Hampir disemua masjid, langgar atau mushala kita
jumpai para jama’ahnya setelah mengucapkan salam sambil menoleh kekanan dan
kekiri sesuai dengan rukun sholat, tidak langsung mengucapkan istigfar sebagimana yang diperintahkan
oleh Rasullullah shallalahu’alaihi wa sallam , tetapi terlebih dahulu saling
berjabatan tangan ( bersalam-salaman ) diantara sesama jama’ah yang ada dikiri-
kanan sambil mengucapkan sholawat kepada Rasullullah. Kecuali ada satu dua
orang yang tidak melakukannya, namun karena jama’ah yang ada dikiri kanannya
menyorongkan tangan untuk berjamatan tangan,maka terpaksa yang bersangkutan
melayaninya pula, agar jama’ah yang mengajak berjabatan tangan tersebut tidak
tersinggung tidak tersinggung.
Bagi orang-orang yang tidak mau berjabatan tangan
setelah salam terpaksa bangkit berdiri menjauh
keluar dari shaf untuk melakukan dzikir.
Budaya saling berjabatan tangan ini sepertinya telah
menjadi sebuah tradisi yang terus dilestarikan karena menurut sebagian mereka
yang melakukannya merupakan perbuatan yang baik diantara sesama jama’ah dalam
rangka mewujudkan silaturakhim. Ada pula diantara mereka yang menyebutkannya sebagai bentuk
dari hablumminannas ( hubungan sesama manusia ) setelah sebelumnya melakukan
hablumminnallah ( hubungan kepada Allah ) melalaui sholat.
Saling berjabatan tangan ( bersalam-salaman )
setelah salam rupanya oleh sebagian kalangan ulama, kiayi, tuan guru dan ustadz
mendapatkan restu ( legitimasi ) dengan membiarkannya dan bahkan memberikan
dukungan karena secara logika berjabatan tangan adalah perbuatan yang
dianjurkan oleh agama. Perbuatan tersebut bukan perbuatan bid’ah karena
dilakukan diluar sholat. Karenanya tidaklah mustahil saling berjabatan tangan
sesudah salam dianggap sebagai bagian/rangkaian dari sholat.
Awal Mulanya Dilakukan Saling Berjabatan Tangan Setelah Salam
Dari Sholat Fardhu
Saling berjabatan tangan ( bersalam-salaman)
diantara para jama’ah setelah salam dari sholat fardhu berjama’ah menurut
riwayatkan dulunya dilakukan oleh sebagian
orang-orang setelah salam dari sholat ashar dan subuh dengan bersandar
kepada dalil palsu yang berbunyi sebagai berikut :
Jabat tanganlah kalian setelah
shalat Shubuh, niscaya Allah akan menetapkan bagi kalian sepuluh (kebaikan)”.]
Rasul Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam bersabda, [“Berjabat tanganlah kalian
setelah shalat Ashar, niscaya kalian akan dibalas dengan rahmah dan
pengampunan”.] Sementara dia tidak memahami bahwa
kedua hadits ini dan yang semisalnya adalah palsu yang
dibuat-buat oleh orang-orang yang berjabat tangan itu. Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un.
Oleh salah seorang ulama
dari mazhab Syafe’i yang bernama Al
‘Izz bin Abdus Salam Asy-Syafi’iy rahimahullah- dikatakan bahwa :,
“Jabat
tangan setelah shalat Shubuh dan Ashar termasuk bid’ah, kecuali bagi yang baru
datang dan bertemu dengan orang yang menjabat tangannya sebelum shalat. Maka
sesungguhnya jabat tangan disyaratkan tatkala datang. Nabi Shallallahu ‘ Alaihi
Wa Sallam berdzikir setelah shalat dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan dan
beristighfar tiga kali kemudian berpaling.
Ironisnya apa yang dilakukan oleh
sebagian orang-orang terdahulu saling berjabatan tangan setelah salam dari
sholat fardhu ashar dan fardhu shubuh
dengan dasar hadits palsu, oleh sebagian orang-orang belakangan diikuti dan
ditiru dengan melakukannya setelah salam dari seluruh sholat fardhu, tidak
hanya pada sholat farduhu ashar dan shubuh saja.
Pendapat Para Ulama Tentang Berjabatan Tangan
Beberapa ulama akhluhsunnah wal jama’ah mengemukakan
pendapat mereka tentang berjabatan tangan diantara sesama muslim, antara lain:
1.Al ‘Izz bin Abdus Salam Asy-Syafi’iy (ulama abad pertengahan,.) -rahimahullah-
berkata, “Jabat tangan setelah shalat
Shubuh dan Ashar termasuk bid’ah, kecuali bagi yang baru datang dan bertemu
dengan orang yang menjabat tangannya sebelum shalat. Maka sesungguhnya jabat
tangan disyaratkan tatkala datang. Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam berdzikir
setelah shalat dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan dan beristighfar tiga
kali kemudian berpaling. Lihat Fatawa Al ‘Izz bin Abdus
Salam (hal.46-47), dan Al-Majmu’ (3/488)].
2.
Al Luknawiy
-rahimahullah- berkata, “Sungguh telah tersebar dua perkara di masa kita ini
pada mayoritas negeri, khususnya di negeri-negeri yang menjadi lahan subur
berbagai bid’ah dan fitnah.
Pertama, mereka tidak mengucapkan salam ketika masuk masjid waktu
shalat Shubuh, bahkan mereka masuk dan shalat sunnah kemudian shalat fardlu.
Lalu sebagian mereka mengucapkan salam atas sebagian yang lain setelah shalat
dan seterusnya. Hal ini adalah perkara yang jelek karena sesungguhnya salam
hanya disunnahkan tatkala bertemu sebagaimana telah ditetapkan dalam
riwayat-riwayat yang shahih, bukan tatkala telah duduk.
Kedua, mereka berjabat tangan setelah selesai shalat Shubuh,
Ashar, dan dua hari raya, serta shalat Jum’at. Padahal pensyariatan jabat
tangan juga hanya di saat awal bersua”.
[Lihat As-Si’ayah fil-Kasyf Amma fi Syarh Al-Wiqayah (hal. 264)].
Selanjutnya Al-Allamah Al-Luknawiy-rahimahullah- berkata, “Di antara yang
melarang perbuatan itu (jabat tangan setelah sholat), Ibnu Hajar Al-Haitamiy
As-Syafi’iy, Quthbuddin bin Ala’uddin Al-Makkiy Al-Hanafiy, dan Al-Fadhil
Ar-Rumiy dalam Majalis Al-Abrar menggolongkannya termasuk dari bid’ah yang
jelek ketika beliau berkata, “Berjabat tangan adalah baik saat bertemu. Adapun
selain saat bertemu misalnya keadaan setelah shalat Jum’at dan dua hari raya
sebagaimana kebiasaan di jaman kita adalah perbuatan tanpa landasan hadits dan
dalil! Padahal telah diuraikan pada tempatnya bahwa tidak ada dalil berarti
tertolak dan tidak boleh taklid padanya.” [Lihat As-Si’ayah fil Kasyf Amma fi
Syarh Al-Wiqayah (hal. 264), Ad-Dienul Al-Khalish (4/314), Al-Madkhal (2/84),
dan As-Sunan wa Al-Mubtada’at (hal. 72 dan 87)].
Beliau juga berkata,
“Sesungguhnya ahli fiqih dari kelompok Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Malikiyah
menyatakan dengan tegas tentang makruh dan bid’ahnya.” Beliau berkata dalam Al
Multaqath ,“Makruh (tidak disukai) jabat tangan setelah shalat dalam segala hal
karena shahabat tidak saling berjabat tangan setelah shalat dan bahwasanya
perbuatan itu termasuk kebiasaan-kebiasaan Rafidhah.” Ibnu Hajar, seorang ulama
Syafi’iyah berkata, “Apa yang dikerjakan oleh manusia berupa jabat tangan
setelah shalat lima waktu adalah perkara yang dibenci, tidak ada asalnya dalam
syariat.” Alangkah fasihnya perkataan beliau –rahimahullah Ta’ala- dari ijtihad
dan ikhtiarnya. Beliau berkata, “Pendapat saya, sesungguhnya mereka telah
sepakat bahwa jabat tangan (setelah shalat) ini tidak ada asalnya dari syariat.
Kemudian mereka berselisih tentang makruh atau mubah. Suatu masalah yang
berputar antara makruh dan mubah harus difatwakan untuk melarangnya, karena menolak
mudlarat lebih utama daripada menarik maslahah. Lalu kenapa dilakukan padahal
tidak ada keutamaan mengerjakan perkara yang mubah? Sementara orang-orang yang
melakukannya di jaman kita menganggapnya sebagai perkara yang baik,
menjelek-jelekkan dengan sangat orang yang melarangnya, dan mereka
terus-menerus dalam perkara itu. Padahal terus-menerus dalam perkara mandub
(sunnah) jika berlebihan akan menghantarkan pada batas makruh. Lalu bagaimana
jika terus-menerus dalam bid’ah yang tidak ada asalnya dalam syariat?!Berdasarkan
atas hal ini, maka tidak diragukan lagi makruhnya. Inilah maksud orang yang
memfatwakan makruhnya. Di samping itu pemakruhan hanyalah dinukil oleh orang
yang menukilnya dari pernyataan-pernyataan ulama terdahulu dan para ahli fatwa.
Maka riwayat-riwayat penulis Jam’ul Barakat, Siraj Al Munir, dan Mathalib Al
Mu’minin, mampu menandinginya, karena kelonggaran penulisnya dalam meneliti
riwayat-riwayat telah terbukti. Telah diketahui oleh Jumhur Ulama bahwa mereka
mengumpulkan segala yang basah dan kering (yang jelas dan yang samar). Yang
lebih mengherankan lagi ialah penulis Khazanah Ar Riwayah tatkala ia berkata
dalam Aqd Al-La’ali, [“Dia (Nabi) ‘Alaihis Salam berkata, “Jabat tanganlah kalian setelah shalat Shubuh, niscaya Allah
akan menetapkan bagi kalian sepuluh (kebaikan)”.] Rasul Shallallahu ‘ Alaihi Wa
Sallam bersabda, [“Berjabat tanganlah kalian setelah shalat Ashar, niscaya
kalian akan dibalas dengan rahmah dan pengampunan”.] Sementara dia tidak
memahami bahwa kedua hadits ini dan yang semisalnya adalah palsu yang
dibuat-buat oleh orang-orang yang berjabat tangan itu. Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un”.[Lihat As-Si’ayah fil Kasyf Amma fi Syarh Al Wiqayah (hal.
265)]
3. Al Albani mengatakan,”Dan adapun berjabat tangan
setelah shalat, maka tidak diragukan lagi bid’ahnya, terkecuali jika jabat
tangan antara dua orang yang belum bertemu sebelum shalat, maka hal itu adalah
sunnah.” Lihat Silsilah Ahadits Ash Shahihah
4. Syaikh Bin Baz rahimahullaah berkata : Pada dasarnya disyariatkan
bersalaman ketika berjumpanya sesama muslim, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
senantiasa menyalami para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum saat berjumpa dengan
mereka, dan para sahabat pun jika berjumpa mereka saling bersalaman, Anas
Radhiyallahu ‘anhu dan Asy-Sya’bi rahimahullah berkata :
“Adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam apabila berjumpa mereka saling bersalaman, dan apabila mereka kembali
dari bepergian, mereka berpelukan”
Disebutkan dalam Ash-Shahihain bahwa Thalhah bin
Ubaidillah Radhiyallahu ‘anhu, salah seorang yang dijamin masuk surga, bertolak
dari halaqah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjidnya menuju Ka’ab bin
Malik Radhiyallahu ‘anhu ketika Allah menerima taubatnya, lalu ia menyalaminya
dan mengucapkan selamat atas diterima taubatnya. Ini perkara yang masyhur di
kalangan kaum Muslimin pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallm dan setelah
wafatnya beliau, juga riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda.
Dari al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ
إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
“Tidaklah dua
orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni
(dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.“
Hadits
Rasullullah shalllahu’alahi wa sallam :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ وَأَخَذَ
بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ
الشَّجَرُ.
“Sesungguhnya
seorang mukmin jika bertemu dengan seorang mukmin, dan mengambil tangannya,
lalu ia menjabatinya, maka akan berguguran dosa-dosanya sebagaimana daun pohon
berguguran”. [HR.
Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (245). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh
Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no.2720)]
Disukai bersalaman ketika berjumpa di masjid atau di
dalam barisan, jika keduanya belum bersalaman sebelum shalat maka bersalaman
setelahnya, hal ini sebagai pelaksanaan sunnah yang agung itu disamping karena
hal ini bisa menguatkan dan menghilangkan permusuhan.
Kemudian jika belum sempat bersalaman sebelum shalat
fardhu, disyariatkan untuk bersalaman setelahnya, yaitu setelah dzikir yang
masyru’. Sedangkan yang dilakukan oleh sebagian orang, yaitu langsung
bersalaman setelah shalat fardu, tepat setelah salam kedua, saya tidak tahu
dasarnya. Yang tampak malah itu makruh karena tidak adanya dalil, lagi pula
yang disyariatkan bagi orang yang shalat pada saat tersebut adalah langsung
berdzikir, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam setelah shalat fardhu.
Adapun shalat sunnah, maka disyariatkan bersalaman
setelah salam jika sebelumnya belum sempat bersalaman, karena jika telah ersalaman
sebelumnya maka itu sudah cukup.[Fatawa Muhimmah Tatallqu Bish Shalah, hal.
50-52, Syaikh Ibnu Baz]
5. Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman
Al-Jibrin-hafizhohullah- berkata, “Mayoritas
orang yang shalat mengulurkan tangan mereka untuk berjabat tangan dengan orang
di sampingnya setelah salam dari shalat fardlu dan mereka berdoa dengan ucapan
mereka ‘taqabbalallah’. Perkara ini adalah bid’ah yang tidak pernah dinukil
dari Salaf”. [Lihat Majalah Al-Mujtama’ (no. 855)].
Saling Berjabatan Tangan (bersalam-salaman )
Setelah Salam dari Sholat Fardu Perbutan Bid’ah
Meskipun berjabatan tangan antara
sesama saudara muslim pada saat baru bertemu, termasuk saling bertemu dalam
masjid untuk melakukan sholat, sangat dianjurkan, tetapi sangat jarang
orang-orang yang baru datang memasuki masjigd mengucapkan salam dan menjabat
tangan saudara-saudaranya yang sudah datang duluan .Tetapi mereka melakukannya
setelah salam dari sholat fardhu.
Berdasarkan penjelasan banyak ulama tentang berjabatan
tangan ( bersalam-salaman) dengan sesama jama’ah setelah salam dari sholat
fardhu tidak diperintahkan sebagaimana bersalaman pada saat bertemu di dalam
masjid. Sejingga dapat disimpulkan sebenarnya hal tersebut adalah perbuatan
bid’ah. Mengingat apa yang dilakukan
oleh mereka-mereka tersebut tiada lain adalah hanya berdasarkan pertimbangan
akal dan perasaan saja dan sekedar ikut-ikutan melihat orang lain yang melakukannya.
Berjabatan tangan
setelah salam dari sholat fardu tidak
contohnya dari Rasullullah shallallhu’alaihi wa sallam maupun dari para sahabat
radhyallahu’anhu sehingga tidak ada dasarnya.
Berkaitan dengan
bid’ahnya berjabatan tangan setelah salam dari sholat fardhu maka perbuatan
tersebut termasuk perbuatan yang harusnya ditinggalkan, karena Rasulullah
shallallhu’alahi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ
وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
Shahih Bukhari 2499: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari bapaknya dari Al Qasim bin
Muhammad dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini
yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak".
Dan
dalam riwayat lain disebutkan :
صحيح مسلم ٣٢٤٢: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَوْنٍ الْهِلَالِيُّ جَمِيعًا عَنْ
إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ ابْنالصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدِ
بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْقَاسِمِ
بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Shahih
Muslim 3242: dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam
urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu
tertolak."
Allah Ta'ala telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا
بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya [1408]
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. ( QS. Al-Hujuraat : 1 )
________________________________________
[1408]
Maksudnya orang-orang mu'min tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada
ketetapan dari Allah dan RasulNya.
Perbuatan berjabatan tangan setelah
salam dari sholat fardhu selain perbuatan bid’ah juga sangat mengganggu
saudaranya sesama muslim yang berada disebelah kiri kanannya yang sedang
melakukan dzikir selesasi salam.Perlu diperhatikan bahwa seorang muslim tidak
boleh menghentikan (bacaan) tasbih saudaranya, kecuali dengan sebab syar'i. Dan
pemandangan yang kita saksikan, banyak kaum muslimin terganggu, saat berdzikir
dengan dzikir-dzikir yang disunahkan sehabis shalat Fardhu, karena tiba-tiba
mereka dikagetkan dengan tangan yang dijulurkan untuk berjabat tangan dari
kanan dan kiri. Ini mengakibatkan mereka terganggu, bukan karena jabat
tangannya, tetapi karena tasbih mereka terputus dan terhalang dari berdzikir
kepada Allah, yang disebabkan oleh jabat tangan tersebut.
Berpedomanlah Kepada Apa-Apa yang Dicontohkan
Rasullullah shallahu’alaihi wa sallam
Sesuai dengan kedudukan Rasullullah
shallallhu’alaihi wa sallam sebagai yang dijadikan panutan dalam beragama, maka
seluruh amal perbuatan seorang muslim harus berpatokan kepada sunnah beliau,
sebagai bukti keta’atan . Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan
hamba-hamba-Nya untuk wajibnya taat kepada
Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam secara mutlak dan ketaatan kepadanya
merupakan perwujudan ketaatan kepada Allah Ta’ala serta ancaman bagi yang
menyelisihi dan mengubah sunnahnya .Firman Allah Ta’ala :
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat keras hukuman-Nya”. (QS.Al Hasyr:7)
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat keras hukuman-Nya”. (QS.Al Hasyr:7)
Juga Allah Ta’ala berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta’ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An Nisaa;80)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta’ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An Nisaa;80)
Allah Ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih"(QS.An Nuur:63)
1.4. Yang menunjukkan wajibnya mengikuti serta beruswah kepada beliau shalallahu’alaihi wa sallam dan mengikuti sunnahnya merupakan syarat untuk meraih mahabbatullah
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih"(QS.An Nuur:63)
1.4. Yang menunjukkan wajibnya mengikuti serta beruswah kepada beliau shalallahu’alaihi wa sallam dan mengikuti sunnahnya merupakan syarat untuk meraih mahabbatullah
Firman
Allah Ta’ala :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Ta’ala dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Ta’ala.” (Q.S. 33:21)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Ta’ala dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Ta’ala.” (Q.S. 33:21)
Firman Allah Ta’ala
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴾
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah Ta’ala, ikutilah aku, niscaya Allah Ta’ala mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Ta’ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Ali Imran:31)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴾
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah Ta’ala, ikutilah aku, niscaya Allah Ta’ala mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Ta’ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Ali Imran:31)
Hadits
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
عن أبي هريرةt أن رسول الله r : ) مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ …(
“Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Barangsiapa yang taat kepadaku sungguh ia telah taat kepada Allah Ta’ala dan siapa yang bermaksiat kepadaku sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala…”
عن أبي هريرةt أن رسول الله r : ) مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ …(
“Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Barangsiapa yang taat kepadaku sungguh ia telah taat kepada Allah Ta’ala dan siapa yang bermaksiat kepadaku sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala…”
Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu berkata:
Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
] كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى [ رواه البخاري ومسلم
” Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para sahabat) bertanya, “Siapa mereka itu yang enggan wahai Rosulullah” ? Beliau bersabda : “Barangsiapa yang menaatiku maka dia akan masuk surga dan siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang enggan masuk surga “
] كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى [ رواه البخاري ومسلم
” Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para sahabat) bertanya, “Siapa mereka itu yang enggan wahai Rosulullah” ? Beliau bersabda : “Barangsiapa yang menaatiku maka dia akan masuk surga dan siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang enggan masuk surga “
Hadits
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ e أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ r بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ e فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ : ] اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقّ [
Rasullullah shalallahu’alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada umatnya untuk memegang teguh sunnahnya dan larangan beliau hanya mengambil dan mengamalkan Al Qur’an tanpa As Sunnah dan mengikuti hawa nafsu serta hanya menggunakan logika belaka.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ e أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ r بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ e فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ : ] اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقّ [
Rasullullah shalallahu’alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada umatnya untuk memegang teguh sunnahnya dan larangan beliau hanya mengambil dan mengamalkan Al Qur’an tanpa As Sunnah dan mengikuti hawa nafsu serta hanya menggunakan logika belaka.
Hadits
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
عن الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ t أن رسول الله r َقَالَ : ] أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ [
Dari ‘Irbadh bin Sariyah bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Saya berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dan untuk mendengar serta taat (kepada pemimpin), walaupun (yang memerintah kalian) seorang hamba yang bersal dari Habasyah(Ethiopia), karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian sesudahku maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rosyidin, pegangilah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah seluruh perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya segala yang baru itu bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat
عن الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ t أن رسول الله r َقَالَ : ] أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ [
Dari ‘Irbadh bin Sariyah bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Saya berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dan untuk mendengar serta taat (kepada pemimpin), walaupun (yang memerintah kalian) seorang hamba yang bersal dari Habasyah(Ethiopia), karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian sesudahku maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rosyidin, pegangilah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, dan jauhilah seluruh perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya segala yang baru itu bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat
Hadits
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
- عن أبى رافع t عن النبي r قَالَ :] لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يَأْتِيهِ الْأَمْرُ مِنْ أَمْرِي مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُولُ لَا نَدْرِي مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللَّهِ اتَّبَعْنَاهُ [ رواه أبو داود و الترمذي و ابن ماجه
- Dari Abu Rafi’ t dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Saya tidak ingin mendapatkan salah seorang diantara kalian yang bersandar di atas sofanya, datang kepadanya perintahku atau laranganku lalu dia berkata :”Kami tidak tahu, apa yang kami dapat di dalam Al Qur’an itulah yang kami ikuti “
- عن أبى رافع t عن النبي r قَالَ :] لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يَأْتِيهِ الْأَمْرُ مِنْ أَمْرِي مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُولُ لَا نَدْرِي مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللَّهِ اتَّبَعْنَاهُ [ رواه أبو داود و الترمذي و ابن ماجه
- Dari Abu Rafi’ t dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Saya tidak ingin mendapatkan salah seorang diantara kalian yang bersandar di atas sofanya, datang kepadanya perintahku atau laranganku lalu dia berkata :”Kami tidak tahu, apa yang kami dapat di dalam Al Qur’an itulah yang kami ikuti “
Hadits
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
-ِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ tعَنْ النَّبِيِّ r قَالَ : ] دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ [ رواه البخاري ومسلم
- Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Tinggalkanlah apa yang aku tinggalkan, karena sesungguhnya yang membinasakan orang sebelum kalian adalah pertanyaan mereka dan kedurhakaan mereka terhadap nabi-nabi mereka, maka jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintah kalian sesuatu maka laksankanlah sekemampuan kalian “
صحيح البخاري ٦٤٨: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
-ِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ tعَنْ النَّبِيِّ r قَالَ : ] دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ [ رواه البخاري ومسلم
- Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Tinggalkanlah apa yang aku tinggalkan, karena sesungguhnya yang membinasakan orang sebelum kalian adalah pertanyaan mereka dan kedurhakaan mereka terhadap nabi-nabi mereka, maka jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintah kalian sesuatu maka laksankanlah sekemampuan kalian “
صحيح البخاري ٦٤٨: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَكِبَ فَرَسًا فَصُرِعَ عَنْهُ فَجُحِشَ شِقُّهُ الْأَيْمَنُ فَصَلَّى صَلَاةً
مِنْ الصَّلَوَاتِ وَهُوَ قَاعِدٌ فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ قُعُودًا فَلَمَّا انْصَرَفَ
قَالَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا
قِيَامًا فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا
فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ الْحُمَيْدِيُّ
قَوْلُهُ إِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا هُوَ فِي مَرَضِهِ الْقَدِيمِ ثُمَّ
صَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا وَالنَّاسُ
خَلْفَهُ قِيَامًا لَمْ يَأْمُرْهُمْ بِالْقُعُودِ وَإِنَّمَا يُؤْخَذُ بِالْآخِرِ
فَالْآخِرِ مِنْ فِعْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shahih
Bukhari 648: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari mengendarai kudanya
lalu terjatuh dan terhempas pada bagian lambungnya yang kanan. Karena sebab itu
beliau pernah melaksanakan shalat sambil duduk di antara shalat-shalatnya. Maka
kamipun shalat di belakang Beliau dengan duduk. Ketika selesai Beliau bersabda:
"Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, jika ia shalat dengan berdiri
maka shalatlah kalian dengan berdiri. Jika ia rukuk maka rukuklah kalian, jika
ia mengangkat kepalanya maka angkatlah kepala kalian. Dan jika ia mengucapkan
SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH (Semoga Allah merndengar orang yang memuji-Nya) ',
maka ucapkanlah; RABBANAA WA LAKAL HAMDU (Ya Rabb kami, milik Engkaulah segala
pujian) '. Dan jika ia shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan
berdiri, dan jika ia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian semuanya dengan
duduk." Abu 'Abdullah berkata, Al Humaidi ketika menerangkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam 'Dan bila dia shalat dengan duduk maka shalatlah
kalian dengan duduk' dia berkata, "Kejadian ini adalah saat sakitnya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di waktu yang lampau. Kemudian setelah itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam shalat dengan duduk sedangkan orang-orang shalat
di belakangnya dengan berdiri, dan beliau tidak memerintahkan mereka agar
duduk. Dan sesungguhnya yang dijadikan ketentuan adalah berdasarkan apa yang
paling akhir dan terakhir dari perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam."
سنن أبي داوود ٥٠٩: حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ
عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَكِبَ فَرَسًا فَصُرِعَ عَنْهُ فَجُحِشَ شِقُّهُ الْأَيْمَنُ فَصَلَّى صَلَاةً
مِنْ الصَّلَوَاتِ وَهُوَ قَاعِدٌ وَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ قُعُودًا فَلَمَّا انْصَرَفَ
قَالَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا
قِيَامًا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا
فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
Sunan
Abu Daud 509: Telah menceritakan kepada kami Al-Qa'nabi dari Malik dari Ibnu
Syihab dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
menaiki seekor kuda, lalu beliau terpelanting darinya hingga sisi kanannya
terkoyak, lalu beliau melaksanakan salah satu shalat wajib dengan duduk dan
kami pun shalat di belakang beliau dengan duduk. Tatkala selesai, beliau
bersabda: "Sesungguhnya imam itu dijadikan hanyalah untuk diikuti, apabila
dia shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri, apabila dia
rukuk maka rukuklah, apabila dia bangkit maka bangkitlah, apabila dia
mengucapkan, 'Sami'allaahu liman hamidah' (Allah mendengar kepada orang yang
memujiNya), maka ucapkanlah, 'Rabbanaa Walakal Hamdu' (Wahai Rabb Kami, segala
puji hanya bagiMu), dan apabila dia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian
dengan duduk."
صحيح البخاري ٥٥٤٩: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي سُلَيْمَانَ مَالِكِ
بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ
أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً
فَظَنَّ أَنَّا اشْتَقْنَا أَهْلَنَا وَسَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا فِي أَهْلِنَا
فَأَخْبَرْنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًا فَقَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ
وَمُرُوهُمْ وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي وَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ
فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Shahih Bukhari 5549: Telah menceritakan kepada kami Musaddad
telah menceritakan kepada kami Isma'il telah menceritakan kepada kami Ayyub dari
Abu Qilabah dari Abu Sulaiman Malik bin Al Huwairits dia berkata; "Kami
datang kepada Nabi Shallallahu'alaihi wasallam sedangkan waktu itu kami adalah
pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama dua puluh malam. Beliau
mengira kalau kami merindukan keluarga kami, maka beliau bertanya tentang
keluarga kami yang kami tinggalkan. Kami pun memberitahukannya, beliau adalah
seorang yang sangat penyayang dan sangat lembut. Beliau bersabda:
"Pulanglah ke keluarga kalian. Tinggallah bersama mereka dan ajari mereka
serta perintahkan mereka dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku
shalat. Jika telah datang waktu shalat, maka hendaklah salah seorang dari
kalian mengumandangkan adzan, dan yang paling tua dari kalian hendaknya menjadi
imam kalian'."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
صحيح البخاري ٢٤٩٩: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ
وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
Shahih Bukhari 2499: Telah menceritakan kepada kami Ya'qub telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari bapaknya dari Al Qasim bin
Muhammad dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini
yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak".
Dan
dalam riwayat lain disebutkan :
صحيح مسلم ٣٢٤٢: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَوْنٍ الْهِلَالِيُّ جَمِيعًا عَنْ
إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ ابْنالصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدِ
بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ الْقَاسِمِ
بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Shahih
Muslim 3242: dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam
urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, m Allah Ta'ala telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا
بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya [1408]
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. ( QS. Al-Hujuraat : 1 )
________________________________________
[1408]
Maksudnya orang-orang mu'min tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada
ketetapan dari Allah dan RasulNya.
Kesimpulan/Penutup
Mengucapkan salam dan berjabat
tangan kepada sesama muslim adalah perkara yang terpuji dan disukai dalam
Islam. Dengan perbuatan ini hati kaum Muslimin dapat saling bersatu dan
berkasih sayang di antara mereka. Sunnah ini sudah lama diamalkan oleh para
sahabat radhiyallahu ‘anhum-Namun
apa yang terjadi jika perbuatan terpuji ini dilakukan tidak pada tempat yang
semestinya?! Tidak ada kebaikan yang didapat, bahkan pelanggaran syari’atlah
yang terjadi, dan perpecahan, karena ada sebagian jama’ah, jika selesai sholat,
ia langsung menjabat tangan orang-orang yang ada dikiri kanannya sehingga
memutus dzikir yang sedang dilakukan
oleh saudara-saudara sesama jema’ah. Akibatnya Sehingga orang-orang yang
dijabat tangannya tersebut merasa
terganggu.
Mengingat bahwa berjabatan tangan
setelah salam dari sholat fardhu tidak pernah dicontohkan oleh Rasullullah
shalallahu’alahi wa sallam maupun oleh para sahabat radhyallaahu’anhu maka
perbuatan tersebut merupakan bid’ah sebagaimana disebutkan oleh para ulama.
Sebagai umatnya Rasullullah
shallahu’alaihi wa sallam wajib bagi kita umat islam untuk mengikuti dan
mencontoh apa yang dikerjakan oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam
sebagai wujud dari keta’atan kepada Rasul dan Allah subhanahu wa ta’ala . (
wallaahu’alam )
Sumber :
1.Al-Qur’an dan Terjemah, Software Salafi-DB
2.Ensiklopedi Hadits
Kitab 9 Imam, software Lidwa Pusaka
3. Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, Darul Haq, Cetakan
V, 2008.
4.www.al-Manhaj.or.id
7.www.
Konsultasisyariah.com
8.www.darussallam.wordpres
Selesai disusun,
menjelang dzuhur, Sabtu 23 Ramadhan 1433 H/11 Agustus 2012
( Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar