1.Bersikap Ghuluw
Terhadap Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam Termasuk Pintu Syirik
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
dalam Syarah Aqidah Ahlus Dunnah Wa
Jama’ah dalam bab tentang Wajibnya Mencintai dan Mengagungkan Nabi
Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam serta
Larangan Ghuluw (berlebih-lebihan) menyebutkan bahwa Pertama-tama, wajib bagi setiap hamba mencintai Allah dan
ini merupakan bentuk ibadah yang paling agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَمِنَ
النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ
وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ
إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلّهِ جَمِيعاً وَأَنَّ اللّهَ
شَدِيدُ الْعَذَابِ
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu [106] mengetahui
ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).(QS.Al Baqarah:165)
K e t e r a n g a n :
[106]
Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah
selain Allah.
Orang
yang beriman akan merasakan manisnya iman apabila hanya Allah dan Rasul-Nya
yang paling ia cintai.
Disebutkan
pula oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas bahwa :Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sepakat tentang wajibnya mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam melebihi kecintaan dan pengagungan terhadap seluruh makhluk
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi dalam mencintai dan mengagungkan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh melebihi apa yang telah ditentukan
syari’at, karena bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam seluruh perkara agama
akan menye-babkan kebinasaan.
Orang-orang
di masa kini banyak kita temui dengan dalih cinta kepada Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam mengamalkan bershalawat kepada beliau
shallallahu’alaihi wa sallam secara rutin dengan menggunakan bacaan shalawat
bukan berdasarkan tuntunan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam,melainkan
bershalawat dengan syair-syair yang
dikarang oleh ulama-ulama sedangkan isi shalawat tersebut sangat berlebihan
menyanjung dan mengangkat kedudukan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
menyamai kedudukan Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka menyerupai orang Nasrani
dalam sifat ghuluw mereka berikut kesyirikannya. Mereka terjatuh pada perkara
yang jelas-jelas dilarang. Mereka menampakkan sikap ghuluw terhadap
beliau shallallahu’alaihi wa sallam dan
menampakkan kesyirikannya, seperti dalam lantunan bait-bait syair yang disusun
oleh ulama.
Syair-syair yang dimaksud antara lain yang disusun oleh al-Bushiri dan ucapan kufurnya dalam
qashidah-nya al-Burdah ketika (dia seolah) mengajak berbicara kepada Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam. Dimana isi syair tersebut antara lain:
Wahai semulia-mulia makhluk Siapa lagi tempat aku berlindung selainmu
Ketika terjadinya malapetaka yang menyeluruh
Jika engkau tidak menyelamatkan tanganku pada hari kiamat
Sebagai keutamaan darimu maka katakanlah, wahai orang yang tergelincir kakinya
sesungguhnya termasuk dari kedermawananmu adalah dunia dan akhirat
Dan termasuk ilmumu adalah ilmu al-Lauh (catatan takdir) dan al-Qalam (pena penulis takdir)
Wahai semulia-mulia makhluk Siapa lagi tempat aku berlindung selainmu
Ketika terjadinya malapetaka yang menyeluruh
Jika engkau tidak menyelamatkan tanganku pada hari kiamat
Sebagai keutamaan darimu maka katakanlah, wahai orang yang tergelincir kakinya
sesungguhnya termasuk dari kedermawananmu adalah dunia dan akhirat
Dan termasuk ilmumu adalah ilmu al-Lauh (catatan takdir) dan al-Qalam (pena penulis takdir)
Begitu
juga shalawat Nariyah yang begitu terkenal oleh banyak kaum muslimin yang
dijadikan amalan rutin membacanya setiap kesempatan karena shalawat tersebut
dipercaya mempunyai khasiat yang luar biasa.Shalawat jenis ini banyak tersebar
dan diamalkan di kalangan kaum muslimin. Bahkan ada yang menuliskan lafadznya
di sebagian dinding masjid. Mereka berkeyakinan, siapa yang membacanya 4444
kali, hajatnya akan terpenuhi atau akan dihilangkan kesulitan yang dialaminya.
Berikut nash shalawatnya:
اللَّهُمَّ
صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
الَّذِيْ تُنْحَلُ بِهَ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ
الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ وَيُسْتَسْقَى
الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ كُلِّ
مَعْلُوْمٍ لَكَ
“Ya Allah, berikanlah shalawat yang sempurna
dan salam yang sempurna kepada Baginda kami Muhammad yang dengannya terlepas
dari ikatan (kesusahan) dan dibebaskan dari kesulitan. Dan dengannya pula
ditunaikan hajat dan diperoleh segala keinginan dan kematian yang baik, dan
memberi siraman (kebahagiaan) kepada orang yang sedih dengan wajahnya yang
mulia, dan kepada keluarganya, para shahabatnya, dengan seluruh ilmu yang
engkau miliki.”
Muhammad
Jamil Zainu dalam Minhaj Al-Firqatin
Najiyah berkata :”Ada beberapa hal yang perlu dijadikan catatan kaitannya
dengan shalawat ini:
Sesungguhnya
aqidah tauhid yang diseru oleh Al Qur’anul Karim dan yang diajarkan kepada kita
dari Rasulullah shallallahu laiahi wasallam, mengharuskan setiap muslim untuk
berkeyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya yang melepaskan ikatan (kesusahan),
membebaskan dari kesulitan, yang menunaikan hajat, dan memberikan manusia apa
yang mereka minta.
Tidak
diperbolehkan bagi seorang muslim berdo’a kepada selain Allah untuk
menghilangkan kesedihannya atau menyembuhkan penyakitnya, walaupun yang diminta
itu seorang malaikat yang dekat ataukah nabi yang diutus. Telah disebutkan
dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan haramnya meminta
pertolongan, berdo’a, dan semacamnya dari berbagai jenis ibadah kepada selain
Allah Azza wajalla. Firman Allah:
قُلِ
ادْعُوا الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُوْنِهِ فَلاَ يَمْلِكُوْنَ كَشْفَ الضُّرِّ
عَنْكُمْ وَلاَ تَحِْويْلاً
“Katakanlah:
‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Maka mereka
tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula
memindahkannya.” (Al-Isra: 56)
2-
Bagaimana mungkin Rasulullah shallallahu alaihi wasallam rela dikatakan bahwa
dirinya mampu melepaskan ikatan (kesulitan), menghilangkan kesusahan, dsb,
sedangkan Al Qur’an menyuruh beliau untuk berkata:
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً
وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ
لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ
نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ
“Katakanlah:
‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang
ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa
berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (Al-A’raf: 188)
Seorang
laki-laki datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu mengatakan,
“Berdasarkan kehendak Allah dan kehendakmu”. Maka beliau bersabda:
أَجَعَلْتَنِيْ
للهِ نِدًّا؟ قُلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ
“Apakah
engkau hendak menjadikan bagi Allah sekutu? Ucapkanlah: Berdasarkan kehendak
Allah semata.” (HR. An-Nasai dengan sanad yang hasan)
Ustadz Ammi Nur Baits dalam artikelnya tentang syirik dalam shalawat Nariyah mengemukakan bahwa pada shalawat ini terdapat beberapa lafadz yang maknanya telah melanggar pengertian syirik di atas.
Dalam
shalawat ini terdapat pujian yang berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Sementara
pujian berlebihan kepada beliau merupakan salah satu sikap yang dilarang keras
oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, hati-hatilah
kalian (jangan sampai) melakukan ghuluw (bersikap berlebihan) dalam beragama.
Karena sesungguhnya sikap ini telah menghancurkan umat-umat sebelum kalian.”
(HR. Ibn Majah dan dishahihkan Syaikh Al Albani).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan bentuk shalawat kecuali Shalawat
yang beliau ajarkan adalah shalawat yang sering dibaca ketika shalat pada saat duduk tasyahud.
Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci jika orang-orang memujinya dengan
berbagai ungkapan seperti: “Engkau adalah sayyidku, engkau adalah orang yang
terbaik di antara kami, engkau adalah orang yang paling utama di antara kami,
engkau adalah orang yang paling agung di antara kami.” Padahal sesungguhnya
beliau adalah makhluk yang paling utama dan paling mulia secara mutlak.
Meskipun demikian, beliau melarang mereka agar menjauhkan mereka dari sikap
melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam menyanjung hak beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam, juga untuk menjaga kemurnian tauhid. Selanjutnya beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan mereka agar menyifati beliau dengan
dua sifat yang merupakan derajat paling tinggi bagi hamba yang di dalamnya
tidak ada ghuluw serta tidak membahayakan ‘aqidah. Dua sifat itu adalah
‘Abdullaah wa Rasuuluh (hamba dan utusan Allah).
Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka disanjung melebihi dari apa yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala berikan dan Allah ridhai. Tetapi banyak manusia yang
melanggar larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, sehingga mereka
berdo’a kepadanya, meminta pertolongan kepadanya, bersumpah dengan namanya
serta meminta kepadanya sesuatu yang tidak boleh diminta kecuali kepada Allah.
Hal itu sebagaimana yang mereka lakukan ketika peringatan maulid Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam kasidah atau nasyid, di mana mereka tidak
membedakan antara hak Allah Subhanahu dengan haknya Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam. ( Wallahu’alam )
(Bersambung
ke bagian ke empat)
1. Al-Qur’an dan Terjemahan, www.Salafi-DB.com
2. Kitab Hadits 9 Imam, www Lidwa
Pusaka .com
3.Fathul Majid ( Terjemahan ),Penjelasan Kitab Tauhid,Dyaikh Abdurrahman
Hasan Alu Syaikh,Penerbit Pustaka Azzam
4.Perilaku & Akhlak Jahiliyah,Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab
At-Tamimi, penerbit Pustaka Sumayah
5.Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
6. Ayat-ayat Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an KH.Qomaruddin dkk,
penerbit Diponogoro
7. Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam Abdurrahman bin MNU’alla
Al-Luwaihiq,penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
8. Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik H.Mahrus Ali,
penerbit Laa Tasyuki Press
9. Bahaya Mengekor Non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’I, penerbit Media Hidayah
Selesai disusun, Senin,
27 Dzulhijjah 1433H/12 Nopember 2012(Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar