Tahun 1433 Hijriyah telah berlalu, dan dewasa ini kita telah
berada di tahun yang baru 1434 Hijriyah. Berdasarkan perghantian tahun tersebut
ternyata perhitungan umur manusia telah bertambah lagi satu tahun, yang dalam
hal ini berarti bahwa kita semakin mendekati berakhirnya kehidupan di dunia
fana untuk beralih ke alam barzah, alam penantian dimana nantinya semua yang
mati akan dibangkitkan kembali di alam akhirat untuk menempati surga atau
neraka. Suatu tempat yang kekal tiada berkesudahan dimana untuk menempati salah
satu diantaranya didasarkan kepada semua yang telah dilakukan selama manusia
berada dialam dunia ini. Siapa saja yang selama hidupnya telah melakukan amal
kebajikan sebagai bentuk keataatannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala serta
meninggalkan segala bentuk larangan, maka sesuai dengan yang dijanjikan oleh
Allah, kelak akan memperoleh balasan surga, namun sebaliknya siapa saja yang
meninggalkan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, melakukan perbuatan
maksiat dan kemunkaran serta hidup dengan bergelimang dalam perbuatan-perbuatan
yang dilarang, maka niscaya Allah Rabbul Alamin akan memberikan hukuman dengan
menempatkannya dalam neraka.
Sejalan dengan dimasukinya tahun yang baru dan
ditinggalkannya sudah perjalanan hidup selama satu tahun yang lalu, maka setiap
hamba Allah patut kiranya untuk melakukan intropeksi dan evaluasi terhadap
perjalanan yang sudah dilalui tersebut dengan mengadakan tela’ahan seputar
tingkah polah sebagai seorang muslim yang terikat dengan syari’at. Apakah apa
yang telah diperbuat tersebut merupakan amal kebajikan ataukah penuh dengan
kemaksiatan dan kemunkaran. Dengan hasil evaluasi dan audit prilaku kehidupan
tersebut maka jadilah dia sebagai bekal catatan untuk melangkah kedepan.
Apabila ternyata dari hasil evaluasi dan audit tersebut ternyata selama setahun
lalu hidup ini dihiasi dengan kemaksiatan dan kemunkaran, maka di dalam
melangkah kedepan mutlak harus ada langkah-langkah perbaikan, sehingga hari
esok harus lebih baik dari hari ini, agar tidak termasuk dalam golongan yang
merugi.
Buruknya catatan hasil evaluasi dan audit prilaku selama
satu tahun berlalu tiada lain merupakan buah dari kurangnya penghayatan
seseorang terhadap nilai-nilai keimanan khususnya yang berkaitan dengan
keta’atan kepada Alllah subhanahu wa ta’ala berupa ketaqwaan, sehingga yang
bersangkutan tidak pernah merasa takut meninggalkan perintah-perintah dan
dengan bangga melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang. Untuk itu sebagai
langkah pendahuluan memasuki perjalanan hidup selama setahun ke depan, setiap
muslim berkewajiban memperbarui imannya.
Naik Turunnya Kadar Iman Seseorang
Tentang naik turunnya kadar iman
seseorang dijelaskan dalam banyak nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah ‘
Pertama: Firman Allah Ta’ala ,
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ
النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ
إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“(Yaitu) orang-orang
(yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang
mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang
kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan
mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah
adalah Sebaik-baik Pelindung“.” (QS Alimron: 173).
Para ulama
Ahlus Sunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan
pengurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin
‘Uyainah rahimahullah, “Apakah iman itu bertambah atau berkurang?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta’ala,
فَزَادَهُمْ
إِيمَانًا
“Maka perkataan itu
menambah keimanan mereka”. (QS
Alimron: 173) dan firman Allah Ta’ala,
وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
“Dan Kami tambah
pula untuk mereka petunjuk”.(QS
al-Kahfi: 13) dan beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya, “Bagaimana iman
bisa dikatakan berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Jika
sesuatu bisa bertambah, pasti ia juga bisa berkurang”.( Diriwayatkan kisah ini
oleh al-Aajuriy dalam kitab asy-Syari’at hlm 117)
Kedua: Firman Allah Ta’ala,
وَيَزِيدُ اللَّهُ
الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ
ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّا
“Dan Allah akan
menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal
saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik
kesudahannya.” (QS Maryam: 76).
Syeikh Abdurrahman as-Sa’di
menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan, “Terdapat dalil yang menunjukkan
pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para as-Salaf
ash-Shaalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah Ta’ala,
وَيَزْدَادَ الَّذِينَ
آَمَنُوا إِيمَانًا
“Dan supaya orang
yang beriman bertambah imannya.”
(QS al-Mudatstsir: 31) dan firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya).” (QS al-Anfaal:8/2)
Juga dikuatkan dengan kenyataan
bahwa iman itu adalah perkataan qolbu (hati) dan lisan, amalan qolbu, lisan dan
anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. (
Tafsir as-Sa’di 5/33)
Ketiga: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي
وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا
يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seorang
pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika
minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam
keadaan mukmin”.[13](
Muttafaqun ‘Alaihi, Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi
berkata, “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya tentang iman dan
berkurangnya iman. Beliau rahimahullah menjawab, “Dalil mengenai
berkurangnya iman terdapat pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah
mencuri dalam keadaan mukmin.” ( Diriwayatkan oleh al-Kholaal dalam kitab
as-Sunnah no. 1045)
Keempat: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْإِيمَانُ بِضْعٌ
وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ
شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
“Iman itu lebih
dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan:
“Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari
jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.” ( Muttafaqun ‘alaihi, diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim)
Hadits yang mulia ini menjelaskan
bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada yang terendah .
Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat
dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena
itu Imam At-Tirmidzi memuat bab dalam sunannya: “Bab Kesempurnaan, bertambah
dan berkurangnya iman”.
Syeikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah
ketika menjelaskan hadits di atas menyatakan, Ini jelas sekali menunjukkan iman
itu bertambah dan berkurang sesuai dengan pertambahan aturan syariat dan
cabang-cabang iman serta amalan hamba tersebut atau tidak mengamalkannya. Sudah
dimaklumi bersama bahwa manusia sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. Siapa
yang berpendapat bahwa iman itu tidak bertambah dan berkurang, sungguh ia telah
menyelisihi realita yang nyata di samping menyelisihi nash-nash syariat
sebagaimana telah diketahui. ( Lihat Iman Bisa Bertambah dan Berkurang oleh Ustadz Kholid
Syamhudi, Lc dalam Artikel www.muslim.or.id)
Menurunnya
kadar keimanan seseorang itu dipengaruhi oleh banyak hal baik yang bersumber
dari dalam diri sendiri sebagai faktor internal, maupun yang bersumber dari
luar sebagai faktor eksternal.Secara garis besar dapat disebutkan antara lain
yang bersumber dari dalam diri sendiri ( faktor internal ) :
1. Perbuatan syirik
Sebagai
seorang muslim mengakui bahwa tiada ilah lain yang diibadahi kecuali Allah Yang
Maha Pencipta, tetapi dalam praktek kehidupannya sehari-hari banyak sekali
perbuatannya yang menunjukkan bahwa apa yang diyakininya bertentangan karena
disamping mengakui adanya Allah ternyata juga mengakui adanya eksistensi
kekuatan dan kekuasaan lain selain Allah. Sebagai seorang yang beriman hanya
kepada Allah tetapi yang bersangkutan melakukan kesyirikan antara lain seperti
memberikan sesajen sebagai bentuk penghambaan kepada sesuatu selain Allah,
mempercayai dukun dan tukang sihir. Mempercayai jimat-jimat dan sesuatu yang
dianggap dapat memberikan perlindungan dan pertolongan. Berkenaan dengan
perbuatan syirik menyembah dan tunduk kepada selain Allah, Allah berfirman :
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ
أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ قُل لاَّ أَتَّبِعُ
أَهْوَاءكُمْ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya aku dilarang
menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah". Katakanlah:
"Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika
berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS.Al An’am)
Perbuatan syirik yang dilakukan oleh
seorang muslim sungguh telah menurunkan tingkat kualitas keimanannya ketempat
yang paling rendah
2. Kebodohan
Kebodohan merupakan salah satu hal
yang mengakibatkan berbagai perbuatan buruk. Boleh jadi seseorang berbuat buruk
karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang oleh agama. Bahkan
bisa jadi ia tidak tahu akan balasan atas perbuatannya kelak di akhirat. Karena
itu, marilah kita berupaya semaksimal mungkin untuk mencari dan menuntut ilmu,
terutama ilmu agama, sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan yang buruk,
sebagai akibat dari kebodohan kita sendiri.
3. Ketidak-pedulian, keengganan, dan melupakan kewajiban
Keengganan seseorang dalam ketika
berurusan dengan hal-hal yang berbsifat ukhrowi membuatnya sulit untuk dapat
melakukan kebaikan. Padahal berbuat baik sudah merupakan salah satu hal yang
diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’alaa.
Melupakan kewajibannya sebagai
makhluk untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa dapat pula
menyebabkan kadar iman kita berkurang. Padahal, kita sebagai manusia diciptakan
Allah Subhanahu wa ta’alaa semata-mata untuk beribadah kepadanya. Nafsu duniawi
membuat orang lupa kewajiban utamanya ini. Akibatnya, ia akan semakin jauh dari
cahaya Allah Subhanahu wa ta’alaa.
4. Menyepelekan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa
ta’alaa
Awal dari perbuatan dosa adalah
sikap menganggap sepele apa yang telah diperintahkan dan dilarang oleh Allah
Subhanahu wa ta’alaa. Sebagai akibatnya, orang yang menganggap sepele perintah
dan larangan-Nya akan senang sekali melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Sering
juga ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya hanyalah dosa kecil. Padahal,
jika dilakukan terus menerus, dosa-dosa kecil tersebut akan semakin besar.
Karena terbiasa melakukan dosa-dosa kecil, maka ia sudah tidak ada perasaan
takut dan ragu lagi untuk melakukan dosa-dosa besar..
Dari Abu Hurairah RA berkat: Rasulallah SAW pernah bersabda:
Dari Abu Hurairah RA berkat: Rasulallah SAW pernah bersabda:
إن المؤمن إذا أذنب ذنبا كانت نكتة سوداء في
قلبه فإن تاب ونزع واستغفر صقل منها قلبه وإن زاد زادت حتى يغلق بها قلبه فذلك
الران الذي ذكر الله عز وجل في كتابه كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون
"Sesungguhnya orang
mukmin apabila melakukan suatu dosa terbentuklah bintik hitam di dalam hatinya.
Apabila ia bertaubat, kemudian menghentikan dosa-dosanya dan beristighfar
bersihlah daripadanya bintik hitam itu. Dan apabila dia terus melakukan dosa
bertambahlah bintik hitam pada hatinya sehingga tertutuplah seluruh hatinya,
itulah karat yang disebutkan Allah di dalam kitab Nya: "Sekali-kali tidak
demikian, sebenarnya apa yang mereka usahakan telah menutup hati mereka". [QS. Al Mutaffifin: 14]. [HR. Al Baihaqi]
Imam al Ghazali pernah berkata, " Qolbu itu ibarat cermin. Saat seseorang melakukan dosa/ maksiat, maka ada satu noktah hitam menodai Qolbunya. Semakinbanyak dosa, semakin banyak noktah hitam. Qolbu yang ibarat cermin itu tidak bisa lagi digunakan untuk bercermin; untuk mengaca diri dan mengevaluasi diri. saat demikian, kepekaan spiritual biasanya akan lenyap dari dirinya. jika sudah seperti itu, jangankan dosa kecil apalagi sekedar berbuat makruh daan melakukan hal yang mubah yang melalaikan, dosa besar sekalipun tidak lagi dianggap besar. jangankan meninggalkan yang sunnah, meninggalkan kewajiban pun sudah dianggap biasa. Pasalnya, kepekaan Qolbu sudah nyaris hilang, tidak mampu lagi mendeteksi dosa, apalagi dosa yang dianggap kecil.
Begitulah, Maksiat itu tidak jarang melahirkan maksiat yang lain. Jika sering dikerjakan maka terjadilah akumulasi maksiat. Dosa-dosa kecilpun akhirnya menjadi besar.
Imam al Ghazali pernah berkata, " Qolbu itu ibarat cermin. Saat seseorang melakukan dosa/ maksiat, maka ada satu noktah hitam menodai Qolbunya. Semakinbanyak dosa, semakin banyak noktah hitam. Qolbu yang ibarat cermin itu tidak bisa lagi digunakan untuk bercermin; untuk mengaca diri dan mengevaluasi diri. saat demikian, kepekaan spiritual biasanya akan lenyap dari dirinya. jika sudah seperti itu, jangankan dosa kecil apalagi sekedar berbuat makruh daan melakukan hal yang mubah yang melalaikan, dosa besar sekalipun tidak lagi dianggap besar. jangankan meninggalkan yang sunnah, meninggalkan kewajiban pun sudah dianggap biasa. Pasalnya, kepekaan Qolbu sudah nyaris hilang, tidak mampu lagi mendeteksi dosa, apalagi dosa yang dianggap kecil.
Begitulah, Maksiat itu tidak jarang melahirkan maksiat yang lain. Jika sering dikerjakan maka terjadilah akumulasi maksiat. Dosa-dosa kecilpun akhirnya menjadi besar.
5. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah
mengatakan, Allah Subhanahu wa ta’alaa menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat
dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan
dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat.
Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada
yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada
seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”.
Sifat lalai, tidak mau belajar
agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa
jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau
melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan
(jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.
6.Hawa Nafsu
Nafsu yang tidak terkendalikan oleh
iman dan akal selalu meminta untuk dipenuhi dan dipuaskan, sehingga seseorang
yang dikuasai oleh nafsunya akan terjerumus dalam perbuatan melanggar larangan.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam menyebutkan tentang nafsu dalam sebuah
sabda beliau :
صحيح البخاري ٦٠٠٦:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
Shahih Bukhari 6006: Telah menceritakan kepada kami Ismail
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abu Az Zanad dari Al A'raj
dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang
menyenangkan nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi
(nafsu)."
7.Perbuatan maksiat
Perbuatan maksiat yang dilakukan
seseorang sebagai perbuatan dosa sangatlah dimurkai karena itu bertentangan
dengan akhlak yang mulia, karenanya seseorang yang kadar imannya menurun akan
begitu mudah melakukan kemaksiatan . Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
لَا يَزْنِي الزَّانِي
حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seorang
pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika
minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam
keadaan mukmin”. ( Muttafaqun ‘Alaihi,
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
8. Mengamalkan bid’ah
Seseorang
yang terbiasa mengerjakan amalan-amalan bid’ah dengan dalih untuk dapat
memperoleh lebih banyak kebaikan dan pahala, sebenarnya yang bersangkutan telah
mematikan sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam. Sedangkan meninggalkan
sunnah Rasul merupakan cermin dari rendahnya tingkat keimanan seseorang.
Sedangkan dari luar diri kita, ada
beberapa hal yang dapat menurunkan kadar keimanan kita, diantaranya adalah:
1.Syaithan
Syaithan adalah musuh manusia.
Tujuan syaithan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak
membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah Subhanahu wa ta’alaa, maka ia
menjadi sarang syaithan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan
terhadap Allah Subhanahu wa ta’alaa, membujuknya melakukan dosa.
2.Bujuk
rayu dunia
Allah Subhanahu wa ta’alaa berfirman
dalam Al Quran:
اعْلَمُوا أَنَّمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ
وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid: 20).
Pada
hakikatnya, tujuan hidup manusia adalah untuk akhirat. Dunia ini merupakan
tempat kita untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan kita di akhirat kelak.
Segala kesenangan yang ada di dunia ini merupakan kesenangan semu.Namun tidak
sedikit orang yang tergoda oleh kesenangan sesaat ini, sehingga rela melakukan
apa saja demi kehidupan dunia. Bahkan meskipun harus menyalahi perintah Allah
Shubhanahu Ta’ala sekalipun.
3.Pergaulan
yang buruk
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
سنن أبي داوود ٤١٩٣:
حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ وَأَبُو دَاوُدَ قَالَا
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya,
sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman
dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Didalam pergaulan sehari-hari antara sesama manusia sebagai
makhluk sosial akan terjadi hubungan interaksi yang dapat saling pengaruh
mempengaruhi, apalagi antara sesama teman dekatnya. Apabila seseorang dalam pergaulan
sehari-harinya berhubungan dengan seseorang yang suka meminum minuman keras,
merokok, berzinah, maka niscaya yang bersangkutan akan terpengarah dan ikut
pula melakukan apa-apa yang diperbuat oleh temannya tersebut. Seseorang yang
bergaul dekat dengan seseorang yang suka lalai dari melaksanakan keta’atan
kepada Allah, maka niscaya juga ia akan turut pula lalai dari keta’atan kepada
Allah. Sedangkan perbuatan tersebut merupakan gambaran lemahnya iman seseorang.
4.Film, sinetron,video forno dan
majalah
Dunia yang sekarang ini berada dalam era informasi dan
keterbukaan dan kebebasan sangatlah besar sekali perannya terhadap penurunan
kualitas keimanan seseorang, dimana melalui berbagai saluran informasi baik
berupa media cetak,media elektronika seperti televise, radio, jaringan internet
dan telepon selulair dapat diakses informasi dan tontonan yang menggoda dan
menimbulkan dampak berupa dorongan nafsu menuju kepada perbuatan maksiat. Bukan
sudah barang yang asing lagi bahwa televisi, video forno sangat mempengaruhi
berkembang suburnya perbuatan asusila dan sex bebas.
Sedangkan tentang peningkatan keimanan atas diri seseorang
muslim tentunya terkait langsung dengan bagaimana kadar dan kualitas pendekatan
diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semakin gencar dan aktif seseorang
melaksanakan ketaqwaan dan keta’atan kepada Allah dengan melakukan segala
bentuk perintah dan meninggalkan hal-hal yang terlarang dan syubhat, maka
niscaya tingkat keimanannya semakin meningkat dari hari kehari.
Memperbarui Iman
Dalam bahasa Arab, ada yang
mengartikan kata iman dengan “tashdîq” (membenarkan); thuma’nînah
(ketentraman); dan iqrâr (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling
tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Telah
diketahui bahwa iman adalah iqrâr (pengakuan), tidak semata-mata tashdîq
(membenarkan). Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq
(membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati)”.
Dengan
demikian, iman adalah iqrâr (pengakuan) hati yang mencakup:
1. Keyakinan hati, yaitu membenarkan terhadap berita.
2.Perkataan
hati, yaitu ketundukan terhadap perintah.
Yaitu: keyakinan yang disertai
dengan kecintaan dan ketundukan terhadap semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala .
Adapun
secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul
(perkataan) dan amal (perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah wal jamâ’ah, ad-dîn
(agama/amalan) dan al-imân adalah perkataan dan perbuatan, perkataan
hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan”.
Dari
perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah wal
jamâ’ah mencakup lima perkara, yaitu perkataan hati, perkataan lisan,
perbuatan hati, perbuatan lisan dan perbuatan anggota badan.
Banyak dalil yang menunjukkan
masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya adalah sebagai
berikut:
Pertama: Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati. Allah
Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ
الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang hanya beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang
benar.” (QS al-Hujurât: 15)
Kedua: Perkataan lisan, yaitu mengucapkan syahadat Lâ ilâha
illallâh dan syahadat Muhammad Rasulullâh dengan lisan dan
mengakui kandungan syahadatain tersebut. Di antara dalil hal ini adalah sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أُمِرْتُ أَنْ
أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ
فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ
بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintah
(oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada
yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan
sampai mereka menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah
melakukan itu, maka mereka telah mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali
dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada tanggungan Allah.”
Ketiga: Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti
ikhlas, tawakal, mencintai Allah Ta’ala , mencintai apa yang dicintai
oleh Allah Ta’ala , rajâ’ (berharap rahmat/ampunan Allah Ta’ala),
takut kepada siksa Allah Ta’ala , ketundukan hati kepada Allah Ta’ala,
dan lain-lain yang mengikutinya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati
mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal” (QS al-Anfâl: 2.
Keempat: Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan
kecuali dengan lidah. Seperti membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah Ta’ala,
doa, istighfâr, dan lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ
إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ
دُونِهِ مُلْتَحَدًا
“Dan bacakanlah
apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân). Tidak ada
(seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (QS al-Kahfi: 27).
Kelima: Perbuatan anggota badan, yaitu amalan yang tidak dilakukan
kecuali dengan anggota badan. Seperti: berdiri shalat, rukû’, sujud, haji, puasa,
jihad, membuang barang mengganggu dari jalan, dan lain-lain. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا
رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, ruku’lah, sujudlah, sembahlah Rabbmu dan berbuatlah kebajikan
supaya kamu mendapat kemenangan.”
(QS al-Hajj: 77)
Bagi
sebagian orang ada yang beranggapan bahwa apabila sudah beriman kepada Allah
Subhanahu wa ta’alaa saja sudah merasa cukup. Apapun yang dilakukannya, iman
yang ada dirinya tidak akan pernah luntur. Padahal tidaklah demikian. Iman yang
ada pada hati seseorang dapat luntur, atau bahkan hilang, jika orang tersebut
tidak menjaganya. Iman yang ada dalam hati kita mengalami fluktuasi. Iman
tersebut bisa bertambah kuat, namun juga dapat terkikis tanpa kita sadari. Naik
turunnya iman yang kita miliki tergantung kepada diri kita sendiri dalam
menjaganya. Sebagai seorang muslim, tentunya kita menginginkan agar iman yang
kita miliki tidak berkurang, tapi justru bertambah kuat..
Kemuliaan
dan keterpujian seseorang berkaitan erat dengan kesungguhannya dalam menambah
dan meningkatkan iman. Dan perkarayang paling berpotensi menambah dan
menguatkan iman adalah ilmu', kemudian amal shalih dan zikrullah. Maka setiap
kali seorang hamba menambah ilmu dan amal shalihnya berarti dia sedang
memperbaharui imannya dan inilah yang dimaksud dengan hadits Rasulallah
Shalallahu’alaihi wa Sallam dalam sabdanya:
جددوا إيمانكم قيل يا رسول الله وكيف نجدد
إيماننا قال أكثروا من قول لا إله إلا الله
"Perbaharuilah
iman kamu, beliau ditanya: "bagaimana kami memperbaharui iman kami, beliau
menjawab: "perbanyaklah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah." [HR. Ahmad dan Al Hakim
Memperbarui
iman sangatlah penting bagi setiap muslim, karena dengan banyaknya kesibukan
rutinitas ditambah dengan kesibukan mencari nafkah atau mengurus rumah tangga,
banyak orang terkadang lalai dari mengingat Allah,bahkan kadang-kadang sampai
berbuat dosa dengan melakukan berbagai perbuatan yang melanggar syari’at.
Dari Abu Hurairah Radhyallahu’anhu berkata: Rasulallah Shallalahu’alaihi wa Sallam pernah bersabda:
Dari Abu Hurairah Radhyallahu’anhu berkata: Rasulallah Shallalahu’alaihi wa Sallam pernah bersabda:
إن المؤمن إذا أذنب ذنبا كانت نكتة سوداء في
قلبه فإن تاب ونزع واستغفر صقل منها قلبه وإن زاد زادت حتى يغلق بها قلبه فذلك
الران الذي ذكر الله عز وجل في كتابه كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون
"Sesungguhnya
orang mukmin apabila melakukan suatu dosa terbentuklah bintik hitam di dalam
hatinya. Apabila ia bertaubat, kemudian menghentikan dosa-dosanya dan
beristighfar bersihlah daripadanya bintik hitam itu. Dan apabila dia terus
melakukan dosa bertambahlah bintik hitam pada hatinya sehingga tertutuplah
seluruh hatinya, itulah karat yang disebutkan Allah di dalam kitab Nya:
"Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang mereka usahakan telah
menutup hati mereka". [QS. Al Mutaffifin: 14]. [HR. Al Baihaqi]
Dalam rangka meningkatkan keimanan atau setidaknya
mempertahankan kondisi iman agar tetap dalam berkualitas maka dipandang perlu
setiap invidu muslim setiap saat memperbarui imannya dengan berbagai upaya
sebagimana yang dinasihatkan oleh ulama salaf , yaitu antara lain :
1.Meminta ampun dengan beristigfar dan bertaubat.
Bagi
mereka yang telah meninggalkan keta’atannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
karena melakukan berbagai perbuatan maksiat dan kemunkaran bersegeralah meminta
ampun ( beristigfar ) dan bertaubat untuk tidak akan mengulangi kembali
kekeliruan yang telah pernah dilakukan sebelumnya. Karena meminta ampun dan
bertaubat itu diwajibkan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَسَارِعُواْ إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa,”( QS. Ali Imran : 133 )
Sedangkan perintah bertaubat
sebagaimana yang firmankan Allah Subhanahuwa Ta’ala :
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ
رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ
مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ
أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian),
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai
kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.(QS.
Huud:3
2. Meninggalkan perbuatan syirik
Mereka yang menginginkan perbaikan
imannya kearah peningkatatan, maka yang pertama harus dijauhi dan
ditinggalkannya adalah praktek kesyirikan yang mengakui adanya kekuatan dan
keuasaan selain yang dimiliki Allah.Perbuatan syirik yang dilakukan oleh
kebanyakan Orang tidak diberikan ampunan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebagaimana disebutkan salam sebuah firmannya :
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ
فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(
QS.An Nisaa : 48 )
Salah satu upaya meninggalkan
perbuatan syirik adalah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa
Ta’ala, bukan untuk siapa-siapa. Ibadah yang ikhlas hanya untuk Allah dengan
mengikuti sunnah akan menyelamatkan
seseorang dari perbuatan syirik.
3.Kembali melakukan
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengikuti sunnah Rasulullah
Shallalahu’alaihi wa Sallam.
Bagi mereka yang selama ini terlena
dan larut dalam perbuatan bid’ah karena menginginkan banyak memperoleh kebaikan
dan pahala tetapi tidak sesuai sunnah, tidak ada tuntunannya dari Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa Sallam, maka segeralah meninggalkan segala bentuk
kebid’ahan karena perbuatan yang mengada-ada dalam hal agama merupakan
perbuatan yang tercela bahkan dianggap sesat sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam :
Amma ba’du :Sesungguhnya sebaik-baik nya
ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muh“ammad.
Seburuk-buruknya ibadah adalah yang dibikin-bikin , dan setiap bid’ah itu sesat
“( HR. Muslim )
4.Melakukan berbagai macam ibadah wajib.
Memperbarui iman dilakukan pula dengan melaksanakan ibadah wajib yang diperintahkan secara kontinyu ( istiqomah) dan konsisten yang meliputi ibadah sholat fardu 5 waktu serta ibadah puasa dan mengeluarkan zakat serta ibadah haji.memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Apabila selama ini seseorang telah melaksanakan ibadah wajib seperti sholat 5 waktu, maka dengan memperbarui iman berarti ibadah wajib tersebut ditingkatkan lagi kualitasnya seperti khusyu, tepat waktu dan melakukannya secara berjamaah dimasjid.
Memperbarui iman dilakukan pula dengan melaksanakan ibadah wajib yang diperintahkan secara kontinyu ( istiqomah) dan konsisten yang meliputi ibadah sholat fardu 5 waktu serta ibadah puasa dan mengeluarkan zakat serta ibadah haji.memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Apabila selama ini seseorang telah melaksanakan ibadah wajib seperti sholat 5 waktu, maka dengan memperbarui iman berarti ibadah wajib tersebut ditingkatkan lagi kualitasnya seperti khusyu, tepat waktu dan melakukannya secara berjamaah dimasjid.
5.
Melakukan ibadah-ibadah sunah
Ibadah-ibadah wajib perlu lebih disempurnakan dan diikuti
dengan ibadah-ibadah sunah yang disyari’atkan seperti sholat rawatib yang
mengikuti sholat-sholat wajib, melaksanakan sholat malam ( qiyamul lail ) yang
dikenal pula dengan sebutan sholat tahajut yang diikuti dengan sholat witir,
sholat dhuha . Ibadah sunah lainnya seperti puasa setiap hari senin dan kamis,
puasa 3 hari pada setiap pertengahan bulan ( bulan hijriyah ) perlu lebih
dilazimkan secara konsisten.
6.Memperbanyaklah amal
shalih
صحيح مسلم ١٧٠٧:
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِي الْفَزَارِيَّ عَنْ
يَزِيدَ وَهُوَ ابْنُ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا
قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ
الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَا قَالَ فَمَنْ
أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Shahih Muslim 1707: Dan telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu
Umar telah menceritakan kepada kami Marwan Al Fazari dari Yazid, ia adalah anak
Kaisan dari Abu Hazim Al Asyja'i dari Abu Hurairah ia berkata; Suatu ketika
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya: "Siapakah di
antara kalian yang pagi ini sedang berpuasa?" Abu Bakar menjawab,
"Aku." Beliau bertanya lagi: "Siapa di antara kalian yang hari
ini telah menghantarkan jenazah?" Abu Bakar menjawab: "Aku."
Beliau bertanya lagi: "Siapa di antara kalian yang hari ini telah memberi
makan orang miskin?" Abu Bakar menjawab: "Aku." Beliau bertanya
lagi: "Siapa di antara kalian yang hari ini telah menjenguk orang
sakit?" Abu Bakar menjawab, "Aku." Selanjutnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah semua itu ada pada
seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga."
Begitulah seharusnya sikap seorang mukmin yang begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surge sebagaimana firman Allah Subhanahuwa Ta’ala :
Begitulah seharusnya sikap seorang mukmin yang begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surge sebagaimana firman Allah Subhanahuwa Ta’ala :
سَابِقُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاء وَالْأَرْضِ
أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ
يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan)
ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.(QS.Al Hadiid:21)
“Berlomba-lombalah kamu
kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit
dan bumi.” (Al-Hadid: 21)
7. Meninggalkan dan menjauhkan semua perbuatan
yang dilarang syari’at
Memperbarui iman termasuk di dalamnya dengan meninggalkan
dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tercela serta dilarang. Dengan
menjauhkan diri dari perbuatan tercela serta terlarang berarti meninggalkan
perbuatan yang diharamkan sehingga diri benar-benar bersih dari kemaksiatan dan
kemunkaran. Karena orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang menjaga
kebersihan dirinya dari perbuatan yang dzalim. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:-
فَالزَّاجِرَاتِ
زَجْرًا
dan demi (rombongan) yang melarang dengan
sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan ma'siat), (QS.Ash-Shaaffat:2)
8.Menuntut
ilmu syar’i
Menuntut ilmu syar’i adalah langkah
penting untuk menghapus kebodohan (kejahilan ) terhadap agama, karena
sesungguhnya kebodohan itu akan menyebabkan kesesatan, tidak dapat membedakan
yang mana haq dan yang mana bathil, yang mana perintah dan yang mana
larangan.Dengan ilmu seseorang diangkat derajatnya melebihi orang-orang yang
bodoh.Allah berfirman,:
1. أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ
سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“Apakah kamu hai orang
musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (( QS.Az-Zumar:9)
Orang
yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri
daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa
neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya
surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.
9.Membaca dan menyimak Kitab Suci Al-Qur’an
Membaca
dan menyimak Al-Qur’an secara rutin dan berkelanjutan setiap hari akan
mendapatkan perolehan pahala yang besar. Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai
cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia. Sebagaimana firman
Allah :
2. وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ
شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا
“Dan Kami turunkan
dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (Al-Isra’: 82).
Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”
Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”
10.Merasakan
keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-’Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-’Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
3. وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ
بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan
mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi
seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan
tangan kanan-Nya [1317]. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari
apa yang mereka persekutukan.” ( QS.Az-Zumar:67 )
11. Melazimkan diri
dengan zikrullah ( mengingat Allah )
Dalam hal ini bukan hanya semata
banyaknya jumlah hitungan zikir yang tiada henti dengan menggunakan tasbeh
serta mengikuti zikir berjama’ah di dalam suatu majelis, tetapi zikir yang
dilazimkan yang disesuaikan dengan waktu, keadaan dan tempat sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu wa Sallam seperti zikir dan doa bangun
tidur, zikir dan doa pagi dan petang, zikir setelah sholat fardu dan banyak
lagi yang lainnya. Diriwayatkan bahwa
suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”
Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah,:
suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”
Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah,:
صحيح مسلم ٤٩٣٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى التَّيْمِيُّ وَقَطَنُ بْنُ نُسَيْرٍ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى
أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ إِيَاسٍ الْجُرَيْرِيِّ
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ حَنْظَلَةَ الْأُسَيِّدِيِّ قَالَ وَكَانَ
مِنْ كُتَّابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَقِيَنِي أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ
كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ قَالَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ قَالَ سُبْحَانَ
اللَّهِ مَا تَقُولُ قَالَ قُلْتُ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ
عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ فَنَسِينَا
كَثِيرًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ فَوَاللَّهِ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا
فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا ذَاكَ قُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ
حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافَسْنَا
الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِينَا كَثِيرًا فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنْ لَوْ
تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي وَفِي الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمْ
الْمَلَائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ
سَاعَةً وَسَاعَةً ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Shahih Muslim 4937: kali. Telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Taimi dan Qathan bin Nusair -dan
lafadh ini milik Yahya- telah mengabarkan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari
Sa'id bin Iyas Al Jurairi dari Abu 'Utsman An Nahdi dari Hanzhalah Al Usayyidi
dia berkata; (salah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam)
dia berkata; "Saya pernah berjumpa dengan Abu Bakar dan ia berkata kepada
saya; 'Bagaimanakah keadaanmu ya Hanzhalah? ' Saya (Hanzhalah) menjawab;
'Hanzhalah telah menjadi orang munafik.' Abu Bakar terperanjat seraya berkata;
'Subhanallah, apa maksud ucapanmu tadi hai Hanzhalah? ' Saya menjawab;
'Ketahuilah olehmu hai Abu Bakar, ketika kami berada di sisi Rasulullah, beliau
sering mengingatkan kami tentang siksa neraka dan nikmat surga hingga
seolah-olah kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri. Akan tetapi,
ketika kami keluar dari sisi Rasulullah, maka kami pun berlaku kasar dan jahat
kepada isteri dan anak-anak kami serta sering melakukan perbuatan yang tidak
berguna. Jadi, kami ini sering lengah.' Abu Bakar berkata; 'Demi Allah, kami
juga sering berbuat seperti itu hai Hanzhalah.' Kemudian saya dan Abu Bakar
pergi menuju ke rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sesampainya di
sana, saya berkata; 'Ya Rasulullah, Hanzhalah telah menjadi munafik.'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: 'Apa maksudmu hai Hanzhalah?
' Saya meneruskan ucapan saya; 'Ya Rasulullah, ketika saya berada di sisi engkau,
kemudian engkau menerangkan kepada saya tentang siksa neraka dan nikmat surga,
seolah-olah saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Akan tetapi,
ketika saya telah keluar dari sisi engkau, maka saya pun berlaku kasar kepada
istri dan anak-anak saya serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna.
Jadi saya sering bersikap Iengah.' Mendengar pernyataan tersebut, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya,
sungguh jika kamu senantiasa menetapi apa yang kamu lakukan ketika kamu berada
di sisiku dan ketika kamu berzikir, niscaya para malaikat akan menjabat
tanganmu dalam setiap langkah dan perjalananmu. Tetapi, tentunya yang demikian
itu dilakukan sedikit demi sedikit (dari waktu-kewaktu, secara berkala, tidak
spontanitas).' Beliau mengulangi kata-kata itu tigakali.
12.
Mengingat akan mati dan hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul
khatimah
Mengingat akan mati dan azab kubur
akan mendorong kita untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian tersebut agar
terbebas dari azab kubur dan nantinya dibangkitkan dihari pengadilan termasuk
kedalam golongan orang-orang yang mendapatkan naungan. Rasulullah bersabda :
سنن الترمذي ٢٢٢٩:
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي
الْمَوْتَ
قَالَ وَفِي الْبَاب
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
Sunan Tirmidzi 2229: Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin
Ghailan telah menceritakan kepada kami Al Fadl bin Musa dari Muhammad bin 'Amru
dari Abu Salamah dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
salam bersabda: "Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan yaitu
kematian" Berkata Abu Isa: Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Sa'id.
Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih gharib.
Melihat
orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah
kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak
membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang
hancur.Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita
menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan
tambah rajin beribadah.
Disamping itu rasa takut su’ul
khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita.
Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam
jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail,
lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas
terakhir.
13.
Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat
Tentang hari kiamat dengan kedahsyatannya
digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu;
sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat
besar (dahsyat) ( QS. Al Hajj : 1 ).
Mengingat akan dahsyatnya hari
kiamat maka akan terpikirkan oleh kita bagaimana dan apa yang harus dilakukan
agar terbebas dari kedahsyatannya tersebut, dan Allah menyebutkan dalam
firman-Nya :
فَأَمَّا مَن تَابَ
وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَعَسَى أَن يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ
Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta
mengerjakan amal yang saleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.(QS.Al Qashash : 67 )
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
فَأَمَّا الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِي رَحْمَتِهِ ذَلِكَ
هُوَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ
Adapun orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya
(surga). Itulah keberuntungan yang nyata.( QS. Al Jaatsiyah : 30)
14. Perbanyaklah munajat
kepada Allah dan pasrah kepada-Nya
Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam ;
Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam ;
صحيح مسلم ٧٤٤: و حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ وَعَمْرُو
بْنُ سَوَّادٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ
الْحَارِثِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ
أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا صَالِحٍ ذَكْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا
الدُّعَاءَ
Shahih Muslim 744: Dan
telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf dan Amru bin Sawwad keduanya
berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Amru bin
al-Harits dari Umarah bin Ghaziyyah dari Sumai, maula Abu Bakar bahwasanya dia
mendengar Abu Shalih Dzakwan bercerita dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Keadaan seorang hamba yang paling
dekat dari Rabbnya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa."
15.
Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk
Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح
البخاري ٥٩٤١: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو صَفْوَانَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ
أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَزَالُ قَلْبُ
الْكَبِيرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الْأَمَلِ
قَالَ
اللَّيْثُ حَدَّثَنِي يُونُسُ وَابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدٌ وَأَبُو سَلَمَةَ
Shahih
Bukhari 5941: Telah menceritakan kepada
kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Abu Shufwan Abdullah bin
Sa'id telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; telah
mengabarkan kepadaku Sa'id bin Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu
berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hati orang tua masih tetap berjiwa muda dalam dua perkara, yaitu;
mencintai dunia dan panjang angan-angan." Al Laits mengatakan; telah
menceritakan kepadaku Yunus dan Ibnu Wahb dari Yunus dari Ibnu Syihab dia
berkata; telah mengabarkan kepadaku Sa'id dan Abu Salamah.
16.
Memikirkan bahwa dunia itu memperdaya
Sesungguhnya bagi orang-orang yang
beriman dan selalu mengingat kehidupan yang abadi diakhirat dunia itu
sebenarnya hanyalah memperdayakan manusia sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِي وَالِدٌ عَن وَلَدِهِ وَلَا
مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا
تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ
بِاللَّهِ
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan
takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong
anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun.
Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan
dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu
dalam (mentaati) Allah. ( QS.
Luqman : 33 )
17. Bersikap tawadhu
Rasulullah saw. bersabda,
Rasulullah saw. bersabda,
سنن الترمذي ١٩٥٢: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ رَجُلًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
عَوْفٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي كَبْشَةَ الْأَنَّمَارِيِّ وَاسْمُهُ عُمَرُ بْنُ
سَعْدٍ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 1952: Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin
Muhammad dari Al Ala` bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sedekah itu, pada
hakekatnya tidak akan mengurangi harta. Tidaklah seorang memberikan maaf,
kecuali ia akan semakin bertambah mulia. Dan tidaklah seorang yang tawadhu'
karena Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya." Abu Isa berkata;
Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, dan Ibnu
Kasyabah Al Anmari, namanya adalah Umar bin Sa'd. Hadits ini adalah hadits
hasan shahih.
Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)
Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)
18. Perbanyak amalan
hati
Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)
Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)
19.
Sering menghisab diri
Allah berfirman,:
Allah berfirman,:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al
Hasyr : 18 )
Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.
Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.
20. Berdoa kepada Allah
agar diberi ketetapan iman
Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah Shalallahu’alaih wa Sallam berwasiat, :“Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”
Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.
Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan.:
Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah Shalallahu’alaih wa Sallam berwasiat, :“Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”
Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.
Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan.:
“Ya
Allah Yang
membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.”
(Muslim no. 2654
P e n u t u p
Sudah
merupakan sunatullah bahwa iman dalam diri seseorang muslim itu kadarnya turun
naik, dimana pada saat seseorang melakukan kemaksiatan dan kemunkaran serta
lalai dari keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka pada saat tersebut
kondisi imannya sedang turun dan bahkan melorot tajam sehingga dapat menjadikan
sesatnya seseorang muslim dari agamanya. Namun pada sementara sebagian orang
kadar imannya terus meningkat sehingga seluruh perbuatan dalam hidupnya selalu
berkaitan dengan pendekatan dirinya kepada Allah Yang Maha Pencipta. Imannya
terus dipelihara sehingga amal kebaikanlah yang menghiasi dirinya.
Mengingat
iman itu kadang-kadang turun dan kadang-kadang naik maka dibutuhkan upaya untuk
selalu merawatnya secara seksama dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah
dengan melakukan berbagai amal shalih sesuai dengan tuntunan syari’at. Bagi
seseorang yang merasa imannya menurun maka segeralah melakukan perbaikan dan
memperbarui imannya karena Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk selalu
memperbarui iman. Namun memperbarui iman itu seyogyanya dilakukan oleh seluruh
individu muslim tidak terkecuali.
Dalam
mengawali tahun baru ini marilah kita seluruhnya memperbarui iman kita agar
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meridhai dan memberikan rahmat serta hidayahnya
kepada kita . ( Wallaahu’alam bishawab )
(
Musni Japrie )
Sumber :
1. Al-Qur’an dan Terjemahan, shofware Salafi
DB
2. Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Iman, shofware Lidwa Pusaka
3. Artikel Muslim.or.id
4. Dakwatuna.Com
5. Majelis ilmu Ar-Royan
6. Jurnal Akutansi
7. www, Syahadat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar