Senin, 21 Januari 2013

SESUNGGUHNYA AGAMA ISLAM ITU TELAH SEMPURNA, TIDAK LAGI MEMBUTUHKAN REKAYASA PENAMBAHAN HAL-HAL YANG BARU (BID'AH)

Sebagaimana diketahui bahwa sesuatu organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan adanya pedoman seperti pemerintah sebagai organisasi yang besar memerlukan adanya Undang-Undang Dasar dan Undang-undang serta peratura-peraturan Pemerintah, dimana kesemuanya merupakan ketentuan hukum yang wajib dijadikan acuan bagi semua aparat pemerintah dalam melaksanakan roda organisasi pemerintahan. Dapat dibayangkan bagaimana kacau  balaunya organisasi pemerintahan apabila tidak memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur jalannya pemerintahan.
Begitu pula  halnya dalam masalah  agama, Allah subhanahu wa ta’ala telah menggariskan ketentuan-ketentuan hukum yang memuat berbagai perintah dan larangan-larangan bagi umat manusia yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan. Ketentuan hukum itu disebut juga sebagai syari’at, yang dituangkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah Rasul.
Sebagaimana ketentuan perundang-undangan dan peraturan dalam pemerintahan tidak mudah begitu saja ditambahi atau dikurangi oleh pihak-pihak yang merasa tidak berkecocokan dengannya, maka begitu pula halnya dengan ketentuan syari’at yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya tidaklah dapat dikurangi atau ditambah-tambahi dengan hal yang baru sesuai dengan selera dan pikiran manusia, meskipun apa-apa yang ditambahkan tersebut adalah hal-hal yang baik menurut pertimbangan perasaan dan akal manusia untuk lebih mendekat diri kepada Allah, atau untuk lebih memperbanyak lagi amalan-amalan sebagai bentuk keta’atan.
Syari’at islam berupa al-Qur’an dan as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam merupakan ketetapan patent dan harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar dan merupakan sesuatu yang mutlak yang tidak dapat diutak-atik lagi oleh siapapun juga.

Agama Islam Agama Yang Telah Sempurna
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah [394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini [397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa [398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.Al Maidah : 3)
Dari ayat tersebut diatas maka para sahabat,tabi’in,tabi’ut tabi’in dan seluruh ulama salaf memaknai dan menafsirkan bahwa agama islam sejak turunnya ayat tersebut telah disempurnakan oleh Allah Subhana wa ta’ala. Al-Qur’an sebagai kumpulan kalamullah telah secara rinci dan lengkap untuk dijadikan panduan dasar umat islam dalam menjalani hidupnya. Tidak ada satupun yang tertinggal.
Ayat tersebut diperkuat lagi dengan hadits Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam yang artinya :
Dari Muththalib bin Hanthab : Sesungguhnya Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam telah bersabda : “ Tidak aku tinggalkan sesuatupun/sedikitpun juga apa-apa yang Allah telah perintahkan kepada kamu, melainkan sesungguhnya telah aku perintahkan kepada kamu. Dan tidak aku tinmggalkan kepada kamu sesuatupun/sedikit pun juga apa-apa yang Allah telah larang/cegah kamu (mengerjakannya), melainkan sesungguhnya telah aku larang kamu dari mengerjakannya. “( Hadits ini di keluarkan oleh asy-Syafi’iy di kitabnya ar Risalah dan B ahaiqiy dikitab Sunannya
Islam sebagai agama yang memiliki syari’at atau aturan yang telah sempurna yang kemudian dilengkapi dengan As-Sunnah ( hadits ) yang di dalamnya berisi aturan dan tata cara dalam beribadah sehingga umat islam dapat menjalankan ibadahnya secara benar. Sehingga tidak seorangpun yang diperkenankan untuk menetapkan jalan dan cara beribadah sesuka hatinya sebagaimana firman Allah azza wa jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya [1408] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS Al Hujaraat : 1 ) ________________________________________
[1408] Maksudnya orang-orang mu'min tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya.
Setiap melakukan apa saja dan segala hal yang berkaitan dengan ibadah maka wajib berpedoman kepada As-Sunnah ( hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ) Karenanya dengan adanya tuntunan As-Sunnah itu agama Islam dalam bentuk syari’at yang sangat sempurna, sebagaimana yang difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala :
As-sunnah secara detail dan lengkap telah memberikan pedoman sebagai acuan kepada seluruh umat islam sampai hal terkecil sekalipun diajarkan, seperti cara untuk beristinja, sebagaimana disebutkan dalam sabda rasulullah shalallahu’alahi wa sallam :
صحيح مسلم ٣٨٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ وَمَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ
قَالَ لَنَا الْمُشْرِكُونَ إِنِّي أَرَى صَاحِبَكُمْ يُعَلِّمُكُمْ حَتَّى يُعَلِّمَكُمْ الْخِرَاءَةَ فَقَالَ أَجَلْ إِنَّهُ نَهَانَا أَنْ يَسْتَنْجِيَ أَحَدُنَا بِيَمِينِهِ أَوْ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ وَنَهَى عَنْ الرَّوْثِ وَالْعِظَامِ وَقَالَ لَا يَسْتَنْجِي أَحَدُكُمْ بِدُونِ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ
Shahih Muslim 386: dari Salman ( al Faarisyi) dia berkata, "Kaum musyrikin berkata kepada kami, 'Sungguh, aku melihat sahabat kalian (Rasulullah) mengajarkan kepada kalian hingga masalah adab beristinja', maka dia berkata, 'Ya. Beliau melarang kami dari beristinja' dengan tangan kanannya atau menghadap kiblat, dan beliau juga melarang dari beristinja' dengan kotoran hewan dan tulang.' Beliau bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian beristinja' kurang dari tiga batu'."
Berkata Ustadz Abul Hakim bin Amir Abdat tentang hadits tersebut diatas bahwa jawaban para sahabat kepada kaum musyrikin, menegaskan kepada kita; Sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam telah mengajarkan kepada umatnya segala sesuatunya tentang agama Allah ini al Islam, baik aqidahnya, ibadahnya, muamalahnya, adab-adab dan akhlaknya dan seterusnya bahkan adab buang air. Dan ini merupakan persaksian bahwa dari kaum musyrikan pada zaman itu tentang kesempurnaan Islam. Dan mereka pada waktu menjadi saksi-saksi hidup meskipun mereka tidak menyukainya dan membencinya.
Syari’at Islam dengan as-sunnah ( hadits ) memandang perlu hal yang kecil sekalipun seperti beristinja diberi tuntunan tata caranya, karena beristinja sebagai bagian thaharah merupakan syarat sah nya ibadah shalat.
Sebagai umat islam yang mengakui bertauhid kepada Allah dan mengakui Muhammad Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul panutan kita maka kewajiban kita untuk ta’at dan mencintai beliau dengan melaksanakan segala ketentuan baik perintah maupun larangan larangan yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.Dengan tidak melakukan hal-hal yang bersifat bid’ah.
Tentang As-sunnah sebagai acuan pedoman dalam beribadah, sebuah atsar yang sangat indah dari sahabat Abu Bakar As-Shidiq Radhiyallahu 'anhu berkata: “Tidaklah aku meninggalkan sedikitpun perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah, melainkan aku amalkan. Dan sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sedikit saja dari perintahnya, aku akan tersesat”
Sikap Sahabat Abu Bakar as-Shidiq radlyallahu’anhu patut yang diperlihatkan dengan perkataan tersebut patut dijadikan panutan bagi seluruh umat Islam. Begitu banyak As-Sunnah Rasulullah
Tidak ada cara dan alternatif lain yang wajib ditempuh setiap insan muslim selain mematuhi apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam, sebagaimana yang sering disebut-sebutkan yaitu as-sunnah Rasul.
Allah berfirman :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayan“ ( QS.Ali Imran : 31 )
Mengingat bahwa syari’at islam yang terdiri atas al-Qur’an dan as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam pada hakekatnya merupakan ketentuan hukum yang sudah patent yang tidak seorangpun, atau siapapun orangnya diharamkan untuk menambah-nambah atau mengurangi dari apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan alasan dan pertimbangan apapun termasuk di dalamnya pertimbangan untuk menambah dan memperbanyak ibadah sebagai wujud  keta’atan.
Sungguh syari’at Islam sudah sangat sempurna sehingga tidak memerlukan  lagi hal-hal baru meskipun itu dianggap sebuah kebaikan. Syari’at telah ditetapkan oleh yang berhak membuat syari’at yaitu Allah subahanahu wa ta’ala berupa firman-firmannya yang dituangkan dalam al-Qur’an dan petunjuk Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam berupa as-sunnah. Tidak ada petunjuk yang benar dalam beragama kecuali yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Apa saja yang berkaitan dengan agama yang tidak terdapat dalam syari’at adalah bathil dan bid’ah yang dibuat-buat oleh mereka-mereka yang mengajak umatnya terjerumus dalam kesesatan.
Allah Subhanahu Wa ta’ala dan Rasullullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam Selaku  Penetap Syari’at
Islam sebagai agama langit yang diturunkan oleh Allah azza wa jalla sebagaimana agama-agama samawi lainnya yang diturunkan kepada umat-umat terdahulu seperti kepada umatnya nabi Nuh ‘alaihisalam, Ibrahim’alaihis sallam, Musa ‘alaihis sallam dan Isa’alaihis sallam, tiada lain adalah dalam rangka menegakkan tauhid yang untuk pegangan bagi Nabi-nabi dan para Rasul yang ditugaskan menyampaikan risalah dari Allah dilengkapi dengan pedoman sebagai pegangan hukum berupa kitab suci. Baik berupa Zabur untuk Nabi Nuh ‘alaihis sallam, Taurad untuk Nabi Musa ‘alaihis sallam, dan Injil untuk Nabi Isa’alaihis sallam.Sedangkan untuk Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menurunkan al-Qur’an yang berisi antara lain ketentuan-ketentuan hukum, perintah-perintah dan larangan-larangan  dan pedoman penting bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan ketakwaan.
Berkaitan dengan penetapan kitab Taurad kepada Bani Israil, Allah berfirman :
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْهُدَى وَأَوْرَثْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ الْكِتَابَ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israil, (QS.Al Mu’min : 53)

Selanjutnya  yang berkaitan dengan al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّقَوْمِ يُوقِنُونَ
Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. (QS. Al Jaatisyah : 20 )


Firman Allah ta’ala :
وَإِنَّهُ لَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
Dan sesungguhnya AI Quraan itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(QS.An Naml : 77 )

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
Kitab  (Al Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. ( QS.  al Baqarah :2 )

Diayat lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
والَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhir (QS.al Baqarah :4 )
Sesungguhnya dalam islam syari’at yang dijadikan dasar hukum dan pedoman tidak saja terbatas hanya kepada Al-Qur’an semata, tetapi selain itu As-sunnah juga bagian dari syari’at sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala
As-Sunnah atau yang juga dikenal dengan sebutan al-Hadits merupakan dasar pijakan hukum bagi umat islam setelah Al-Qur’an, dan wajib bagi seluruh umat islam untuk berhukum kepada As-Sunnah tersebut. Kenapa As-Sunnah dijadikan landasan hukum bagi umat Islam di dalam bermuamalah dan beribadah, karena pada dasarnya As-Sunnah itu didalamnya mengandung segala bentuk perintah, larangan, contoh perbuatan dan teladan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang wajib untuk dita’ati serta diikuti dan diteladani.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada umat Islam untuk berhukum kepada As-Sunnah, antara lain sebagai berikut :
1.Firman Allah :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.(QS.Al Ahzab:36)
2. Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya [1408] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS Al Hujaraat : 1 )
________________________________________
[1408] Maksudnya orang-orang mu'min tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya.
3. Firman Allah :
قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".(QS. Ali Imran : 32 )
4. Firman Allah :
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS.Al Anfaal :46)
5.firman Allah :
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ العَزِيزُ الحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Baqarah : 129)
Sesungguhnya As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :
سنن أبي داوود ٣٩٨٨: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ نَجْدَةَ حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرِو بْنُ كَثِيرِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ حَرِيزِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي عَوْفٍ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلَا لَا يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الْأَهْلِيِّ وَلَا كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ وَلَا لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلَّا أَنْ يَسْتَغْنِيَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ أَنْ يَقْرُوهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ قِرَاهُ
Sunan Abu Daud 3988: dari 'Abdurrahman bin Abu Auf dari Al Miqdam bin Ma'di Karib dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur'an dan yang semisal bersamanya (As Sunnah). Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, "Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur'an! Apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur'an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur'an dari perkara haram maka haramkanlah. Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging himar jinak, daging binatang buas yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu'ahid (kafir dalam janji perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik muslim lebih utama) kecuali pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan barangsiapa singgah pada suatu kaum hendaklah mereka menyediakan tempat, jika tidak memberikan tempat hendaklah memberikan perlakukan sesuai dengan sikap jamuan mereka."
Sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa seluruh sabda Rasulullah yang berkaitan dengan agama adalah wahyu dari Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya::
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى .
Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Q.S. An-Najm:3)
Tidak ada perselisihan sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli syariat bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr. Dengan demikian, sudah pasti bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam penjagaan Allah; dan termasuk di dalamnya As-Sunnah.
Dari dalil-dalil yang disebutkan oleh Al-Qur’an serta Hadits tersebut diatas , maka sangat jelaslah keterangan b ahwa As-Sunnah tidak lain adalah merupakan pijakan dasar hukum bagi seluruh umat islam dalam bermuamalah dan beribadah selain Al-Qur’an sebagai dasar hukum yang kedua.
Sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin pada generasi awal, bahwa As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun dalam urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun melawan As-Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits (shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”. Dan perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Agama Islam itu dasarnya adalah wahyu bukan hawa nafsu atau menurut akal dan pikiran manusia. Sejalan dengan itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :“ Yang sedemikian itu, bahwa hal yang berkenaan dengan ibadah, agama, dan ketaatan harus bersumber darei al-Qur’an dan sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Tidak seorang berhak mengadakan ibadah dan ketaatan tanpa dalil syar’i sebagaimana  yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.(QS.Asy Syuura : 21)
Tidak Seorangpun Dimuka Bumi Yang Berhak Menetapkan Syariat Selain Allah dan Rasul-Nya
Agama Islam itu dasarnya adalah wahyu bukan hawa nafsu atau menurut akal dan pikiran manusia. Sejalan dengan itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :“ Yang sedemikian itu, bahwa hal yang berkenaan dengan ibadah, agama, dan ketaatan harus bersumber darei al-Qur’an dan sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Tidak seorang berhak mengadakan ibadah dan ketaatan tanpa dalil syar’i sebagaimana  yang disebutkan dalam firman Allah ta’ala :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.(QS.Asy Syuura : 21)
Pada ayat lain Allah ta’ala berfirman :
اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya [528]. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).(QS.Al A’raf : 3 )
K e t e r a n g a n :
[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
Dan masih banyak ayat yang lain yang menganjurkan kita agar beribadah berpijak dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan mengikuti sunnah Rasullullah shallallahu’alaihiwa sallam dan dilarang mengikuti selainnya “ ( al Fatawa Kubra 4/247, dikutip dari Majalah al-Furqon edisi ke 7 tahun ke 12 )
Kemudian Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pula :” Barang siapa menganggap perkataan dan amalnya wajib atau sunnah padahal tidak disyari’atkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, sungguh dia telah membuat syari’at yang tidak diizinkan  oleh Allah ta’ala. Dan Barang siapa yang mengikuti mereka , sungguh dia telah menyekutukan mereka dengan Allah azza wa jalla, padahal Allah tidak membolehkannya. ( Iqtidha ‘Shiratil Mustaqim l/268, dikutip dari Majalah al-Furqan Edisi 7 tahun ke 12 )
Syari’at Islam ( al-Qur’an dan as-Sunnah ) sebagai ketetapan Allah yang diturunkan melalui wahyu merupakan pedoman dan tuntutan bagi umat Islam dalam menjalankan agamanya, dimana dengan al-Qur’an dan as-sunnah tersebut pedoman dan tuntunan tersebut telah sangat sempurna tidak ada satupun kekurangan dan cacatnya sehingga harus ditambah. Namun ternyata ada saja mereka-mereka yang mengaku sebagai ulama yang dalam melakukan perannya membina umat tidak sepenuhnya menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pegangan, tetapi mereka malah menambah-nambahkan hal-hal yang baru yang samasekali sebenarnya tidak termasuk dalam bagian syari’at. Mereka mengada-adakan berbagai ragam amalan ibadah yang mirip dengan syari’at dengan dalih untuk lebih banyak dan giat lagi mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.
Hal-hal baru mereka tambahkan dalam melakukan ibadah yang sebelumnya tidak disyari’atkan kemudian diikuti oleh pengikut-pengikut mereka dan diamalkan secara terus menerus sehingga dijadikanlah hal-hal yang baru tersebut sebagai syari’at berdampingan dengan syari’at yang sebenarnya.
Apa yang dilakukan oleh sebagian kalangan ulama dalam menambah-nambahkan hal-hal yang baru dalam agama yang menyerupai syari’at sebenarnya pada hakekatnya sama saja mereka tersebut menganggap bahwa syari’at yang ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam masih belum cukup banyak, belum lengkap, masih ada kekurangannya atau belum memadai untuk dipergunakan sebagai petunjuk dalam beragama. Sehingga mereka secara lancing dan terlalu berlebihan membuat hal-hal baru yang kemudian disebar luaskan/diajarkan  kepada para pengikut mereka, sehingga tersebar luas di tengah-tengah masyarakat yang awam.
Kelancangan yang merupakan kesalahan fatal yang dilakukan mereka-mereka ulama akhlul bid’ah, karena apa yang dilakukan tiada lain hakekatnya mereka mendudukkan diri dalam keadaan setara dengan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai satu-satunya yang mempunyai hak untuk membuat/menetapkan syari’at, padahal mereka sebagai manusia tidak mempunyai kewenangan untuk itu. Perbuatan semacam ini tanpa di sadari sebenarnya mereka berupaya untuk  menyekutukan diri dengan Allah.
Perilaku ulama-ulama yang membuat-membuat hal yang baru dalam agama yang tidak disyari’atkan yang kemudiaan diikuti dan dijadikan pegangan  secara meluas oleh masyarakat awam sesungguhnya juga merupakan tindakan penghinaan baik kepada Allah subhanahu wa ta’ala maupun kepada Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam, karena Allah dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menentukan larangan-larangan  agar tidak dilakukan, tetapi mereka bahkan secara terang-terangan melakukan hal-hal yang dilarang tersebut. Banyak contoh perbuatan bid’ah yang dilakukan oleh kalangan akhlul bid’ah yang sebenarnya perbuatan yang dilarang antara lain berdoa dan berdzikir dengan suara keras, padahasl Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam melarangnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Musa al Asy’ariy radhyiallahu ‘anhu :
صحيح البخاري ٢٧٧٠: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّهُ مَعَكُمْ إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ
Shahih Bukhari 2770dari Abu Musa Al Asy'ariy radliallahu 'anhu berkata; Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan apabila menaiki bukit kami bertalbiyah dan bertakbir dengan suara yang keras. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai sekalian manusia, rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya".
Perlu diketahui bahwa sesungguhnya  pembuat syari’at (Allah Subhanahu wa Ta’ala ) telah membuat peraturan-peraturan kemudian mewajibkan makhluk untuk melaksanakannya, sehingga Dia sendirian dalam hal ini. Dialah yang membuat ketutusan tentang apa yang di perselisihkan oleh makhluk. Karena jika pembuatan peraturan-peraturan itu mampu di lakukan oleh Manusia, niscaya agama yang berisi peraturan-peraturan itu tidak di turunkan oleh Allah, para Rasul tidak perlu di utus, dan tidak ada lagi perselisihan di kalangan Manusia. maka orang-orang yang mengadakan perkara-perkara baru di dalam agama Allah Subhanahu wa Ta’ala itu berarti dia telah menempatkan dirinya sebanding dengan pembuat syari’at. Yaitu dia membuat peraturan bersamaan dengan pembuat syari’at dan telah membuka pintu perselisihan, serta menolak maksud atau tujuan pembuat syari’at di dalam kesendiriannya dalam membuat syari’at (peraturan).(Al-I’tisham I/66
Cukuplah Al-Qur’an dan as-Sunnah Sebagai Pedoman Dalam Beragama
Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang mengatur syari’at Islam merupakan satu-satunya ketentuan yang harus dipedomani oleh setiap muslim dalam menyelenggarakan segala sesuatunya yang berkaitan dengan agama, melakukan sesuatu yang tidak ada penggarisan maka berarti telah menyalahi atau menyelisihi ketentuan syari’at, dan yang sedemikian adalah perbuatan yang terlarang atau diharamkan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَمِنكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. ( QS, An- Nuur : 63 )
Diayat yang lain Allah Ta'ala juga berfirman:
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(QS. Al Hasyr )
Perintah untuk berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai syari’at disebutkan dalam firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْ
مْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. ( QS.An Nisaa:59)
Para alim-ulama berkata: "Maksudnya itu ialah supaya dikembalikan sesuai dengan al-Kitab - al-Quran - dan as-Sunnah - al-Hadis."
Selain ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk mematuhi ketentuan syari’at dan larangan menyelisihi, tidak kurang banyak pula hadits yang menyebutkannya, antara lain sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
صحيح البخاري ٦٧٤٤: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Shahih Bukhari 6744: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi nabi mereka, jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian."
Keterangan:
Isi yang terkandung dalam Hadis ini ialah:
Sesuatu yang merupakan larangan, maka sama sekali jangan dilakukan, tetapi kalau berupa perintah, cobalah lakukan sedapat-dapatnya dan jangan putus asa untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Misalnya shalat di waktu sakit: Tidak dapat dengan berdiri, lakukan dengan duduk; tidak dapat dengan duduk, boleh dengan berbaring dan pendek kata sedapat mungkin, asal jangan ditinggalkan sekalipun hanya dengan isyarat memejamkan serta membuka mata dalam melakukan shalat itu.
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
سنن الترمذي ٢٦٠٠: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ
وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا حَدَّثَنَا بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ وَالْعِرْبَاضُ بْنُ سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ حُجْرِ بْنِ حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
Sunan Tirmidzi 2600: dari Abdurrahman bin Amru as Sulami dari al 'Irbadh bin Sariyah dia berkata; suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wejangan kepada kami setelah shalat subuh wejangan yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan ini merupakan wejangan perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta'at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham."
Keta’atan kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam diwujudkan dengan mengikuti seluruh sunnah-nya, sedangkan yang enggan mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam termasuk orang yang membangkan yang tidak akan dapat memasuki surga, sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
صحيح البخاري ٦٧٣٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Shahih Bukhari 6737: dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap umatku masuk surga selain yang enggan, " Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?" Nabi menjawab: "Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang membangkang aku berarti ia enggan."
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan tentang seseorang yang tidak mau mematuhi ( membangkang) perintah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yaitu sewaktu makan diperintahkan oleh beliau agar menggunakan tangan kanan, tetapi orang tersebut membangkang karena kesombongan sehingga berakibat tangannya betul-betul tidak menyuap, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :
صحيح مسلم ٣٧٦٦: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ حَدَّثَنِي إِيَاسُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ
أَنَّ رَجُلًا أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِمَالِهِ فَقَالَ كُلْ بِيَمِينِكَ قَالَ لَا أَسْتَطِيعُ قَالَ لَا اسْتَطَعْتَ مَا مَنَعَهُ إِلَّا الْكِبْرُ قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ
Shahih Muslim 3766: dari 'Ikrimah bin 'Ammar; Telah menceritakan kepadaku Iyas bin Salamah bin Al Akwa'; Bapaknya telah menceritakan kepadanya, bahwa seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan tangan kirinya, Lalu Rasulullah bersabda: "Makanlah dengan tangan kananmu! Dia menjawab; 'Aku tidak bisa.' Beliau bersabda: "Apakah kamu tidak bisa?" -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya.
Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam dalam banyak hadits yang shahih mengajarkan dan memerintahkan banyak hal yang harus diikuti oleh umatnya. Harusnya sunah Rasulullah tersebutlah yang diikuti dan dilaksanakan, karena dengan mengikuti sunah Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam tersebut akan mendapatkan pahala.
Perbuatan mengikuti sunah seperti memelihara jenggot dan memotong kumis bagi kaun lelaki, sholat berjama’ah ke masjid, tidak meniru-niru atau mencontoh atau menyerupai kebiasaan umat lain ( tasyabbuh ) dan banyak yang lainnya lagi, jauh lebih bermanfaat dari pada menyanyikan shalawat dan kasidah bid’ah,tahlilan memperingati hari kematian, ziarah kekubur  keramat dan beribadah disisinya semuanya merupakan perbuatan yang mengada-ada yang tidak ada petunjuknya dan contohnya dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, tabi’in da n tabiu’t tabi’in,karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa.
Rasulullah shallalahu’alahi wa sallam bersabda :
Amma ba’du ! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataanadalah Kitabullah ( al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallalahu’alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru (muhdats) dn setiap muhdats adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Larangan Melakukan Ibadah Dengan Amalan-Amalan Yang Bersifat Bid’ah (Hal Yang Baru Dalam Agama)
Melakukan keta’atan kepada Allah subhanahu wa ta’ala sebagai wujud dari kewajiban umat tidak ada pilihan lain yang paling benar adalah mempedomani aturan-aturan yang telah digariskan pihak yang dita’ati yaitu dalam hal ini Allah subhanahu wa ta’ala dimana sebagai pembuat dan penetap syari’at Dia telah menurunkan al-Qur’an dan as-Sunnagh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Dengan adanya syari’at tersebut maka beribadah dengan tuntunan syari’at adalah wajib dan tidak boleh menyimpang dari tuntunan atau menambah-nambahkan hal-hal yang sifatnya baru diluar syari’at. Penambahan hal-hal baru dalam agama adalah perbuatan bid’ah.
MenurutSyaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah bahwa  bid’ah menurut syari’at ialah beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala tanpa tuntunan  syari’at Allah ta’ala atau tidak ada contoh dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak ada contoh dari para sahabat radhyiallahu’anhu. Dalil pertama adalah surat asy-Syuura ayat 21 :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.(QS.Asy Syuura :21 )
Sedangkan yang dalil yang kedua ialah sabda Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi
سنن الترمذي ٢٦٠٠: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ
وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رَوَى ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ هَذَا حَدَّثَنَا بِذَلِكَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ عَنْ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ وَالْعِرْبَاضُ بْنُ سَارِيَةَ يُكْنَى أَبَا نَجِيحٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ حُجْرِ بْنِ حُجْرٍ عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ
Sunan Tirmidzi 2600: dari Abdurrahman bin Amru as Sulami dari al 'Irbadh bin Sariyah dia berkata; suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi wejangan kepada kami setelah shalat subuh wejangan yang sangat menyentuh sehingga membuat air mata mengalir dan hati menjadi gemetar. Maka seorang sahabat berkata; 'seakan-akan ini merupakan wejangan perpisahan, lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami ya Rasulullah? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta'at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham."
Maka orang yang beribadah kepada Allah tanpa ada tuntunan dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dia telah mubtadi’ ( orang akhli bid’ah), baik berkenaan dengan nama Allah ta’ala dan sifat-Nya,hukum-hukum-Nya dan syari’at-Nya.Adapun urusan dunia yangmenjadi kebiasaan manusia, maka tidak dinamakan bid’ah menurut agama. Sekalipun dinamakan bid’ah atau perkara baru menurut bahasa, tgetapi tidaklah dilarang oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Tidak ada istilah bid’ah hasanah selamanya, sedangkan sunnah hasanah adalah yang sesuai dengan syari’at islam ( Majmu Fatawa wa Rasa’il Ibnu Utsaimin 2/225, dikutip dari majalah a-Furqon edisi 7 th ke 12 )
Bid’ah adalah hal yang baru dalam agama setelah agama itu sempurna . Atau sesuatu yang dibuat-buat setelah wafatnya Nabi shallalahu’alahi wa sallam berupa keinginan nafsu dan amal perbuatan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengungkapkan bahwa : “ Bid’ah dalam islam, adalah : segala yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya,yakni yang tidak diperintahkan baik dalam wujud perintah wajib atau berbentuk anjuran “
Sedangkan Imam Asy-Syathibi rahimahullah menyebutkan bahwa :” Bid’ah itu adalah satu cara dalam agama ini yang dibuat-buat, bentuk menyerupai ajrahn syari’at yang ada, tujuannya dilaksanakannya adalah untuk b erlbnih-lebihan dalam ibadah kepada Allah “
Amalan-amalan yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin yang bukan bersumber dan bukan perintah  dari al-Qur’an dan as-Sunnah, maka amalan tersebut tidak diterima oleh Allah ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
Shahih Bukhari 2499: dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak".
Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صحيح مسلم ٣٢٤٢: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَوْنٍ الْهِلَالِيُّ جَمِيعًا عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ ابْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Shahih Muslim 3242: dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak."
Hadits Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkata dalam khuthbahnya:
صحيح مسلم ١٤٣٥: و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ
و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ حَدَّثَنِي جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُا كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِ ذَلِكَ وَقَدْ عَلَا صَوْتُهُ ثُمَّ سَاقَ الْحَدِيثَ بِمِثْلِهِ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَخَيْرُ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ثُمَّ سَاقَ الْحَدِيثَ بِمِثْلِ حَدِيثِ الثَّقَفِيِّ
Shahih Muslim 1435: dari Jabir bin Abdullah ia berkata, bahwasanya; Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan khutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya lantang, dan semangatnya berkobar-kobar bagaikan panglima perang yang sedang memberikan komando kepada bala tentaranya. Beliau bersabda: "Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah)." Kemudian beliau melanjutkan bersabda: "Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat." Kemudian beliau bersabda: "Aku lebih utama bagi setiap muslim daripada dirinya sendiri. Karena itu, siapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah miliki keluarganya. Sedangkan siapa yang mati dengan meninggalkan hutang atau keluarga yang terlantar, maka hal itu adalah tanggungjawabku." Dan telah menceritakan kepada kami Abdu bin Humaid telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Bilal telah menceritakan kepadaku Ja'far bin Muhammad dari bapaknya ia berkata; Saya mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Isi khutbah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at adalah, beliau memuji Allah, dan membaca puji-pujian atas-Nya, kemudian berliau menyampaikan khutbah dengan suara yang lantang. Kemudian ia pun menyebutkan hadits. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Ja'far dari Bapaknya dari Jabir berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika berkhotbah, beliau memuji Allah dan bersyukur kepadaNya kemudian beliau melanjutkan dengan kata; "Barangsiapa yang Allah memberinya petunjuk, niscaya tidak ada yang akan menyesatkannya, dan barangsiapa yang sesat, niscaya tidak ada yang menunjukinya, dan sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, " kemudian hadits sebagaimana hadits Ats Tsaqafi.
Orang-orang yang mengamalkan bid’ah tertolak amaln ya dan disiksa pelakunya jika mereka tahu perkara bid’ah, karena mereka menyelisihi sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Kahfi ayat 103-104 :
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا.
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (QS.Al Kahfi : 103-104)
K e s i m p u l a n
Islam sebagai agama samawi yang diturunkan Allaah subhanahu wa ta’ala sebagai satu-satunya agama yang diakui eksistensinya oleh Allah dan telah menghapuskan seluruh syari’at dari agama-agama samawi terdahulu. Sebagai agama wahyu yang diturunkan dalam bentuk al-Qur’an yang dilengkapi dengan as-Sunnah Rasul yang lebih merinci secara detail berupa penjelasan sehingga umat manusia mudah memahami dan melaksanakan syari’at tersebut.
Islam dengan syari’atnya berupa al-Qur’an dan as-Sunnah telah dinyatakan lengkap dan sempurna oleh pembuat/penetap syari’at yaitu dalam hal ini Allah subhanahu wa ta’ala. Dimana sempurnanya syari’at tersebut dibuktikan dengan apa yang disebutkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya di surat al-Maidah ayat 3.
Syari’at telah mengatur segala sesuatunya secara lengkap tentang agama ini dari hal-hal yang terkecil sekalipun sampai kepada hal-hal yang bersifat paling urgen. Contohnya tentang bagaimana tata cara bersuci (cebok) setelah melakukan buang air besar sebagai hal yang dianggap kecil, dan hal lain yang bersifat urgen yang diatur adalah tentang aqidah yang hak.
Dengan sempurnanya syari’at Islam maka sesungguhnya telah tidak diperlukan lagi hal-hal lain diluar yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, karena itu merupakan perbuatan mengada-adakan hal-hal yang baru dalam agama (bid’ah).
Namun ada saja sebagian orang dari kalangan ulama yang karena hawa nafsu dan godaan syetan  yang menambah-nambahkan sesuatu dalam agama ini yang menyerupai syari’at dengan dalih untuk lebih banyak lagi melakukan pendekatan diri kepada Allah. Kemudian jadilah hal-hal yang baru tersebut berkembang di tengah-tengah masyarakat luas sebagai hal yang bid’ah.
Apa yang dilakukan oleh mereka-mereka dengan menambah-nambahkan hal-hal yang baru tersebut kedalam syari’at Islam sesungguhnya tiada lain merupakan perbuatan yang menjadikan mereka tersebut sebagai pembuat syari’at baru yang mensetarakan kedudukannya dengan Allah subhanahu wa ta’ala, apa yang telah mereka lakukan samasaja dengan perbuatan syirik.
Islam telah memerintahkan kepada umatnya untuk berpegang teguh kepada tuntunan syari’at yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai kewajiban mutlak tidak bisa ditawar-tawar. Selain itu Islam juga  melarang bagi umatnya untuk melakukan sesuatun yang dianggap ibadah tetapi sesungguhnya bid’ah karena tidak ada perintah,petunjuk. Tuntunan dan contohnya dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam, dari para sahabat, para tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta dari para ulama salaf shalih yang berpegang teguh kepada as-Sunnah Rasul.
Sesungguhnya Islam itu telah sempurna tuntunannya, tidak memerlukan lagi hal-hal yang sifatnya baru diluar apa yang digariskan syari’at, meskipun menurut akal pikiran dan hawa nasfsu hal-hal baru tersebut adalah baik dan dimaksudkan hanya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Perlu digaris bawahi bahwa agama Islam itu adalah didasarkan kepada wahyu bukan  berdasarkan kepada hawa nafsu. Apa yang diperkirakan atau dianggap baik oleh hawa nafsu (akal pikiran manusia) belum tentu baik pula oleh syari’at .( Wallaahu ta’ala ‘alam )
Sumber:
.Al-Qur’an dan Terjemah, http:// www. Salafi-db.com
2.Ensiklopedi Kitab Hadits 9 imam, http://www. Lidwapusaka.com
3. Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim , Ibnu Katsir
4. Ringkasan Al I’tisham – terj -, Syaikh Abdul Qadir As Saqqaf, Media Hidayah, Cet I, thn 2003
5. Pengertian, Macam-macam dan Hukum Bid’ah, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam artikel :http://www.salafi-db.com
6. Al Masaa’il ( Masalah-masalah Agama) Abd.Hakim bin Amir Abdat.
7 Risalah Bid’ah, Abd. Hakim bin Amir Abdat.
8.Al-Manhaj.or.id
9.Majalah Al Furqon edisi 7 tahun ke  12 tahun V/rajab 1427
Selesai disusun menjelang dhuhur, Selasa, 10 Rabiul Awwal 1434 H/ 22 Januari 2013 M
( Penyusun : Musni Japrie )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar