Apabila kita mau memperhatikan tata cara
kehidupan beragama saudara-saudara kita kalangan umat islam yang berada
disekitar kita dewasa ini sungguh sangat memprihatinkan. Karena begitu maraknya
perilaku berkembangnya ajaran-ajaran sesat dan menyimpang, perbuatan syirik dan
bid’ah dan berbagai kerusakan dalam agama yang dilakukan oleh orang-orang dalam keseharian mereka . Mereka tersebut
beranggapan bahwa apa yang dikerjakan tidak lain adalah untuk memperoleh kebaikan semata dan samasekali bukanlah hal
yang terlarang dalam agama.
Betapa banyak orang-orang yang mengikuti
ajakan syetan sehingga dengan senang hati mengikuti ajaran-ajaran sesat dan
menyimpang dari syari’at
Betapa banyaknya mereka-mereka yang
mengaku sebagai muslim yang taat dalam melakukan ibadah tetapi juga tidak
pernah meninggalkan perbuatan melestarikan tradisi warisan leluhur yang penuh
dengan kesyirikan.
Betapa banyak mereka-mereka ahli ibadah
dalam menunaikan ibadah-ibadahnya bercampur dengan perbuatan bid’ah yang bukan
bersumber dari as-Sunnah Rasul, melainkan mereka peroleh dari meniru-niru atau
mengikuti perkataan para ustadz dan kiayi yang tidak didasari oleh dalil yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Betapa banyak sekarang ini
saudara-saudara kita umat islam dalam tingkah laku kehidupannya sehari-hari
meniru-niru, mencontoh atau mengikuti tingkah laku dari kaum non muslim,
seperti mengadakan peringatan hari ulang tahun kelahiran, merayakan dan
menyambut tahun baru ( masehi maupun hijriyah ).
Fenomena perilaku kehidupan seperti yang digambarkan tersebut merupakan
kerusakan yang umumnya dilakukan oleh
mereka-mereka yang masih awam terhadap agama, dimana kondisi yang sedemikian
tidak saja dijumpai dikalangan masyarakat yang masih rendah tingkat
pendidikannya, tetapi juga dijumpai pada sebagian kalangan yang berpendidikan
menengah maupun berpendidikan tinggi. Bahkan juga terdapat dikalangan para
ustadz dan kiayi serta mereka-mereka yang mengaku sebagai tuan guru.
Bodoh Dari Ilmu Agama
Sejarah mencatat, kehidupan umat
manusia sebelum diutusnya Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa
sallam sangatlah jauh dari petunjuk ilahi. Norma-norma kebenaran dan
akhlak mulia nyaris terkikis oleh kerasnya kehidupan, karena itulah masa
tersebut masa jahiliyah, yaitu masa kebodohan.
Ketika keadaaan manusia seperti itu
maka Allah pun menurunkan Rasul-Nya, dengan membawa bukti keterangan yang
jelas, supaya Rasul tersebut bisa membimbing manusia dari kegelapan menuju
cahaya yang terang berderang dengan keterangan yang sangat jelas, dengan
bukti-bukti yang sangat jelas, Allah ta’ala berfirman dalam
al-Qur’an,
“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat, karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (yaitu syaithan
dan apa saja yang disembah selain dari Allah ta’ala) dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Islam adalah agama yang sarat
(penuh) dengan ilmu pengetahuan, karena sumber ilmu tersebut adala wahyu yang
Allah ta’ala turunkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam dengan perantara malaikat Jibril ‘alaihis
salam. Allah ta’ala Berfirman:
“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4)
Dengan ilmu inilah Beliau shalallahu
‘alaihi wa sallam tunjukkan semua jalan kebaikan, dan beliau
peringatkan tentang jalan-jalan kebatilan. Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam adalah Nabi yang terakhir dan sekaligus Rasul yang
diutus kepada umat manusia dan jin. Maka ketika Rasulullah wafat, beliau telah
mengajarkan ilmu yang paling bermanfaat dari wahyu Allah ta’ala,
ilmu yang sempurna, ilmu yang membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup untuk
kebahagiaannya di dunia dan akhirat. ( Buletin At-Tauhid edisi
IV/50 )
Namun sangat disayangkan, ternyata bahwa
masih banyak diantara umat islam yang
tidak mengambil manfaat dari apa-apa yang ditinggalkan oleh Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam berupa ilmu yang terkandung dalam sunnah beliau
sebagai syari’at agama islam. Karenanya tidaklah sebagai hal yang mustahil
apabila kebodohan akan agama menjadikan banyak orang-orang yang hidupnya jauh
dari tuntunan agama.
Jahil ( bodoh ) dari ilmu agama akan
menimbulkan beberapa dampak negatif antara lain “
Pertama :Jahil (bodoh)
terhadap agama menyebabkan orang tidak mengenal atau mengetahui bahwa al-Qur’an
sebagai satu-satunya kitab yang diwahyukan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
kepada Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam sebagai sumber segala sumber
hukum dalam islam yang dijadikan patokan utama dalam agama islam. Al-Qur’an
dengan segala kesempurnaannya merupakan patokan bagi setiap kaum muslimin dalam
menjalankan berbagai kepentingan dunia dan akhiratnya agar diridhai Allah.
K
e d u a
: Orang-orang yang jahil (bodoh) terhadap agama tidak akan mengenal dan mengetahui
bahwa sumber hukum dan tuntunan beragama yang kedua berupa As-Sunnah
Rasululllah shalallahu’alaihi wa sallam. As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi
wa sallam yang bersumber dari perjalanan hidup, sebagai contoh apa yang
dikerjakan oleh beliau baik dalam bentuk ucapan/perkataan, perbuatan dan sikap
hidup dalam keseharian. Dimana As-Sunnah sebagai bentuk penjelasan dari
Al-Qur’an, sedangkan As-Sunnah itu sendiri merupakan wahyu, karena apa yang
diperbuat oleh Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam tidak lain datangnya
dari Allah, dan perjalanan hidup beliau senantiasa berada dalam bimbingan Allah
sehingga terhindar dari salah. As-Sunnah itu tiada lain adalah bagian dari
ketentuan syari’at yang wajib dijadikan dasar hukum dalam beragama.
K
e t i g a
: Karena kejahilan ( kebodohan) akan agama banyak orang yang tidak begitu
mengenali aqidah islam . Sehingga mereka
tidak mengenal tauhid (mengesakan Allah) yang meliputi tauhid rububiyah yaitu
mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yaitu menciptakan, member rezeki,
menghidupkan dan mematikan, tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah dalam setiap
perbuatan seorang hamba Allah, yang artinya meyakini dengan sepenuh hati bahwa
Allah Dzat yang berhak menerima berbagai macam ibadah baik secara zahir maupun
bathin. Sedangkan tauhid yang ketiga adalah mengimani Asma’ dan Sifat Allah.
Dengan adanya pengetahuan tentang aqidah islam maka tidak akan ada perbuatan
syirik sebagai mana yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin yan g dalam
kesehariannya mereka telah melakukan berbagai kegiatan, seperti meminta
pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah, memberikan persembahan berupa
sesajen kepada makhluk halus, datang kekubur wali-wali dan orang-orang shalih
yang dikeramatkan untuk meminta pertolongan. Datang ke dukun dan paranormal
serta tukang sihir untuk berbagai keperluan dan lain sebagainya. Karena
banyaknya umat yang bodoh tentang ilmu aqidah, maka mereka hanyut dalam
kesyirikan sedangkan kesyirikan merupakan perbutan dzalim, sebagaimana yang
disebutkan dalam firman Allah subhanahu
1. وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ
يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa
yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain
Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu
kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". ( QS. Yunus : 106 )
K
e e m p a t
: Karena kebodohan tanpa ilmu maka banyak diantara kaum muslimin yang tidak
mengetahui bahwa syirik itu merupakan dosa yang tidak diampuni Allah
sebagaimana yang tersebut dalam Firman-Nya :
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً
بَعِيدً
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu)dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (
QS.
K
e l i m a :Kejahilan ( kebodohan ) akan ilmu agama
menyebabkan banyak orang yang melakukan perbuatan yang mengada-ada (bid’ah )
yang tidak bersumber dari tuntunan syari’at, baik tuntunan Al-Qur’an maupun
As-Sunnah. Karena seperti kebanyakan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin
dewasa ini sebagai akibat jauhnya dari ilmu syari maka mereka jauh dari
tuntunan as-Sunnah, mereka mengikuti apa saja yang dikatakan orang-orang jadi
panutan mereka seperti para ulama, ustadz, kiayi, guru-guru mengaji meskipun
sebenarnya apa yang disampaikan mereka tersebut tidak berdasarkan dalil/nash
yang dapat dipertanggung jawabkan. Ujung-ujungnya tanpa disadari banyak umat
islam ini meninggalkan sunnah dan lebih mencintai perbuatan bid’ah yang jauh
dari tuntunan. Sedangkan bid’ah itu sendiri terlarang dalam agama sebagaimana
yang disebutkan dalam hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam :
سنن الترمذي ٢٦٠٠: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ
بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ
بْنِ سَارِيَةَ قَالَ
وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ
مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ
مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى
اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ
يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ
فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ
الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا حَدَّثَنَا بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ
الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ
عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ
الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
وَالْعِرْبَاضُ بْنُ سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ
عَنْ حُجْرِ بْنِ حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
Sunan Tirmidzi 2600: Telah menceritakan
kepada kami Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Baqiyyah bin al Walid
dari Bahir bin Sa'd dari Khalid bin Ma'dan dari Abdurrahman bin Amru as Sulami
dari al 'Irbadh bin Sariyah dia berkata; suatu hari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam memberi wejangan kepada kami setelah shalat subuh wejangan
yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata mengalir dan hati menjadi
gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan ini merupakan wejangan
perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah? '
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku wasiatkan kepada
kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta'at meskipun terhadap
seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan
melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian
perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan
kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia
berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham."
K
e e n a m
: Tanpa menguasi ilmu syari’ maka setiap
invidu muslim tidak dapat mengetahui bahwa rujukan dalam melakukan ibadah itu
selain Al-Qur’an adalah As-Sunnah berupa hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa
sallam yang shahih. Karena tanpa pengetahuan banyak kalangan yang tidak
memahami hadits-hadits yang shahih, dha’if dan ma’udhu. Karena ketiadaan ilmu
pengetahuan tentang hadits banyak orang-orang yang beribadah tanpa dilandasi
hadits yang shahih. Tentang hadits ini imam Bukhari meriwayatkan :
صحيح البخاري ٨٣١: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَرَمِيُّ بْنُ عُمَارَةَ قَالَ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ عَنْ أَبِي بَكرِ بْنِ الْمُنكَدِرِ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ سُلَيْمٍ
الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
وَأَنْ يَسْتَنَّ وَأَنْ يَمَسَّ طِيبًا إِنْ وَجَدَ
قَالَ عَمْرٌو أَمَّا الْغُسْلُ فَأَشْهَدُ
أَنَّهُ وَاجِبٌ وَأَمَّا الِاسْتِنَانُ وَالطِّيبُ فَاللَّهُ أَعْلَمُ أَوَاجِبٌ هُوَ
أَمْ لَا وَلَكِنْ هَكَذَا فِي الْحَدِيثِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ هُوَ أَخُو مُحَمَّدِ
بْنِ الْمُنْكَدِرِ وَلَمْ يُسَمَّ أَبُو بَكْرٍ هَذَا رَوَاهُ عَنْهُ بُكَيْرُ بْنُ
الْأَشَجِّ وَسَعِيدُ بْنُ أَبِي هِلَالٍ وَعِدَّةٌ وَكَانَ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ
يُكْنَى بِأَبِي بَكْرٍ وَأَبِي عَبْدِ اللَّهِ
Shahih Bukhari 831: Telah menceritakan
kepada kami 'Ali bin 'Abdullah bin Ja'far berkata, telah menceritakan kepada
kami Harami bin 'Umarah berkata, telah menceritakan kepadaku Syu'bah dari Abu
Bakar bin Al Munkadir berkata, telah menceritakan kepadaku 'Amru bin Sulaim Al
Anshari berkata, "Aku bersaksi atas Abu Sa'id Al Khudri ia berkata,
"Aku bersaksi atas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau
bersabda: "Mandi pada hari Jum'at merupakan kewajiban bagi orang yang
sudah bermimpi (baligh), dan agar bersiwak (menggosok gigi) dan memakai
wewangian bila memilikinya." 'Amru berkata, "Adapun mandi, aku
bersaksi bahwa itu adalah wajib. Sedangkan bersiwak dan memakai wewangian -dan
Allah yang lebih tahu- aku tidak tahu ia wajib atau tidak, tapi begitulah yang
ada dalam hadits."
K
e t u j u h
: umat muslim tidak atau kurang mengusai
ilmu syar’i, maka kebanyakan kalangan umat islam banyak yang melalaikan
berbagai perintah-perintah yang diwajibkan untuk ditunaikan oleh seorang hamba
Allah. Akibatnya banyak perintah-perintah wajib dari Allah dan Rasul yang
ditinggalkan/tidak dikerjakan.Padahal dalam al-Qur’an tercantum sebanyak 108
bentuk perintah. Banyaknya umat islam tidak mengetahui perintah yang diwajibkan
dalam al-Qur’an yang mesti ditaati, sehingga mereka telah meninggalkan ketaatan
kepada Allah. Sedangkan ketaatan dan kepatuhan hamba kepada Allah merupakan
kewajiban sebagaimana firman Allah :
قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن
تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan
Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir". ( QS. Ali Imran : 3 )
K
e d e l a p a n
: kurangnya pengetahuan sebagian besar umat islam akan ilmu syar’i, banyak
sekali pelanggaran atas larangan yang harus dijauhi dan ditinggalkan. Sehingga
banyak hal-hal yang seharusnya terlarang dalam syari’at islam mereka lakukan
tanpa beban. Akibatnya karena kebodohan mereka telah berbuat dosa. Padahal
dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 59 ayat larangan. Sebagai contoh dalam
Surah al-Baqarah ayat 188 disebutkan firman Allah Ta’ala :
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم
بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ
النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.” ( QS. al-Baqarah : 188 )
Selain larangan yang ditetapkan oleh
Allah Ta’ala dalam al-Qur’an, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam juga
mengungkapkan larangan-larangan antara lain seperti hadits dibawah
Ini:
صحيح البخاري ٥٣٨٩: حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا
وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ مُجَاهِدٍ
عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا
وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ
Shahih Bukhari 5389: dari Hudzaifah
radliallahu 'anhu dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang
kami minum dari tempat yang terbuat dari emas dan perak, beliau juga melarang
kami makan dari tempat tersebut, memakai kain sutera dan dibaj (kain sutera
campuran) serta melarang duduk di atas kain tersebut."
K
e s e m b i l a n
: Setiap individu muslim yang tidak menuntut ilmu agama akan mudah terjebak dalam kesesatan, sebagaimana yang sering dijumpai
pada orang-orang jahil dari kalangan umat islam yang sesat dari ajaran
al-Qur’an dan as-Sunnah karena ajakan syaitan baik syaitan dalam bentuk iblis
dan syaitan dalam bentuk manusia, yang mengajak untuk meninggalkan risalah yang
dibawa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Hal itu dimungkinkan terjadi
karena kebodohan mereka atas agama Allah, mereka tidak memiliki pengetahuan yang
dapat membentengi dari ajakan orang-orang tersesat. Allah subhanahu wata’ala
berfirman :
وَمَا لَكُمْ أَلاَّ تَأْكُلُواْ مِمَّا ذُكِرَ
اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُرِرْتُمْ
إِلَيْهِ وَإِنَّ كَثِيرًا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
“Mengapa kamu tidak mau memakan
(binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan
sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang
lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah
yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.” ( QS.Al- An’am : 119)
K
e s e p u l u h
: Orang-orang yang tidak atau kurang memiliki
pengetahuan agama, tidak memiliki rasa
takut kepada Allah. Sehingga dengan tidak adanya rasa takut yang dimilikinya,
mereka tidak begitu tunduk dan taat dalam
menjalankan segala perintah yang
diwajibkan serta meninggalkan segala yang dilarangan, dan ini telah disinyalir
oleh Allah sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya :
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan je- nisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba- Nya, hanyalah ulama Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Ma- ha
Pengampun.” ( QS. Faathir : 35 )
Kewajiban takut manusia kepada Allah
Subhanahu wata’ala juga disebutkan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dalam
sabda beliau :
صحيح مسلم ١٧١٢: حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ
حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ قَالَ زُهَيْرٌ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي خُبَيْبُ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ
الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ
وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ
دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ
تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ
عَلَى مَالِكٍ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَوْ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ عُبَيْدِ اللَّهِ وَقَالَ
وَرَجُلٌ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُودَ إِلَيْهِ
Shahih Muslim 1712: Telah menceritakan
kepadaku Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Al Mutsanna semuanya dari Yahya Al
Qaththan - Zuhair berkata- Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari
Ubaidullah telah mengabarkan kepadaku Khubaib bin Abdurrahman dari Hafsh bin
Ashim dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah, pada
hari dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Yaitu; Seorang imam yang
adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang
hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena
Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang
laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat mesum
lalu ia menolak seraya berkata, 'Aku takut kepada Allah.' Dan seorang yang
bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang
disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan yang terakhir adalah seorang yang menetes
air matanya saat berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah dalam
kesunyian." Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata,
saya telah membacakan kepada Malik dari Khubaib bin Abdurrahman dari Hafsh bin
Ashim dari Abu Sa'id Al Khudri atau dari Abu Hurairah bahwa ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; yakni serupa dengan hadits
Ubaidullah, dan ia juga mengatakan; "Dan seorang laki-laki yang hatinya
selalu terpaut dengan masjid, bila ia keluar darinya hingga ia kembali."
K
e s e b e l a s
:. kejahilan ( kebodohan ) terhadap ilmu syar’i menyebabkan banyak umat islam
melakukan berbagai kemaksiatan dan kemunkaran secara terbuka dan
terang-terangan tanpa beban dan tanpa merasa telah berbuat dosa . Berbagai
kemaksiatan dan kemunkaran merebak di mana-mana tak terbendung dan dianggap
sebagai hal yang lumrah, padahal andaikan mereka mengetahui bahwa kemaksiatan
dan kemunkaran itu sangat dimurkai Allah maka tentunya mereka akan berpikir dua
kali untuk melakukannya. Andaikan mereka mengetahui setidaknya ada yang
menghalangi mereka dari perbuatan maksiat dan kemunkaran tersebut.
Allah berfirman :
بَلْ يُرِيدُ الْإِنسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ
“Bahkan manusia itu hendak membuat
maksiat terus menerus.”( QS. Al-Qiyaamah : 5 )
Tentang kemaksiatan ini Imam Bukharin
rahimahullaah meriwayatkan sebuah hadits :
صحيح البخاري ١٩١٠: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ ابْنِ عَوْنٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ سَمِعْتُ
النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ
حَدَّثَنَا أَبُو فَرْوَةَ عَنْ الشَّعْبِيِّ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ
قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي فَرْوَةَ سَمِعْتُ
الشَّعْبِيَّ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا
سُفْيَانُ عَنْ أَبِي فَرْوَةَ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُورٌ مُشْتَبِهَةٌ
فَمَنْ تَرَكَ مَا شُبِّهَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ كَانَ لِمَا اسْتَبَانَ أَتْرَكَ
وَمَنْ اجْتَرَأَ عَلَى مَا يَشُكُّ فِيهِ مِنْ الْإِثْمِ أَوْشَكَ أَنْ يُوَاقِعَ
مَا اسْتَبَانَ وَالْمَعَاصِي حِمَى اللَّهِ مَنْ يَرْتَعْ حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ
أَنْ يُوَاقِعَهُ
Shahih Bukhari 1910:”, telah bersabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Yang halal sudah jelas dan yang haram
juga sudah jelas. Namun diantara keduanya ada perkara yang syubhat (samar).
Maka barangsiapa yang meninggalkan perkara yang samar karena khawatir mendapat
dosa, berarti dia telah meninggalkan perkara yang jelas keharamannya dan siapa
yang banyak berdekatan dengan perkara samar maka dikhawatirkan dia akan jatuh
pada perbuatan yang haram tersebut. Maksiat adalah larangan-larangan Allah.
Maka siapa yang berada di dekat larangan Allah itu dikhawatirkan dia akan jatuh
pada larangan tersebut".
Keduabelas
:.
Banyak diantara umat islam yang berbuat kedzaliman dengan melakukan hal-hal
yang tidak menyenangkan bahkan menyakiti sesama manusia. Semua itu terjadi
karena kebodohan mereka akan agama, sehingga mereka mengira bahwa mendzalimi
sesama manusia dan sesama mahluk ciptaan merupakan perbuatan yang sah-sah saja
tidak melanggar syari’at. Begitu juga banyak diantara umat islam yang melakukan
kedzaliman atas diri mereka sendiri dengan melakukan pelanggaran
larangan-larangan dan mengabaikan berbagai perintah agama. Mengenai kedzaliman
ini banyak disebut-sebut dalam al-Qur’an, antara lain Allah subhanahu wata’ala
berfirman:
فَلَمَّا أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ
فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم
مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَينَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا
كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Maka tatkala Allah menyelamatkan
mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang
benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu
sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah keni'matan hidup duniawi, kemudian
kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan” ( QS. Yunus : 23 )
Berkaitan dengan apa yang dilakukan
orang-orang yang mendzalimi diri mereka sendiri, maka Allah berfirman :
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ
إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُواْ إِلَى بَارِئِكُمْ
فَاقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِندَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ
إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata
kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu
sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah
kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu Hal itu adalah lebih baik
bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS.
Al-Baqarah : 54 )
Tentang perbuatan dzalim disinggung pula
dalam sebuah hadits :
مسند أحمد ٥٥٦٢: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
بْنُ عَطَاءٍ أَخْبَرَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ مُحْرِزٍ قَالَ
بَيْنَمَا ابْنُ عُمَرَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ
إِذْ عَرَضَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ كَيْفَ سَمِعْتَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي النَّجْوَى قَالَ يَدْنُو الْمُؤْمِنُ
مِنْ رَبِّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ بَذَجٌ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ أَيْ
يَسْتُرُهُ ثُمَّ يَقُولُ أَتَعْرِفُ فَيَقُولُ رَبِّ أَعْرِفُ ثُمَّ يَقُولُ أَتَعْرِفُ
فَيَقُولُ رَبِّ أَعْرِفُ فَيَقُولُ أَنَا سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا
أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ وَيُعْطَى صَحِيفَةَ حَسَنَاتِهِ وَأَمَّا الْكُفَّارُ
وَالْمُنَافِقُونَ فَيُنَادَى بِهِمْ عَلَى رُءُوسِ الْأَشْهَادِ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ
كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
قَالَ سَعِيدٌ وَقَالَ قَتَادَةُ فَلَمْ يَخْزَ
يَوْمَئِذٍ أَحَدٌ فَخَفِيَ خِزْيُهُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ الْخَلَائِقِ
Musnad Ahmad 5562:”, ketika Ibnu Umar
sedang melakukan thawaf di Baitullah, tiba-tiba seorang laki-laki memergokinya
dan bertanya, "Wahai Abu Abdurrahman bagaimana yang kamu dengar dari Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam mengenai An-Najwa (bisikan dihari kiamat)?"
(Ibnu Umar) menjawab, "Nanti di hari kiamat, seorang mukmin mendekat
kepada Rabb-nya sebagaimana dekatnya anak domba. Kemudian Dia meletakkan
naungan-Nya ke atasnya, yaitu menutupi (dosa-dosa) -nya kemudian Dia berkata,
"Apakah kamu mengetahuinya?" dia menjawab, "Wahai Rabb-ku, saya
mengetahuinya." Allah bertanya lagi "Apakah kamu mengetahuinya".
Si mukmin menjawab, "Wahai Rabb-ku, saya mengetahuinya." Allah
berfirman kepadanya: "Saya telah menutupinya (merahasiakannya) di dunia
dan pada hari ini aku telah mengampuninya bagimu." Kemudian diberikanlah
kepadanya catatan kebaikan-kebaikannya. Adapun orang-orang kafir dan munafik,
mereka dipanggil dihadapan semua manusia dan dikatakan "Inilah mereka yang
telah mendustakan Rabb mereka, ketahuilah bahwa laknat Allah berlaku atas
orang-orang yang zalim." Telah berkata Sa'id dan berkata Qatadah; sehingga
hari itu, tidak seorang mukminpun merasa hina, lalu menyembunyikan kehinaannya
dari siapapun manusia.”
Ketiga belas : Orang-orang yang jahil (
bodoh) tidak banyajk mengerti tentang halal,
haram, makruh dan mujbah dalam islam sehingga dalam penerepan sehari-harinya terhadap
makanaagi boleh tidaknya suatu zat untuk dikonsumsi. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah
memberikan peringatan kepada hambanya dengan firman-Nya
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ
وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ
وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ
وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ
لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ
فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيم
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihan], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah
putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(
QS. Al-Maidah : 3 ).
Pentingnya Belajar Ilmu Agama
Seorang muslim tidak akan bisa
melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman salafush shalih. Agama
Islam adalah agama ilmu dan amal karena Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa
sallam diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman
) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى
وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِ
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan
membawa petunjuk dan agama yang hak agar
dimenangkan- Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” ( QA.
Al Fat-h: 28 ).
Yang dimaksud dengan al-hudaa ( petunjuk
) dalam ayat ini adalah ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan diinul
haqq ( agama yang benar ) adalah amal shalih. Allah Ta’ala mengutus Nabi
Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari
kebathilan, menjelaskan Nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya,
perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta
memerintahkan untuk melakukan segala apa yang berfmanfaat bagi hati, ruh dan
jasad. Beliau melarang umatnya dari perbuatan syirik, amal dan akhlak yang
buruk, yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya.
Cara untuk mendapatkan hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan
menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat
membedakan antara yang haq dengan yang bathil, tauhiddan syirik, sunnah dan
bid’ah, yang ma’ruf dan yang munkar, antara yang bermanfaat dan yang
membahayakan, Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada
kebahagian dunia dan akhirat ( Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam lihat Menuntut ilmu jalan menuju surga,
Pustaka At-Taqwa, hal 4-5 )
Sesungguhnya peran agama sangatlah
penting bagi manusia tidak saja untuk kepentingan dunianya tetapi lebih-lebih
lagi perannya dalam mempersiapkan diri dalam perjalanan panjang diakhirat
kelak. Bagaimana seseorang dapat meraih kebahagian yang dijanjikan Allah
subhanahu wata’ala apabila yang bersangkutan tidak melakukan kewajiban agamanya
yang benar, dan bagaimana pula seseorang dapat beragama dengan benar apabila
tidak mengetahui bagaimana agama tersebut dihayati kalau tidak memiliki
dasar-dasar pengetahuan tentang ilmum agama yang benar.
K e s i m p u l a n
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
menuntut ilmu syar’i akan memberikan banyakmanfaat dan keuntungan bagi
penuntutnya sedangkan kebodohan (kejahilan ) karena ketiadaan ilmu agama (
syar’i) menyebabkan banyaknya orang-orang tertipu dan lalai terhadap ketentuan
agamanya yang diatur oleh yang berhak menetapkan syari’at yaitu dalam hal ini
Allah Yang Maha Pengatur melalui firman-Nya yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad shalallahu’alaihi wasallam, dan diperjelas serta diuraikan oleh
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dengan sunnahnya. Kebodohan orang-orang
atas agamanya, tiada lain dikarenakan kemalasan mereka untuk menuntut ilmu
syar’i sebagai ilmu yang bermanfaat yang dapat menyelamatkan diri dari bencana
di akhirat kelak. Padahal berbagai kesempatan dan banyak cara cukup tersedia bagi
seseorang untuk menuntut ilmu. Namun semuanya kembali kepada masing-masing
individu, maukah mereka menyisihkan waktu dan tenaga serta meninggalkan
kegiatan dunia untuk menuntut ilmu. Dan ilmu itu tidak akan datang sendiri
tanpa adanya upaya mengejarnya.
( W a l l a a h u a ‘l a m )
Referensi :
1.Al-Qur’an dan
Terjemahnya ( Departemen Agama RI )
2.Al-Qur’an dan
Terjemahan , Software Salafi DB
3.Ensiklopedi hadits
Kitab 9 Imam, software Lidwa Pusaka
4.Fathul Bari., Ibnu
Hajar
5.Akidah Muslim, Zaenal
Abidin Bin Syamsuddin
6.Kunci Untuk Mencari
Ayat Al-Qur’an, DRS.M.S Khalil
7.Menuntut ilmu Jalan
Menuju Surga, Yasid bin Abdul Qadir Jawas
Selesai disusun menjelang ashar, Jum’ah 23
Sya’ban 1433 H/13 Juli 2012
( Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar