal di dalam tuntunan  Islam samasekali tidak ada perintah untuk menyelenggarakan semua bentuk peringatan tersebut.

Bahkan kaum muda di barat yang dikenal sebagai negerinya kaum nashara menyelenggarakan peringatan hari valentine sebagai hari kasih sayang, kalangan remaja islam tidak mau kalah ikut juga memperingatinya.

Ketika dari kalangan pemeluk hindu di India dan Bali dalam menyampaikan ucapan salamnya dilakukan dengan menangkupkan kedua telapak tangannya kemudian diletakkan didada, dari kalangan islam juga melakukan hal yang sama.

Kalangan hindu memberikan sesajen dan melarungkannya kelaut dalam pesta laut, maka dari kalangan islam juga menggiatkannya. Bahkan sampai pada seputar kematian, dimana orang-orang non muslim menaburkan bunga di kuburan, dari kalangan islam di negeri ini juga sudah melakukannya sejak lama, dengan meletakkan bunga dikeranda mayat dan diatas kuburan.

Menyanyi di rumah-rumah ibadah sekarang ini tidak saja dilakukan oleh kaum non muslim, tetapi juga dilakukan oleh kalangan muslim dalam bentuk kasidah dan nasyit pada acara-acara peringatan hari yang mereka namakan hari besar islam.

Apabila dirinci satu persatu tentang segala apa saja yang dilakukan oleh kalangan non muslim yang juga dikerjakan oleh kalangan islam di negeri ini, maka diperlukan begitu banyak halaman, karena banyaknya hal yang dilakukan oleh kalangan nos muslim juga dilakukan oleh kalangan islam, mungkin ada 1001 bentuk kesamaannya. Nampaknya sebagian besar kaum muslimin tidak mau ketinggalan dengan mereka-mereka non muslim, sehingga apa saja kegiatan mereka maka sebagian besar kaum muslimin juga turut melakukannya.  Kebanyakan dewasa ini umat Islam berlomba-lomba untuk meniru atau menyerupai serta mengekor terhadap apa-apa yang dikerjakan oleh kalangan umat lain.
2.Definisi dan Bentuk-Bentuk Tasyabbuh.

Adapun secara syari’at, tasyabbuh adalah penyerupaan terhadap orang-orang kafir dengan seluruh jenisnya dalam hal aqidah atau ibadah atau adat atau cara hidup yang merupakan kekhususan mereka (orang-orang kafir). Termasuk juga di dalamnya tasyabbuh kepada orang-orang Islam yang fasik lagi bodoh serta orang-orang yang keberagamaan mereka belum sempurna.
Karenanya, semua perkara yang bukan merupakan kekhususan orang-orang kafir, bukan pula termasuk aqidah mereka, bukan pula dari adat mereka, dan bukan pula dari ibadah mereka, yang mana perkara ini tidak bertentangan dengan nash atau pokok dalam syari’at serta tidak menimbulkan mafsadah, maka perkara tersebut tidaklah teranggap sebagai tasyabbuh.
Adapun bentuk-bentuknya, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiah telah menyebutkan tiga perkara yang semuanya telah dilarang dalam syari’at karena teranggap sebagai tasyabbuh atau wasilah menuju tasyabbuh. Beliau berkata dalam Iqtidha` Ash-Shirathal Mustaqim hal. 83, “(Pelaku) tasyabbuh mencakup:
1.Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu karena mereka (orang non-muslim) mengerjakannya, dan ini jarang ditemukan.
2. Barangsiapa yang mengikuti orang lain (non-muslim) dalam sebuah perbuatan untuk sebuah maksud tersendiri, walaupun asal perbuatan tersebut terambil dari mereka.
3.   Adapun orang yang mengerjakan suatu perbuatan dan kebetulan orang lain (non-muslim) juga mengerjakannya, dia (muslim) tidak meniru (perbuatan tersebut) dari mereka dan demikian pula sebaliknya. Maka perbuatan ini masih butuh ditinjau jika mau dihukumi sebagai tasyabbuh. Hanya saja, (syari’at) telah melarang perbuatan ini agar tidak mengantarkan menuju perbuatan tasyabbuh dan (dengan meninggalkan perbuatan) ini berarti menyelisihi mereka.
3.Dalil-Dalil Tentang Diharamkannya Tasyabbuh.
Larangan bertasyabbuh dalam Islam itu sesungguhnya ditetapkan dalam syari’at Islam dimana di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah  disebutkan baik secara tersurat maupun tersirat tentang larangan tersebut dan ini merupakan dasar hukum (dalil) atau kekuatan hukum. Sehingga dengan adanya dalil tersebut maka tidaklah dapat dipungkiri bahwa tasyabbuh dalam Islam itu merupakan perbuatan yang dilarang.
Dalil tentang diharamkannya tasyabbuh tersebut terbagi atas 2 yaitu :
a.Dalil yang bersifat umum :
1.Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Al Baqarah:120)
2.Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS.Al Hadiid:16)

Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata menafsirkan ayat di atas, “Karenanya, Allah telah melarang kaum mukminin untuk tasyabbuh kepada mereka dalam perkara apapun, baik yang sifatnya ushul (prinsipil) maupun yang hanya merupakan furu’ (perkara cabang)”. Tafsir Ibni Katsir (4/323-324)
3. Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٣١٩٧: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Shahih Bukhari 3197: dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam besabda: "Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga seandainya mereka manempuh (masuk) ke dalam lobang biawak kalian pasti akan mengikutinya". Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah yang baginda maksud Yahudi dan Nashrani?". Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau bukan mereka) ".
4.Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam  bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha` hal. 83
Dan pada hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang non muslim”.
 beliau berkata,.    Bahkan dalam hadits Anas bin Malik
صحيح مسلم ٤٥٥: و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ الْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتْ الْمَرْأَةُ فِيهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا وَلَمْ يُجَامِعُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ فَسَأَلَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى
{ وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ }
إِلَى آخِرِ الْآيَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ فَبَلَغَ ذَلِكَ الْيَهُودَ فَقَالُوا مَا يُرِيدُ هَذَا الرَّجُلُ أَنْ يَدَعَ مِنْ أَمْرِنَا شَيْئًا إِلَّا خَالَفَنَا فِيهِ فَجَاءَ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ وَعَبَّادُ بْنُ بِشْرٍ فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْيَهُودَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا فَلَا نُجَامِعُهُنَّ فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنْ قَدْ وَجَدَ عَلَيْهِمَا فَخَرَجَا فَاسْتَقْبَلَهُمَا هَدِيَّةٌ مِنْ لَبَنٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمَا فَسَقَاهُمَا فَعَرَفَا أَنْ لَمْ يَجِدْ عَلَيْهِمَا
Shahih Muslim 455: dari Anas bahwa kaum Yahudi dahulu apabila kaum wanita mereka haid, mereka tidak memberinya makan dan tidak mempergaulinya di rumah. Maka para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam. Lalu Allah menurunkan, "Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, 'Haidh itu adalah suatu kotoran'. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (al-Baqarah: 222) maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah". Maka hal tersebut sampai kepada kaum Yahudi, maka mereka berkata, "Laki-laki ini tidak ingin meninggalkan sesuatu dari perkara kita melainkan dia menyelisihi kita padanya." Lalu Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum Yahudi berkata demikian dan demikian, maka kami tidak menyenggamai kaum wanita." Raut wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam spontan berubah hingga kami mengira bahwa beliau telah marah pada keduanya, lalu keduanya keluar, keduanya pergi bertepatan ada hadiah susu yang diperuntukkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Maka beliau kirim utusan untuk menyusul kepergian keduanya, dan beliau suguhkan minuman untuk keduanya. Keduanya pun sadar bahwa beliau tidak marah atas keduanya."

Syaikhul Islam berkata dalam Al-Iqtidha` hal. 62, “Hadits ini menunjukkan banyaknya perkara yang Allah syari’atkan kepada Nabi-Nya dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi. Bahkan hadits ini menunjukkan bahwa beliau telah menyelisihi mereka pada seluruh perkara mereka, sampai-sampai mereka berkata, “Laki-laki ini (Muhammad) tidak mau meninggalkan satu pun dari urusan kita kecuali dia menyelisihi kita dalam perkara tersebut.”
b. Dalil Khusus.
Beberapa perkara yang diharamkan karena merupakan tasyabbuh kepada orang-orang kafir atau kepada kaum musyrik tercantum dalam  beberapa hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Antara lain sabda beliau Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum beliau wafat:
1.    Larangan menjadikan kuburan sebagai masjid karena menyerupai ahli kitab. Dalam hadits Jundab bin Abdullah Al-Bajali
أَلآ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ. أَلآ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ, إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kubur-kubur para nabi dan orang-orang Saleh mereka sebagai masjid. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kubur-kubur sebagai masjid, karena sesungguhnya saya melarang kalian dari hal tersebut”. (HR. Muslim no. 532)

2.    Syari’at makan sahur untuk menyelisihi ahli kitab.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam  bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Pemisah (baca: pembeda) antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah dalam hal makan sahur”. (HR. Muslim no. 1096 dari sahabat Amr bin Al-Ash)
3.    Disyari’atkan mencukur kumis dan memelihara jenggot untuk menyelisihi kaum musyrikin.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam  memerintahkan dalam hadits Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِيْنَ: أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللُّحَى
“Selisihilah orang-orang musyrikin: Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot”. (HR. Al-Bukhari no. 5553 dan Muslim no. 259)
Berdasarkan seluruh dalil di atas dan selainnya, maka para ulama bersepakat akan haramnya tasyabbuh kepada orang-orang kafir dan musyrikin. Setelah memaparkan banyak ayat, hadits, dan perkataan para ulama yang memerintahkan untuk menyelisihi orang-orang kafir dan melarang untuk tasyabbuh kepada mereka, Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Berlandaskan dari semua yang telah kami sebutkan, diketahuilah ijma’ umat ini akan dibencinya tasyabbuh kepada ahli kitab dan orang-orang ajam (non Arab) secara umum”.
Maka semua dalil di atas menunjukkan bahwa perkara tasyabbuh kepada orang-orang kafir dan musyrik bukanlah perkara yang ringan dan sepele. Bahkan menyelisihi mereka merupakan salah satu tiang dan pondasi tegaknya keislaman seseorang. Dan tidaklah seseorang muslim tasyabbuh kepada orang kafir kecuali akan hilang keislamannya disesuaikan dengan besar kecilnya tasyabbuh dia kepada orang kafir tersebut. Maka apakah ada orang yang mau mengambil pelajaran darinya?!.

4.Islam Melarang Umatnya untuk Meniru-niru, Mencontoh, Menyerupai, Mengikuti, dan Menyamai Umat Lain ( Tasyabbuh)
Bahwa sesungguhnya Islam dengan seluruhnya syari’atnya sudah sempurna dan sangat lengkap untuk dijadikan panduan atau tuntunan  oleh pemeluknya sampai-sampai hal yang sangat sepele tentang adab buang air saja sudah diajarkan. Karena sudah lengkap sudah barang tentu tidak boleh ada lagi tambahan-tambahan yang datangnya dari mana saja, termasuk tentunya mencontoh atau meniru-niru dari agama lain. Kalau memang tidak ada petunjuknya maka berarti itu memang tidak dibolehkan untuk dilakukan.

Sikap meniru-niru atau mencontoh atau menyerupai kepada kalangan agama lain oleh orang-orang islam , jauh-jauh hari telah disinyalir oleh Rasullulah shalalahu alaihi wasallam yang tergambar dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id bin Al-Khudri :
Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٣١٩٧: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Shahih Bukhari 3197: dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam besabda: "Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga seandainya mereka manempuh (masuk) ke dalam lobang biawak kalian pasti akan mengikutinya". Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah yang baginda maksud Yahudi dan Nashrani?". Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau bukan mereka) ".
Sabda Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :
صحيح البخاري ٦٧٧٤: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ فَقَالَ وَمَنْ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ
Shahih Bukhari 6774: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hari kiamat tidak akan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Ditanyakan, "Wahai Rasulullah, seperti Persi dan Romawi?" Nabi menjawab: "Manusia mana lagi selain mereka itu?"

Dalam buku Tasyabbuh yang Dilarang dalam Fiqih Islam oleh Syaikh  Jamil bin Habib Al- Luwaihiq  disebutkan   bahwa: Ketika Islam melarang umatnya untuk bertasyabbuh memang telah disengaja oleh Penetap Syariat. Harapannya adalah agar setiap muslim tampil dengankondisi yang paling sempurna sesuai dengan dirinya. Hukum-hukum syari’at juga telah muncul dengan larangan untuk mengikuti bangsa bangsa kafir terdahulu dan terkini.
Tasyabbuh (latah, meniru-niru, menyerupai, mirip) secara umum adalah salah satu permasalahan yang sangat berbahaya bagi kehidupan kaum muslimin, khususnya di abad-abad belakangan ini karena meluasnya daerah interaksi kaum muslimin dengan pihak-pihak lain.

Dalam bukunya Bahaya Mengekor Non Muslim Muhammad Bin ‘Ali Adh Dhabi’i menyebutkan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa Abu Daud telah meriwayatkan sebuah hadits hasan dari Ibnu ‘Umar,ia berkata bahwa Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam  bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)

Selanjutnya disebutkan bahwa hadits diatas menetapkan haramnya meniru-niru kepada sesuatu kaum diluar islam, secara dhahir menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan kufur dan hal ini sejalan denagn hadits yang diriwayatkan darei Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“ Barang siapa menetap di negeri kaum musyrik dan aia mengikuti hari raya dan hari besar mereka, serta meniru prilaku mereka sampai mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka dihari kiamat.” ( HR.Baihaqi)

Dari hadits diatas bisa berarti bahwa meniru-niru perilaku mereka sepenuhnya menyebabkan kekafiran, sekaligus menetapkan bahwa perbuatan semacam itu haram. Atau bisa juga bermakna orang tersebut menjadi bagian dari mereka sesuai dengan kadar keterlibatannya dalam meniru mereka.

Tegasnya hadits tersebut diatas menetapkan haramnya meniru mereka . Larang ini mencakup arangan sekadar meniru sesuatu yang mereka lakukan. Barang siapa yang meniru perbuatan golongan lain yang menjadi ciri golongan tersebut, maka perbuatan semacam itu dilarang.

Dari keterangan yang telah dikemukakan diatas maka sangatlah jelas adanya dalil yang dapat dijadikan dasar dan hujjah agar kaum muslimin tidak meniru-niru, menyerupai, mirip dan ikut-ikutan dengan perilakunya mereka-mereka diluar islam. Dan secara tegas telah ditetapkan perbuatan meniru-niru kepada orang-orang diluar islam merupakan perbuatan terlarang dan diharamkan.
Syari’at Islam melarang keras umatnya untuk meniru-niru atau menyerupai umat lain dalam segala hal yang berkaitan dengan kebiasaan dan prilaku dalam hidup mereka sehari-hari, sampai kepada hal-hal yang terkecil sekalipun  seperti masalah rambut yang  beruban, dimana beliau menyuruh menyemir rambut agar tidak meniru orang yahudi, hal ini ditegaskan dalam sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam :

سنن النسائي ٤٩٨٦: أَخْبَرَنِي عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَنَابٍ قَالَ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ
Sunan Nasa'i 4986: dari Ibnu Umar, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ubahlah uban kalian dan janganlah kalian meniru orang-orang Yahudi."
Perlu diketahui  bahwa Rasullullah shallallahu’alaihi wasllam bahwa terhadap laki-laki yang meniru wanita saja dilarang, apalagi meniru-niru umat lain, sebagaimana  sabda Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :
مسند أحمد ٢٠١٦: حَدَّثَنِي يَزِيدُ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلَانًا وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلَانًا
Musnad Ahmad 2016: dari Ibnu 'Abbas; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang meniru wanita (banci) dan wanita yang meniru laki-laki (tomboy), beliau bersabda: "Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengeluarkan fulan, dan Umar juga mengeluarkan fulan.
Kebiasaan dan perilaku umat muslim yang suka meniru-niru dan menyerupai umat lain sangatlah disukai oleh kaum tersebut dan mereka secara mengaja berupaya sedemikian rupa agar kaum muslimin terjerumus mengikuti mereka, hal ini disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.( Qs.Al Baqarah : 120 )
Agama Islam ini telah sempurna seluruhnya dan lengkap,yang tidak memerlukan sedikitpun tambahan dan pengurangan, apapun bentuk dan alasannya dan tambahan-tambahan tersebut Karena  Allah Azza Wa’jalla dtelah berfirman seperti yang tertuang dalam al-Qur’an surah al-Maa’idah ayat 3 :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [ (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Maidah : 3)
Dari ayat al-Qur’an dan hadits tersebut diatas, disebutkan bahwa sebenarnya islam dengan seluruhnya syari’atnya sudah sempurna dan sangat lengkap untuk dijadikan panduan atau tuntunan  oleh pemeluknya sampai-sampai hal yang sangat sepele tentang adab buang air saja sudah diajarkan. Karena sudah lengkap sudah barang tentu tidak boleh ada lagi tambahan-tambahan yang datangnya dari mana saja, termasuk tentunya mencontoh atau meniru-niru dari agama lain. Kalau memang tidak ada petunjuknya maka berarti itu memang tidak dibolehkan untuk dilakukan.
5.Perintah Menyelisihi atau Berbeda Dengan Non Muslim
Islam melarang umatnya meniru-niru umat lain, dan memerintahkan menyelisihinya, sesuai dengan sabda Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam,. Yang diriwayatkan oleh Muslim :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي جَمِيعًا عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya -yaitu Ibnu Sa'id-. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku semuanya dari Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot,berbedalah kalian dari golongan majusi
Dalam hadits yang lain Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
مسند أحمد ٢١٢٥٢: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ زَبْرٍ حَدَّثَنِي الْقَاسِمُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ يَقُولُ
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَشْيَخَةٍ مِنْ الْأَنْصَارٍ بِيضٌ لِحَاهُمْ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ حَمِّرُوا وَصَفِّرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَسَرْوَلَونَ وَلَا يَأْتَزِرُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَرْوَلُوا وَائْتَزِرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَخَفَّفُونَ وَلَا يَنْتَعِلُونَ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَخَفَّفُوا وَانْتَعِلُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ قَالَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَقُصُّونَ عَثَانِينَهُمْ وَيُوَفِّرُونَ سِبَالَهُمْ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُصُّوا سِبَالَكُمْ وَوَفِّرُوا عَثَانِينَكُمْ وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ
Musnad Ahmad 21252: Telah bercerita kepada kami Zaid bin Yahya telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Al 'Alaa` bin Zabr telah bercerita kepadaku Al Qasim, ia berkata; Saya mendengar Abu Umamah berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam pergi menemui kalangan tua kaum Anshar yang jenggot-jenggot mereka sudah memutih. Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Hai kaum Anshar! Pakailah warna merah, kuning dan berbedalah dengan ahli kitab." Aku berkata; Wahai Rasulullah, ahli kitab mengenakan celana dan tidak memakai sarung. Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Pakailah celana dan sarung dan berbedalah dengan ahli kitab." Aku berkata; Wahai Rasulullah, Sesungguhnya ahli kitab mengenakan sepatu dan tidak mengenakan sandal. Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Pakailah sepatu, sandal dan berbedalah dengan ahli kitab. Kami berkata; Wahai Rasulullah, ahli kitab memotong jenggot dan memanjangkan kumis. Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Potonglah kumis, panjangkan jenggot dan berbedalah dengan ahli kitab."
Muhammadbin ‘Ali Adh Dhabi’i dalam bukunya Bahaya mengekor non Muslim mengemukakan bahwa hadits tersebut diakhiri dengan perintah yang selaras dengan bagian awalnya. Hadits itui menunjukkan bahwa sifat berbeda terhadap golongan majusi merupakan tujuan syari’at. Tujuan ini merupakan salah satu sebab adanya ketetapan hukum kini. Secara umum berlaku sebab ketetapan suatu hukum telah lengkap.
Oleh karena itu, setelah kaum salaf memahami larangan menyerupai golongan majusi dalam hal kumis dan jenggot,mereka juga membenci menyerupai hal-hal yang lain yang merupakan kebiasaan majusi walaupun tidak ditegaskan secara khusus oleh Nabi shallahu ‘alaihi wasallam.

Dihadits lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhyallaahu anhum ia berkata bahwa Rasullullah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda “
صحيح مسلم ١٨٣٦: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ جَمِيعًا عَنْ وَكِيعٍ ح و حَدَّثَنِيهِ أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ كِلَاهُمَا عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
Shahih Muslim 1836:, dari Amru bin Ash bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perbedaan antara puasa kita dengan puasanya Ahli Kitab adalah makan sahur." Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah semuanya dari Waki' -dalam jalur lain- Dan telah menceritakannya kepadaku Abu Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb keduanya dari Musa bin Ulayy dengan isnad ini.
Perintah untuk menyelisihi atau berbeda/tidak menyamai orang-orang non muslim disebutkan juga dalam hadits Rasullullah shalllahu’alaihi wa sallam
صحيح البخاري ٣٢٠٣: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ
Shahih Bukhari 3203: dari Ibnu Syihab berkata; Abu Salamah bin 'Abdur Rahman berkata bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak menyemir (mewarnai rambut atau jenggot), maka selisihilah mereka" (berbeda dengan mereka).
Hadits lain menyebutkan :
صحيح مسلم ٣٨٢: حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
Shahih Muslim 382: dari Ibnu Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Selisihilah kaum musyrikin, cukurlah kumis dan peliharalah jenggot."
Dalam hadits berikut ini juga disebutkan perintah agar menyelisihi kaum non muslim :
صحيح مسلم ٣٨٣: حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَقَ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ مَوْلَى الْحُرَقَةِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
Shahih Muslim 383: dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot. Selisihilah kaum Majusi."

Berdasarkan hadits- hadits  tersebut secara tegas Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam menyatakan adanya perbedaan antara ibadahnya orang-orang islam dengan jahudi. Dan umat islam diperintahkan untuk menyelisihinya.

6.Hikmah Pelarangan  Meniru atau menyerupai (Bertasyabbu) Kepada Orang-Orang di Luar Islam

Didalam buku Tasyabbuh yang dilarang dalam Fiqih Islam oleh Jamil bin Habib Al-Luwaihiq dikemukan bahwa pelarangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir memiliki beberapa hikmah antara lain :

Hikmah Pertama
: Pelarangan bertasyabbuh kepada mereka adalah untuk pemutusan jalan yang menuju kepada kecintaan dan kecendrungan kepada mereka dan segala hal yang menjadi akibat semua itu berupa kerusakan karena menganggap baik jalan mereka. Karena telah diketahui bahwa bertasyabbuh kepada mereka dalam aspek apapun akan mewariskan kesesuaian dan kedekatan.
Kecendrungan dan kecintaan ini kadang-kadang menyebabkan berbagai kerusakan dahsyat yang kadang-kadang menyampaikan orang kepada keadaan kafir dan keluar dari islam. Oleh sebab itu datanglah syariat inhi untuk membendung jalan menuju berbagai kerusakan.

Hikmah Kedua : Sesungguhnya dalampelarangan bertasyabbuh kepada orang –orang kafir terdapat pengamanan bagi kepemimpinjan,keistimewaan, dan kesempurnaan umat ini. Karena taklidnya kepada yang lain,tidak diragukan akan menghilangkan semua itu..

Hikmah ketiga : Sesungguhnya perbuatan orang-orang kafir dengan berbagai kelompoknya, tidak lepas dari kekurangan dan kerusakan . Bahkan kekurangan menjadi keharusan yang mengikat bagi perbuatan-perbuatan mereka itu
Meninggalkan bertasyabbuh kepada perbuatan perbuatan mereka adalah suatu keadaan yang sebenarnya adalah keselamatan dari apa-apa yang lekat dengan perbuatan-perbuatan mereka berupa kekurangan dan kerusakan.
Bersikap berbeda dengan mereka dalam segala perkara mereka mengandung manfaat dan kebaikan bagi kita umat islam.

Hikmah keempat : Sesungguhnya dalam meninggalkan tasyabbuh kepada orang-orang kafir, adalah wujud nyata dari makna pemutusan diri (bara) dari mereka dan kemarahan kepada mereka karena Allah Ta’ala.

Hikmah kelima : Sesungguhnya larangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir selalu menuju kepada upaya merealisir tujuan syari’at, yaitu membedakan orangh-orang kafir dari orang-orang islam agar dikenali. Apalagi mereka memiliki perbuatan-perbuatan, pakaian-pakaian, dan tradisi-tradisi khusus. Sehingga urusan mereka tidak bercampur aduk dengan urusan semua manusia sehingga orang tertipu oleh mereka karena tidak mengenal mereka. Aagar tidak ada kesempatan bagimerelka untukmenyebarkan racun mereka karena hilangnya apa-apa yang membedakan mereka dari kaum muslimin.
Selain yang disebutkan diatas ada pula para  ulama  yang menyebutkan beberapa hikmah diharamkannya umat Islam bertasyabbuh dengan umat non muslim, antara lain :

1. Tasyabbuh kepada orang kafir akan melahirkan kesesuaian dan keselarasan dengan mereka dalam masalah-masalah yang zhahir, seperti cara dan model berpakaian, cara bersisir, cara berjalan dan berbicara, dan demikian seterusnya, yang pada gilirannya mengantarkan kepada kesamaan dalam akhlak, amalan, dan keyakinan, wal’iyadzu billah. Hal ini bisa disaksikan dengan panca indera, bagaimana seseorang yang memakai pakaian tentara misalnya, maka tentu dia akan mendapati dalam dirinya perasaan berani dan dia akan bertingkah laku sebagaimana halnya tentara, demikian seterusnya. Lihat Al-Iqtidha` hal 11.
2.    Tasyabbuh kebanyakannya akan mengarahkan kepada perbuatan mengagumi dan mengidolakan pribadi-pribadi orang-orang kafir, yang pada gilirannya akan membuat dirinya kagum kepada adat, hari raya, ibadah, dan aqidah mereka yang dari awal sampai akhirnya di bangun di atas kebatilan dan kerusakan. Dan hal ini tentunya akan menyebabkan pudar atau bahkan hilangnya agama Islam dari dalam hatinya, tidak kagum terhadap Islam, bahkan acuh tak acuh serta malu mengakui dirinya sebagai muslim. Karenanya tidaklah kita dapati ada muslim yang menokohkan orang kafir kecuali padanya ada sikap kurang mengagungkan Islam, jahil dalam masalah agama, dan lalai -kalau kita tidak katakan meninggalkan- dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
3.    Tasyabbuh akan menumbuhkan benih kasih sayang dan loyalitas kepada orang-orang kafir, dan ini hukumnya -paling minimal- adalah haram dan merupakan dosa besar. Allah Ta’ala menyatakan:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ 
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Mujadilah: 22)
Dan tentunya sikap ini juga akan melahirkan lawannya, berupa memusuhi orang-orang yang mengamalkan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, berusaha menghalangi dakwah mereka, bahkan dada-dada mereka (pelaku tasyabbuh) merasa sesak ketika mereka dilarang untuk berbuat bid’ah yang berbau tasyabbuh dalam agama, seperti perayaan maulid Nabi. Lihat Al-Iqtidha` hal. 221

7. Tradisi, Adat Istiadat dan Perilaku Umat Non Muslim Yang Ditiru/Diikuti oleh Kalangan  Muslim
a. Menghias dan Mempercantik Masjid
Kaum non muslim seperti Yahudi, Nasrani,Hindu, Kong-khucu,Budha membangun rumah ibadah, memberi berbagai hiasan dan  mempercantiknya sedemikian rupa sehingga nampak megah mewah dan cantik. Umat Islam tidak mau kalah dan ketinggalan dari apa yang diperbuat oleh kaum di luar mereka. Kaum muslimin membangun masjid secara megah, menghiasinya dan mempercantiknya sedemikian rupa, bahkan ada yang membangun kubah yang diberi emas. Umat Islam mengikuti dan menyerupai apa yang dilakukan oleh kaum non muslim dalam hal membangun rumah ibadahnya. Padahal Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang umatnya untuk menghias dan mempercantik masjid , sesuai dengan sabda beliau :
سنن أبي داوود ٣٧٨: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ بْنِ سُفْيَانَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي فَزَارَةَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِدِ
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لَتُزَخْرِفُنَّهَا كَمَا زَخْرَفَتْ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى
Sunan Abu Daud 378: dari Ibnu Abbas dia berkata; Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Saya tidaklah diperintahkan untuk menghiasi masjid-masjid." Ibnu Abbas berkata; Sungguh kalian akan menghiasi Masjid-masjid sebagaimana orang-orang yahudi dan nasrani menghiasi (tempat ibadah mereka).

b.Membangun Kuburan.
Kuburan dibangun berbentuk gedung dan dibuatkan kubah yang mewah layaknya masjid dan diberi kelambu. Mengadakan  ibadah dan upacara zikir, membaca kitab suci dan menyajikan sajian-sajian. Biasanya kuburan yang dibangun seperti tersebut adalah kuburan para raja-raja, ulama, orang-orang shaleh dan  orang-orang yang dianggap wali serta kuburnya orang-orang yang dikramatkan.
Tentang kebiasaan kaum yahudi dan nasrani membangun kuburan dan beribadah di dalamnya oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam disebutkan dalam sabda beliau :
صحيح مسلم ٨٢٧: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِأَبِي بَكْرٍ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أُنَيْسَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ النَّجْرَانِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي جُنْدَبٌ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Shahih Muslim 827: dari Abdullah bin al-Harits an-Najrani dia berkata, telah menceritakan kepadaku Jundab dia berkata, "Lima hari menjelang Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam wafat, aku mendengar beliau bersabda, 'Aku berlepas diri kepada Allah dari mengambil salah seorang di antara kalian sebagai kekasih, karena Allah Ta'ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sungguh aku melarang kalian dari hal itu".
Sabda Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :
مسند أحمد ٢٣٧٤٨: حَدَّثَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ قَالَ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ مِنْهُ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ قَالَ قُلْتُ وَلَوْلَا ذَلِكَ أُبْرِزَ قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خَشِيَ أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
Musnad Ahmad 23748: dari 'Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah berkata; Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sakit dan tidak bisa bangun, beliau bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara, yang mereka menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai masjid." ('Urwah bin Zubair) Berkata; saya berkata; "Kalaulah bukan karena hal itu, maka kuburan nabi akan ditampakkan (tidak dipagar), hanya karena ada kekhawatiran kuburan beliau akan dijadikan sebagai masjid."
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga melarang umatnya untuk memperindah  dengan mengapur dan membangun kuburan sebagaimana yang disebutkandalam sabda Rasullullah shallahu’alaihi wa sallam :
صحيح مسلم ١٦١٠: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
و حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُا سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Shahih Muslim 1610: dari Jabir ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk dan membuat bangunan di atasnya." Dan telah menceritakan kepadaku Harun bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Muhammad -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi' Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq semuanya dari Ibnu Juraij ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dengan hadits semisalnya.
c.Beribadah dengan cara meniru dan menyerupai ibadahnya non muslim
Syari’at Islam telah menggariskan bagaimana cara pemeluknya untuk beribadah ( menyembah ) Allah subhanahu wa ta’ala yaitu dengan cara shalat, baik shalat fardhu 5 waktu dan shalat-shalat sunnah lainnya.Ibadah shalat ini disyari’atkan khusus b agi pemeluk Islam dan tidak ada yang sama dengannya. Sedangkan kalangan umat lain selain Islam melakukan sembahyang dengan cara mereka sendiri-sendiri. Sebagai contoh umat Hindu salah satu bentuk melakukan sembahyangnya untuk shang widi ialah dengan memberikan persembangan sesajen baik berupa kue-kue, makanan dan buah-buahan.
Penyembahan dengan cara memberikan sesajen oleh penganut Hindu oleh sebagian masyarakat Islam di negeri ini ditiru pula dengan memberikan sesajen kepada yang mereka namakan penguasa alam pada saat diselenggarakannya pesta tahunan sedekah laut, pesta sedekah bumi, mempersembahkan tumbal di kawah-kawah gunung berapi, serta menggantungkan sesajen dipohon-pohon besar yang dianggap angker dan ada penunggunya berupa jin,
d.Mengagung-agungkan /Memuji Secara Belebihan  Alim Ulama
Sebagian besar ulama Bani Israil itu menjadi rusak. Mereka bukan lagi pewaris hukum-hukum Nabi Musa ‘alaihisallam melainkan berubah menjadi orang yang diagung-agungkan/didewa dewakan, ditaqlidi, mengkaji sihir, percaya khurafat dan takhyul dan menjadi kahin penjual ayat-ayat Taurat.Mereka merubah hukum-hukum  Allah demi peraturan setempat atau jika ada peraturan peraturan yang menyimpang dari hukum Taurat, mereka berusaha mencocokkkanya dan memberikan dalil.
Dari  kalangan kaum muslimin juga ada yang berperilaku seperti kaum Yahudi yang mengagung-agungkan dan sampai kepada mendewa-dewakan ulama mereka. Mereka memilih untuk memegang apa yang yang dikatakan oleh ulama-ulama mereka meskipun tidak berdasarkan dalil-dalil dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Apa yang difatwakan oleh para ulama mereka itulah yang dijadikan dasar untuk beribadah dan bermuamalah meskipun tidak bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah, mereka lebih suka berbuat bid’ah meninggalkan sunnah demi mengekor kepada ulamanya. Apa yang diperbuat orang-orang tersebut karena pengagungan mereka kepada ulama yang jadi panutannya. Mereka rela meninggalkan as-sunnah demi keta’atan kepada ulama.
e. Menyelenggarakan peringatan-peringatan hari/kejadian peristiwa yang dianggap penting .
Kaum non muslim, baik Yahudi maupun  Nasrani paling getol untuk menyelenggarakan peringatan-peringatan hari/kejadian-kejadian yang penting karena sekaligus mereka pada saat tersebut melakukan ibadah-ibadah. Mereka beranggapan penyelenggaraan tersebut merupakan bagian dari syari’at agama mereka.
Kaum diluar muslim baik Yahudi, Nasrani, Budha,Kong-Huchu, Hindu dan lain-lainnya menyelenggarakan perayaan peringatan hari-hari lahir nabi mereka, seperti hari kelahiran Nabi Isa ( Natal ), hari paskah, tahun baru kelender agama mereka seperti tahun baru Masehi, tahun baru Saka, tahun baru Cina dan lain-lainnya.
Mengingat di dalam syari’at Islam tidak ada perintah untuk menyelenggarakan peringatan –peringatan hari yang dianggap penting, maka untuk menyaingi dan agar dianggap sama dengan kalangan non muslim maka oleh sebagian kalangan muslim diadakanlah penyelenggaraan perayaan peringatan  yang berkaitan dengan hari-hari yang penting yang mereka namakan hari besar Islam. Sehingga muncullah setiap tahun berbagai perayaan peringatan seperti tahun baru 1 Muharram, peringatan hari turunnya al-Qur’an ( Nuzuul Qur’an ), peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad ( maulid), peringatan Isra Mi’raj
f.Upacara mengarak tabut.
Pada awalnya mengarak tabuk itu hanya dikenal oleh kaum Yahudi, kemudian datanglah sekelompok orang syi’ah memperingati peristiwa gugurnya Husein dengan mengarak tabut. Selanjutnya upacara tersebut diikuti/ditiru pula oleh kalangan Islam seperti yang dilakukan di Sumatera.
g.Peringatan Hari Ulang tahun Kelahiran
Dalam  syari’at Islam tidak dikenal adanya peringatan hari kelahiran atau hari ulang tahun. Peringatan hari kelahiran ( ultah ) merupakan tradisi dari kaum Nasrani. Mereka menyelanggarakan pesta untuk memperingati setiap tahun hari kelahiran  dari tiap-tiap anggauta keluarganya. Pesta yang dengan ciri khas meniup lilin yang disediakan diatas kue ulang tahun . Mereka yang hadir dikundang dalam pesta memberian hadiah ulang tahun.
Tradisi memperingati hari kelahiran oleh kaum Nasrani tersebut oleh hampir semua kalangan umat islam diikuti dan ditiru sehingga tidak ubahnya mereka tersebut seperti kaum Nasrani. Dewasa ini kue ulang tahun diganti dengan nasi tumpeng. Kemudian  agar nampak islami diadakan pembacaan doa dalam rangka  mendapatkan kemaslahatan dan panjang umur .
h.Tukar cincin pertunangan dan cincin kawin
Kaum non muslim seperti kaum Nasrani mempunyai tradisi melakukan peresmian pertunangan dengan melakukan tukar cincin pertunangan antara pasangan kekasih sebagai tanda sudah terikatnya mereka dalam rencana perkawinan. Kemudian pada saat acara pernikahan di depan pendeta dilakukan tukar cincin perkawinan.
Sebagian besar kaum Muslimin dewasa ini juga meniru dan mengikuti apa yang dilakukan oleh kalangan Nasrani tersebut untuk melakukan tukar cincin yang dilakukan pada saat melakukan penyerahan mas kawin.Kemudian pada saat selesainya akad nikah penghulu memerintahkan agar pasangan yang baru menikah melakukan lagi tukar cincin kawin.
Sesungguhnya akad nikah bagi kaum Muslimin adalah bagian dari syari’at sebagaimana yang diatur dalam as-sunnah,  namun sangat disayangkan oleh banyak orang dicampur adukkan dengan hal-hal diluar syari’at yaitu melakukan tukar cincin kawin dimana pengantin pria memasangkan cicin kepada jari manis ditangan kanan mempelai wanita dan begitu pula sebaliknya. Sungguh merupakan sebuah kejahilan terhadap agama dimana perbuatan yang baik sesuai sunnah dicampur adukkan dengan perbuatan bathil karena hanya sekedar untuk menurutkan hawa nafsu agar dinilai oleh orang sebagai perbuatan yang modern tidak ketinggalan zaman mengikuti mode yang sudah berkembang yang dianggap sebagai tradisi yang baik meskipun tidak bersesuain dengan syari’at Islam.
i.Peringatan Hari Perkawinan.
Dikalangan kaum non muslim terutama dikalangan umat Nasrani dikenal pesta peringatan hari ulang tahun  perkawinan yang populer dengan sebutan kawin perak bagi mereka yang memperingati 25 tahun perkawinannya, kawin Emas untuk pasangan yang memperingati 50 tahun perkawinannya.Peringatan ultah perkawinan oleh kalangan Nasrani tersebut bersumber dari zamanya Romawi Purba. Tidak mau ketiinggalan agar disebut pula sebagai golongan yang modern maka sebagian kalangan umat Islam  juga ikut melakukan dan meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang non muslim tersebut dengan menyelenggarakan pesta yang disesuaikan dengan tingkat kedudukan mereka ditengah-tengah masyarakat, sehingga ada yang menyelenggarakan pesta ultah perkawinannya di hotel-hotel mewah.
j.Menyediakan bunga-bungan untuk peristiwa kematian
Kaum Nasrani dan Hindu dalam peristiwa kematian memiliki tradisi untuk menyiapkan bunga-bungaan, tradisi ini oleh kaum muslimin juga ditiru dengan menyediakan bunga-bungaan dengan meletakkankan diatas keranda dan begitu juga setelah jenazah dikubur diatas kuburan ditebarkan pula  bunga-bungaan.
Selain itu sebagian  kaum muslimin juga mengirimkan karangan bunga sebagai ucapan turut berduka cita kepada keluarga yang meninggal,  kebiasaan pengiriman karangan bunga duka cita ini juga ditiru dari tradisi kaum Nasrani.
k.Berpakaian hitam-hitam dalam keadaan berduku/ditimpa musibah
Tradisi dan kaum Yahudi dan Nasrani pada saat berduka cita atau ditimpa musibah seperti ada keluarga yang meniggal mereka berpakaian serba hitam. Oleh sebagian kalangan kaum muslimin tradisi mereka tersebut ditiru dan diikuti pula. Ketika ada keluarga yang meninggal atau ketika melayat ketempat orang meninggal mereka yang menyerupai kaum yahudi dan Nasrani tersebut menggunakan pakaian hitam-hitam untuk menunjukkan bahwa mereka turut pula berduka cita.
l.Tradisi Memperingati Hari Kematian.
Animisme dan dinamisme kepercayaan jahiliyah yang dianut nenek moyang masyarakat dinegeri ini sebelum datangnya Islam, meyakini bahwa bahwa arwah yang telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan disekitar rumah selama tujuh hari kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat tersebut akan kembali pada hari ke empat puluh hari, hari keseratus setelah kematian dan pada hari keseribunya setelah kematian. Atau mereka meyakini bahwa arwah akan datang setiap tanggal dan bulan dimana dia meninggal ia akan kembali ketempat tersebut, sehingga masyarakat pada saat itu ketakutan akan gangguan arwah tersebut dan membacakan mantra mantra sesuai keyakinan mereka.Setelah Islam mulai masuk dibawa oleh para Ulama yang berdagang ketanah air ini, mereka memandang bahwa ini adalah suatu kebiasaan yang menyelisihi syari’at Islam, lalu mereka berusaha menghapusnya dengan pertlahan, dengan cara memasukan bacaan b acaan  berupa kalimat kalimat thoyibah  sebagai pengganti mantra mantra yang tidak dibenarkan menurut ajaran Islam dengan harapan supaya mereka bisa berubah sedikit demi sedikit dan meninggalkan acara tersebut menuju ajaran Islam yang murni. Akan tetapi sebelum tujuan akhir ini terwujud dan acara pembacaan kalimat kalimat thoyyibah ini sudah menggantikan bacaan mantra mantra yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, para ulama yang bertujuan baik ini meninggal dunia sehingga datanglah generasi selanjutnya yang mereka ini tidak mengetahui tujuan generasi awal  yang telah mengadakan acara tersebut dengan maksud untuk meninggalkan secara perlahan. Jadilah peringatan kematian itu menjadi tahlilan.
Dengan demikian tahlilan memperingati kematian sebagaimana yang banyak dilakukan oleh sebagian kalangan kaum muslim merupakan perbuatan meniru-niru atau menyerupai apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang zaman yang menganut kepercayaan  animisme dan dinamisme.

m.Membuat/membangun patung-patung
Hampir pada semua tempat di negeri ini yang mayoritas penduduknya beragama Islam berdiri dengan tegak patung dengan ukuran besar baik sebagai sekedar untuk menghias taman dan diperempatan jalan atau di monument-monumen .Patung-patung tersebut ada yang berupa binatang atau patung tokoh atau pahlawan.
Tradisi membuat patung-patung tersebut dilakukan untuk meniru apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani. Dimana sebenarnya orang Nasraniu pertama yang membuat patung dan gambar para Nabi dan Malaikat ialah Nasrani Romawi dan Mesir, lalu berkembang ke Abesinia.
Islam melarang umatnya untuk membuat patung sebagaimana yang disabdakan oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :
صحيح البخاري ٤١٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَنِيسَةً رَأَتْهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ فَذَكَرَتْ لَهُ مَا رَأَتْ فِيهَا مِنْ الصُّوَرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمْ الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
Shahih Bukhari 416: dari 'Aisyah, bahwa Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebuah gereja yang dia lihat di suatu tempat di negeri Habasyah (Eithofia) yang disebut Mariyah. Kemudian dia ceritakan apa yang dilihatnya bahwa didalamnya ada gambar (patung). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Mereka adalah suatu kaum yang jika ada hamba shalih atau laki-laki shalih dari mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuatkan patung untuknya. Maka mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah."
Selain itu Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda
صحيح البخاري ٢٠٨٢: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لَا هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
قَالَ أَبُو عَاصِمٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ حَدَّثَنَا يَزِيدُ كَتَبَ إِلَيَّ عَطَاءٌ سَمِعْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shahih Bukhari 2082: dari Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhu bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika Hari Penaklukan saat Beliau di Makkah: "Allah dan RasulNya telah mengharamkan khamar, bangkai, babi dan patung-patung". Ada yang bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan lemak dari bangkai (sapi dan kambing) karena bisa dimanfaatkan untuk memoles sarung pedang atau meminyaki kulit-kulit dan sebagai bahan minyak untuk penerangan bagi manusia?. Beliau bersabda: "Tidak, dia tetap haram". Kemudian saat itu juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah melaknat Yahudi, karena ketika Allah mengharamkan lemak hewan (sapi dan kambing) mereka mencairkannya lalu memperjual belikannya dan memakan uang jual belinya".
n.Memuji-muji Allah dan Rasullullah shalllahu’alaihi wa sallam dengan nyanyi-nyanyian.
Kaum Nasrani melakukan ritual ibadah kebaktian  dengan menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Tuhan Yesus, maka sebagian  kaum muslimin tidak mau ketinggalan, mereka juga ikut melantunkan nyanyian  puji-pujian kepada Allah dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa salam melalui kasidah, nasyid dan melantunkan pembacaan shalawat karangan penyair yang mengandung syirik yang diiringi dengan music serupa yang dilakukan di gereja.
o.Mengucapkan salam ala salamnya orang-orang Nasrani.
Rasullullah shallallhu’alaihi wa sallam memerintahkan kepada umat Islam untuk menyampaikan ucapan “ Assalamu’alaikum warahmatullah wabarkatuh “, namun salam yang perintahkan tersebut oleh sebagian kalangan muslimin ditinggalkan dan diganti dengan salam berupa ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, yang ditiru dalam kaum Nasrani.Mereka yang menggunakan ucapan seperti tersebut menganggap remeh salam secara Islam  dan meninggaljannya demi untuk mengikuti, meniru dan menyerupai salamnya kaum N asrani.
p.Ikut merayakan dan memperingati hari raya/hari besar agama lain.
Pada setiap hari-hari raya/hari besarnya orang-orang non muslim, banyak diantara orang-orang Muslim yang ikut merayakannya, hadir ditempat acara kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang non muslim seperti peringatan Natal. Lagi-lagi pada tahun baru masehi begitu banyak orang-orang muslim yang ikut menyambut dan merayakannya. Padahal apa yang mereka ikuti tersebut adalah bagian dari hari besar kalangan non muslim yang di dalammnya dilakukan kegiatan ibadah. Termasuk dalam hal ini datang ke rumah-rumah mereka orang-orang Nasrani dan mengucapkan selamat natal merupakan perbuatan ikut merayakan hari besarnya kaum Nasrani.

Banyak diantara kaum muslimin  secara beramai-ramai setiap datangnya tahun baru menyelenggarakan penyambutan  malam tahun baru dengan menyelenggarakan pesta, tidak hanya dilakukan oleh kalangan menengah keatas tetapi juga kalangan masyarakat kelas bawah di tiap-tiap RT juga menyelenggarakan kegiatan yang serupa.
Di negeri Barat yang nota bene masyarakatnya sebagian terbesar adalah kaum Nasrani setiap tahun juga menyelenggarakan peringatan dan perayaan yang mereka namai May Day . Di Indonesia yang mayoritas Muslim tidak  mau pula ketinggalan dari apa yang dilakukan kalangan Nasrani di luar negeri , ibu-ibu dan para wanita lainnya menyelenggarakan pula peringatan  khusus untukl kalangan wanita/ibu-ibu yang mereka namakan Hari Ibu.
Sedangkan dikalangan remaja Muslim biasanya pada setiap tahun tidak mau pula ketinggalan menyambut dan merayakan hari kasih sayang ( valentine) sebuah tradisi dari kalangan Nasrani.
Mengikuti penyelenggaraan penyambutan, peringatan dan perayaan hari raya/ hari besar kaum non muslim seperti hari Natal, Tahun baru hari, Hari Ibu dan  Valentine sesungguhnya merupakan  perbuatan untuk menyerupai pihak non Muslim.

q.Menggunakan biji-bijian ( tasbeh) untuk beribadah
Sebelum Islam para pendeta Budha dan Hindu sudah lama menggunakan biji-bijian tasbeh dalam melakukan ibadahnya. Begitu pula  kaum Nasrani juga menggunakannya yang disebut Rosario serta dijadikan mereka sebagai kalung dengan dilengkapi patung salib kecil. Sebagian orang-orang muslim meniru dan mengikuti mereka dan menjadikan biji-bijian tasbeh sebagai alat untuk menghitung bacaan dzikir . Padalah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk menggunakan ruas-ruas/buku-buku jari untuk menghitung bacaan dzikir sebagaimana sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam :
سنن أبي داوود ١٢٨٣: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ عَنْ هَانِئِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ حُمَيْضَةَ بِنْتِ يَاسِرٍ عَنْ يُسَيْرَةَ أَخْبَرَتْهَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُنَّ أَنْ يُرَاعِينَ بِالتَّكْبِيرِ وَالتَّقْدِيسِ وَالتَّهْلِيلِ وَأَنْ يَعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ
Sunan Abu Daud 1283: dari Yusairah ia telah mengabarkan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan mereka (para wanita) agar menjaga takbir, pensucian Allah, serta tahlil, dan menghitung dzikir menggunakan ruas-ruas jari, karena ruas-ruas tersebut akan ditanya dan diminta untuk berbicara.
Sesungguhnya dzikir yang dibaca oleh seseorang jika dihitung dengan jari-jari tangan kanan itu lebih afdlal. Karena hal itu yang dianjurkan oleh Rasulullah (Warid) dengan perkataan dan dengan perbuatannya sendiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa Rasulullah ketika bertasbih beliau menghitungnya dengan jari-jari tangan kanannya (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya).
r.Memberi salam dengan menggunakan isyarat tangan
Kaum Hindu dalam menyampaikan penghormatan dengan cara mengatupkan kedua telapak tangan dan meletakkannya di depan dada.Sebagian kaum Muslimin dewasa ini dalam menyampaikan salam juga mengatupkan dua telapak tangan banyak yang meniru dan mengikuti sebagaimana kaum Hindu menyampaikan penghormatan.
Sedangkan kaum Yahudi untuk menyampaikan salam dengan isyarat dua jari dan kaum Nasrani dengan cara mengangkat tangannya.
s.Menyambut tamu yang dihormati dengan pengalungan bunga, acara ritual tabur beras kuning dan tepung tawar
Kaum Nasrani dalam menyambut kedatangan tamu agung/seseorang yang dihormati yang berkunjung kesuatu daerah melakukan penyambutanb  dengan upacara pengalungan bunga.  Kebanyakan kaum Muslimin meniru dan mengikuti apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani tersebut apabila kedatangan tamu yang dihormati seperti pejabat atau tamu agung dengan pengaluran bunga.
Upacara penyambutan tamu selain dengan pengalungan bunga juga adapula yang melakukannya dengan ritual tepung tawar (memercikkan air bunga-bungaan) dengan menggunakan bunga mayang pinang atau kelapa kemudian dilanjutkan dengan ritual tabur beras kuning. Tradisi yang sedemikian ditiru dan diikuti dari tradisi warisan peninggalan nenek moyang dari zaman jahiliyah.
t.Berdiri menyambut/menghormati orang
Kebanyakan kaum Muslimin apabila menyambut orang-orang lain yang datang memasuki suatu tempat mereka berdiri sebagai bentuk menghormati orang tersebut.Apalagi kalau yang dihormati tersebut adalah pejabat.  Kebiasaan tersebut ditiru dari perbuatan orang-orang di luar Muslim. Sedangkan berdiri untuk menghormati orang lain dilarang oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud :
سنن أبي داوود ٤٥٥٣: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ أَبِي الْعَنْبَسِ عَنْ أَبِي الْعَدَبَّسِ عَنْ أَبِي مَرْزُوقٍ عَنْ أَبِي غَالِبٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا فَقُمْنَا إِلَيْهِ فَقَالَ لَا تَقُومُوا كَمَا تَقُومُ الْأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهَا بَعْضًا
Sunan Abu Daud 4553: dari Abu Umamah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menemui kami dengan bertumpu pada sebuah tongkat, hingga kami bangkit ke arahnya. Tetapi beliau pun bersabda: "Janganlah kalian bangkit layaknya orang-orang 'Ajam (selain bangsa Arab) bangkit untuk mengagungkan sebagian yang lain."
v.Penggunaan beduk di masjid untuk tanda dimasukinya waktu melakukan shalat
Sampai sekarang di rumah-rumah ibadah kaum Muslimin seperti masjid, langgar atau surau beduk masih dan tetap digunakan sebagai sarana/alat untuk memberitahukan kepada kaum Muslimin bahwa waktu untuk shalat sudah tiba. Biasanya sebelum azan dikumandangkan terlebih dahulu beduk dipukul/ditalu secara berulang-ulang d. Setelah beduk selesai ditalu dilanjutkan dengan kumandang azan.
Penggunaan beduk di masjid atau surau-surau sebagai sarana pemberitahuan tibanya waktu shalat ditiru dan menyerupai kaum non muslim baik dari sekte Hindu maupun pada kuil kelenteng Kong Hu chu dan Shinto.
Sesungguhnya Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah melarang dan menolak dengan tegas untuk menggunakan alat seperti lonceng atau trompet untuk memberitahukan waktunya shalat sebagaimana yang diusulkan/digagas oleh sahabat beliau. Riwayat dimaksud disebutkan dalam sebuah hadits :
سنن أبي داوود ٤٢٠: حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ مُوسَى الْخُتَّلِيُّ وَزِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ وَحَدِيثُ عَبَّادٍ أَتَمُّ قَالَا حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بِشْرٍ قَالَ زِيَادٌ أَخْبَرَنَا أَبُو بِشْرٍ عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنْ الْأَنْصَارِ قَالَ
اهْتَمَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلصَّلَاةِ كَيْفَ يَجْمَعُ النَّاسَ لَهَا فَقِيلَ لَهُ انْصِبْ رَايَةً عِنْدَ حُضُورِ الصَّلَاةِ فَإِذَا رَأَوْهَا آذَنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ الْقُنْعُ يَعْنِي الشَّبُّورَ وَقَالَ زِيَادٌ شَبُّورُ الْيَهُودِ فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ وَقَالَ هُوَ مِنْ أَمْرِ الْيَهُودِ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ النَّاقُوسُ فَقَالَ هُوَ مِنْ أَمْرِ النَّصَارَى فَانْصَرَفَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ وَهُوَ مُهْتَمٌّ لِهَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُرِيَ الْأَذَانَ فِي مَنَامِهِ قَالَ فَغَدَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَبَيْنَ نَائِمٍ وَيَقْظَانَ إِذْ أَتَانِي آتٍ فَأَرَانِي الْأَذَانَ قَالَ وَكَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدْ رَآهُ قَبْلَ ذَلِكَ فَكَتَمَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا قَالَ ثُمَّ أَخْبَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُخْبِرَنِي فَقَالَ سَبَقَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ فَاسْتَحْيَيْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بِلَالُ قُمْ فَانْظُرْ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ فَافْعَلْهُ قَالَ فَأَذَّنَ بِلَالٌ
قَالَ أَبُو بِشْرٍ فَأَخْبَرَنِي أَبُو عُمَيْرٍ أَنَّ الْأَنْصَارَ تَزْعُمُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ لَوْلَا أَنَّهُ كَانَ Sunan Abu Daud 420: dari Abu Umair bin Anas dari sebagian pamannya dari kaum Anshar, dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat memperhatikan shalat, bagaimana cara mengumpulkan orang banyak untuk mengerjakan shalat. Maka dikatakan kepada beliau; Pancangkanlah bendera ketika waktu shalat telah tiba. Apabila mereka melihatnya, maka sebagian memberitahukan yang lainnya. Namun usulan itu tidak disukai beliau. Lalu disebutkan juga kepada beliau, terompet, kata Ziyad; Terompet Yahudi, pendapat ini juga tidak disenangi beliau, dan beliau bersabda: "Itu termasuk perbuatan orang orang yahudi". Disebutkan pula kepada beliau, supaya memakai lonceng, beliau bersabda: "Itu perbuatan orang orang Nasrani". Lalu Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih pulang, dia seorang yang sangat peduli terhadap kepedulian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian dia bermimpi adzan, katanya; Maka hari esoknya Abdullah pergi menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu menyampaikan hal mimpinya itu. Maka dia berkata kepada beliau; Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya di antara tidur dan terjaga, tiba tiba datang kepadaku seseorang lalu memberitahukan adzan. Katanya; Umar bin Al-Khaththab juga bermimpi demikian sebelum itu, namun beliau menyembunyikannya selama dua puluh hari. Kata perawi; Kemudian Umar memberitahukannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda kepadanya: "Apa yang menghalangimu untuk menyampaikan kepadaku?" Dia menjawab; Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku, sebab itu saya merasa malu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Bilal, berdirilah, lalu apa yang diperintahkan oleh Abdullah bin Zaid kepadamu itu, maka laksanakanlah!" Maka Bilal pun mengumandangkan adzan.
Dari hadits tersebut diatas dapat dipahami bahwa menggunakan alat yang berasal dari ahli kitab berupa lonceng dan trompet saja dilarang untuk memberitahukan tentang waktu shalat, tentunya menggunakan beduk yang berasal dari Hindu dan kelenteng juga terlarang, karena perbuatan tersebut meniru atau menyerupai umat non Muslim.
 
8. P e n u t u p
Meskipun menurut angka statistik jumlah hitungan angka umat islam di negeri ini merupakan umat yang mayoritas,namun  dari sudut pandang sepintas dalam  penampilan dalam kehidupan sehari-hari ternyata jumlah golongan atau umat non muslim jauh lebih banyak hitungannya. Hal tersebut dikarenakan tingkah laku dalam keseharian mereka sudah sangat sulit dibedakan dengan tingkah polah kaum non Muslim. Hal tersebut dalam terlihat dari gambaran yang nyata bahwa apa yang dilakukan oleh kalangan non Muslim juga diperbuat dan ditiru, diikuti oleh kaum Muslim.

Hal sedemikian karena apa-apa yang menjadi ciri khas orang –orang diluar islam dalam kehidupan sehari-harinya juga telah dilakukan dan dihayati oleh sebagian terbesar umat islam. Sebagian besar mereka yang beragama islam beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh mereka sama seperti yang dilakukan oleh mereka-mereka di luar islam adalah hal yang lumrah yang tidak perlu dipermasalahkan. Padahal tanpa disadari mereka telah melakukan penyimpangan terhadap syari’at islam yang telah digariskan.
Begitu banyak dan tidak terhitung tradisi orang-orang non Muslim yang diikuti, ditiru dan diserupai oleh sebagian besar orang-orang Muslim, bahkan hal-hal yang terkait dengan ibadahnya mereka non muslim juga ditiru dan diikuti serta diserupai dengan dalih agar disebut sebagai orang yang modern.
Padahal syari’at Islam melarang keras umatnya untuk mengikuti, meniru-niru dan menyerupai orang-orang dari kalangan non Muslim, karena Islam memiliki syari’at yang berbeda yang didalamnya telah diatur segala hal sampai yang terkecil  secara sempurna, sehingga tidak lagi memerlukan penambahan hal-hal yang baru yang berasal dari tradisi kaum muslim. Karenanya itu kaum muslimin wajib menjauhi segala bentuk meniru-niru, mengikuti dan menyerupai apa saja dari kaum non muslim.(Wallahu’alam )
Sumber :
1. Al-Qur’an dan terjemahan ( Departemen Agama RI)
2. Ensiklopedi hadits Kitab 9 Imam www.lidwapusaka.com
3. Tasyabbuh yang Dilarang Dalam Fiqih Islam Jamil bin Habib Al-Luwaihiq.
4. Bahaya Mengekor non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’i
5. Parasit Aqidah A.D. El.Marzdedeq.
6. Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah.
7. Risalah Bid’ah Abdul Hakim bin Amir Abdat.
8. Artikel www. Al-Atsyyariyah.com

Diselesaikan pada hari Kamis, ba’da Dhuha, 2 Dzulhijjah 1433H/18 Oktober 2012
( Musni Japrie )

7 komentar:

  1. Bagaimana dengan ikut libur tiap hari Ahad, hari libur Nasrani, dan peringatan hari-hari penting menurut Negara?

    BalasHapus
  2. Zaman sekarang (globalisasi) hampir tak bisa dibedakan lagi antara budaya muslim dan nonmuslim karena saling meniru begitu saja. Tidak disadari lagi bahwa hal itu urusan agama.

    BalasHapus
  3. ijin share gan... moga bermanfaat bagi semua...

    BalasHapus
  4. Sekedar koment.. Jika belum mengerti belajarlah.. Jika tahu, lihatlah.. Mempelajari secara teority itu penting.. Menganalisis secara nyata juga penting.. Tulisan ini baik.. Tapi lemah dalam analisis...

    BalasHapus
  5. mas musni tulisannya sgt bagus cuma masalah ultah memperingati hari ulang tahun nabi sallahualaihi wasalam memperingatinya pada setiap minggu dengan puasa hari senin itu apa bkn memperingati hari ultah nabi, maaf sy org awam apakah itu salah

    BalasHapus
  6. Setelah saya membaca artikel ini, dan membahas hadits ini
    مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
    “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud)
    Facebook jga yg bikin orang Yahudi, kita umat muslim ikut2an, apakah kita termasuk golongan kaum Yahudi jga. Mohon di jelaskan....?????

    BalasHapus
  7. Maaf, dari sekian yg bertanya, kok gkda jawaban ya min....

    BalasHapus