Berbagai
ragam rupa perbuatan yang dilakukan oleh anak manusia sejak awal Islam hingga
sekarang menjurus kepada perbuatan
mempunyai peluang dan kemungkinan besar
akan menjadikan pintu masuk kepada syirik yang menjerumuskan pelakunya
ke dalam dosa yang tidak terampuni. Sehingga seyogyanya kaum Muslimin
mewaspadainya sejak dini dan menjauhi segala bentuk perbuatan tersebut agar
selamat dari siksa neraka tempat yang dijanjikan bagi pelakunya.
Berbagai
perbuatan yang berpeluang dikatagorikan sebagai
pintu-pintu syirik tersebut antara lain :
1.
Ghuluw ( berlebih-lebihan ) terhadap ulama dan orang-orang shalih.
2.Tasyabbuh
(meniru-niru, mengikuti dan menyerupai) terhadap kaum di luar Islam
3.Mempercayai
khurafat dan tahyul
4.Warisan
tradisi nenek moyang jahiliyah.
Berikut
ini diulas secara singkat satu persatu tentang perbuatan perbuatan sebagaimana
disebutklan diatas .
Pintu
Syirik Pertama adalah : Ghuluw (
berlebihan ) terhadap Nabi dan para
Ulama
Pintu
syirik pertama adalah perbuatan ghuluw (
sikap berlebihan) kepada Nabi dan para ulama.
Pengertian ghuluw dalam arti syari’at adalah berbuat melampaui batas, baik
dalam keyakinan maupun amalan yang justru membuatnya menyimpang dari apa yang
telah ditetapkan oleh syari’at.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
ghuluw dalam agama berarti melampaui batas dengan menambah-nambah dalam memuji
sesuatu atau mencela sesuatu sehingga menyimpang jauh dari apa yang menjadi
haknya
Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan hafizhahullah mengatakan,
secara syariat ghuluw berarti berlebihan dalam mengangkat seseorang lebih dari
kedudukan yang sepantasnya, seperti mengangkat seorang nabi atau orang-orang
saleh ke martabat rububiyyah dan uluhiyyah (ketuhanan). (Syarah Masail
al-Jahiliah, hlm. 85)
.Ghuluw dalam Pandangan Agama
Sikap berlebih-lebihan
(ghuluw) merupakan perbuatan yang dibenci agama. Sikap ghuluw merupakan salah
satu ciri agama jahiliah dan merupakan asas kesesatan orang-orang Nasrani. Oleh
karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala
menerangkan kebencian-Nya terhadap perbuatan ghuluw di dua tempat di
dalam Al-Qur’an, agar umat Rasulullah n tidak terjatuh dalam perbuatan
tersebut, utamanya dalam menyikapi diri beliau shallallahu’alaihi wa sallam.
Begitu juga Rasulullah shallahu’alahi wa sallam dalam banyak kesempatan—bahkan
ketika di akhir hayat—dengan tegas mengingatkan umatnya dari hal tersebut.
Pertama, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ
لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ إِلاَّ الْحَقِّ
إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللّهِ وَكَلِمَتُهُ
أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَلاَ
تَقُولُواْ ثَلاَثَةٌ انتَهُواْ خَيْرًا لَّكُمْ إِنَّمَا اللّهُ إِلَـهٌ وَاحِدٌ
سُبْحَانَهُ أَن يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَات وَمَا فِي
الأَرْضِ وَكَفَى بِاللّهِ وَكِيلاً
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam
agamamu [383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya Al Masih, 'Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya [384] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan
(dengan tiupan) roh dari-Nya [385]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan : "(Tuhan itu) tiga",
berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah
Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit
dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.(QS. An Nisaa : 171 )
K e t e r a n g a n :
[383] Maksudnya :
janganlah kamu mengatakan Nabi 'Isa u itu Allah, sebagai yang dikatakan oleh
orang-orang Nasrani. [384] Lihat not 193. [385] Disebut tiupan dari Allah
karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.
قُلْ يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُواْ
أَهْوَاء قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيرًا وَضَلُّواْ عَن
سَوَاء السَّبِيلِ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu
berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya
(sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".(QS. Al Maidah : 77 )
Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Hasan dalam syarahnya terhadap Kitab at-Tauhid mengatakan, “Sekalipun yang diajak berbicara oleh Allah ta’ala adalah
ahli kitab, namun arahannya umum untuk setiap umat sebagai suatu bentuk
peringatan dari sifat ghuluw, sebagaimana perbuatan Nasrani terhadap Nabi
‘Isa’alaihissallam dan perbuatan orang Yahudi terhadap ‘Uzair.” (Fathul Majid,
1/371)
Al-Hafizh Ibnu Katsir
t mengatakan, “Allah subhanahu wa ta’ala
melarang ahli kitab dari ghuluw dan kultus individu. Hal ini banyak
terjadi di kalangan Nasrani yang melampaui batas terhadap diri
‘Isa’alaihissallam, sehingga mereka mengangkatnya lebih dari martabat yang
telah diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
pada diri beliau. Mereka memosisikan beliau dari kedudukannya sebagai
seorang nabi menjadi sesembahan yang mereka sembah selain Allah .Bahkan, mereka
juga berlebih-lebihan dalam menyikapi para pengikut Nabi Isa ‘alaihissallam(di
antaranya para pendeta) yang mereka meyakini pada diri para pengikut tersebut, kesucian
dari dosa. Mereka mengikuti setiap apa yang dipetuahkan oleh (para pendetanya),
baik itu benar ataupun salah, kesesatan ataupun petunjuk, benar ataupun dusta.
Oleh karena itu, Allah l mengatakan, ‘Mereka menjadikan ulama-ulama dan
pendeta-pendeta tersebut sebagai sesembahan-sesembahan selain Allah’.”
[an-Nisa: 171] (Tafsir Ibnu Katsir, 1/603)
Asy-Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di (Taisir al-Karimirrahman, hlm. 179) mengatakan hal yang semakna dengan ucapan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah t yang berkata, “Barang siapa dari umat ini yang menyerupai
Yahudi dan Nasrani, serta dia berlebih-lebihan di dalam agama baik dengan cara
menambah maupun mengurangi, maka dia telah sama seperti mereka.” (Minhaj
as-Sunnah, 1/28, Majmu’ Fatawa, 3/370—394)
Asy-Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di t juga mengatakan, “Barang siapa berlebih-lebihan dalam menyikapi seorang makhluk sehingga
menjadikannya memiliki kekuasaan tunggal dalam mengatur dan sebagainya, maka
sesungguhnya dia telah menyamakannya dengan Rabbul ‘alamin.
Hal itu termasuk sebesar-besar dosa
syirik, karena hak-hak itu ada tiga:
1.Hak yang hanya
khusus bagi Allah ta’ala dan tidak ada
seorang pun yang menyamai-Nya dalam hak ini. Itulah hak peribadatan hanya
kepada-Nya semata dan tidak kepada selain-Nya, baik dengan cinta, bertaubat,
takut, berharap dsb.
2. Hak yang khusus bagi rasul-rasul-Nya, yaitu memuliakan mereka, melaksanakan hak-hak mereka, dan sebagainya.
3. Hak yang dimiliki bersama, yaitu hak beriman kepada Allah l dan beriman kepada rasul Allah. Cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan cinta kepada rasul-Nya, menaati Allah subhanahu wa ta’ala dan menaati rasul-Nya. Namun pada asalnya hak ini terkait dengan Allah. Adapun kepada rasul-Nya hanya sebatas mengikuti hak Allah.” (al-Qaulus Sadid, hlm. 73)
Dari dua ayat di atas,
jelaslah bahwa ghuluw dalam beragama, menyikapi sesuatu atau seorang yang alim
dengan cara berlebihan sehingga meletakkannya pada martabat lebih dari
kedudukannya sebagai manusia, merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah l dan
Rasul-Nya .Rasulullah n bersabda dalam sebuah hadits dari ‘Umar ibnul Khaththab
radhyallahu’anhu:
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah kalian memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji ‘Isa
bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah: hamba Allah
dan rasul-Nya.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 3445 dan 6830, Muslim no. 1691,
at-Tirmidzi no. 284)
Makna dari hadits ini:
“Janganlah kalian memujiku sehingga kalian berlebih-lebihan terhadapku,
sebagaimana kaum Nasrani berlebih-lebihan terhadap ‘Isa ‘alaihissallam yang
pada akhirnya mereka mengakui adanya hak peribadatan bagi ‘Isa bin Maryam. Aku
ini tidak lebih dari seorang hamba Allah ta’ala. Maka sifatilah diriku
sebagaimana Rabb-ku mensifatiku. Katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya.”
Di dalam hadits dari
Ibnu ‘Abbasradhyallahu’anhu , Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَاْلغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ
“Hati-hatilah kalian dari sikap ghuluw di dalam agama,
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena ghuluw di dalam agama.” (HR. Ahmad, dalam al-Musnad, 1/215 dan 347, Ibnu Majah no.
3064, an-Nasa’i )
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t (al-Iqtidha, 1/289—290) mengatakan, ”(Makna) hadits ini adalah umum mencakup segala macam ghuluw, baik di dalam i’tiqad (keyakinan) maupun amalan-amalan.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t (al-Iqtidha, 1/289—290) mengatakan, ”(Makna) hadits ini adalah umum mencakup segala macam ghuluw, baik di dalam i’tiqad (keyakinan) maupun amalan-amalan.”
Beliau menyebutkan
alasan menjauhi langkah orang-orang sebelum kita adalah agar tidak terjatuh
pada perkara yang menyebabkan kebinasaan, dan bahwa mengikuti mereka pada
sebagian ciri mereka dikhawatirkan akan menyebabkan tertimpa kebinasaan.
Hukum
Ghuluw
Allah berfirman,
قُلْ يَا أَهْلَ
الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُواْ
أَهْوَاء قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيرًا وَضَلُّواْ عَن
سَوَاء السَّبِيلِ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu
berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya
(sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (QS.Al Maidah : 77 )
Ayat serupa disebutkan
pula dalam firman Allah ta’ala dalam surat An Nisa: 171.
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ إِلاَّ الْحَقِّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَلاَ تَقُولُواْ ثَلاَثَةٌ انتَهُواْ خَيْرًا لَّكُمْ إِنَّمَا اللّهُ إِلَـهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَن يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَات وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَفَى بِاللّهِ وَكِيلاً
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam
agamamu [383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya Al Masih, 'Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya [384] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan
(dengan tiupan) roh dari-Nya [385]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan : "(Tuhan itu) tiga",
berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah
Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit
dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.(QS,An Nisaa: 171 )
K e t e r a n g a n :
[383] Maksudnya :
janganlah kamu mengatakan Nabi 'Isa u itu Allah, sebagai yang dikatakan oleh
orang-orang Nasrani. [384] Lihat not 193. [385] Disebut tiupan dari Allah
karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.
Imam Al Qurthubi
menegaskan dengan ayat di atas, Allah mengharamkan sikap ghuluw di atas.
Sedangkan ghuluw itu sendiri adalah melampaui batas. Dia mencontohkan,
bahwa di antara bentuk ghuluw seperti sikap ghuluwnya orang-orang Yahudi
terhadap Maryam binti Imran yang sampai - sampai menuduhnya berzinah.
Sebaliknya juga sikap ghuluw-nya orang-orang Nashrani terhadap dia
(Maryam) sehingga menganggapnya sebagai Tuhan.
Ibnu Katsir
menambahkan banyak golongan lain yang menuruti jejak orang-orang Nashrani
tersebut. Di mana mereka bersikap ghuluw terhadap pemimpin-pemimpin yang
dianggap berkompeten dalam urusan agamanya, yang kemudian mereka yakini
sebagai yang ma'shum. Ucapan merekapun
diikuti, baik itu benar maupun salah, baik berpedoman (pada yang
haq) maupun yang sesat, baik jujur maupun dusta!
Sementara dalam hadits
Ibnu Abbas disebutkan, bahwa Rasulullah bersabda, Wahai manusia,
waspadalah kamu sekalian terhadap ghuluw di dalam Islam. Sesungguhnya yang
membinasakan umat-umat sebelum kamu hanyalah sikap ghuluw dalam agama
mereka.
( Bersambung ke bagian
ke tiga )
1. Al-Qur’an dan Terjemahan, www.Salafi-DB.com
2. Kitab Hadits 9 Imam, www Lidwa
Pusaka .com
3.Fathul Majid ( Terjemahan ),Penjelasan Kitab Tauhid,Dyaikh Abdurrahman
Hasan Alu Syaikh,Penerbit Pustaka Azzam
4.Perilaku & Akhlak Jahiliyah,Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab
At-Tamimi, penerbit Pustaka Sumayah
5.Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
6. Ayat-ayat Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an KH.Qomaruddin dkk,
penerbit Diponogoro
7. Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam Abdurrahman bin MNU’alla
Al-Luwaihiq,penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
8. Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik H.Mahrus Ali,
penerbit Laa Tasyuki Press
9. Bahaya Mengekor Non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’I, penerbit Media Hidayah
Selesai disusun, Senin,
27 Dzulhijjah 1433H/12 Nopember 2012( Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar